Liputan6.com, Jakarta Kanker synovial sarcoma stadium empat yang diidap Deskia Rahayu Putri tak membuatnya patah semangat. Meski penyebaran kanker sudah ke paru-paru, gadis berusia 12 tahun ini gigih ingin sembuh. Kegigihan Deskia melawan kanker disampaikan ibunda tercintanya, Dina Mariyana.
Baca Juga
Advertisement
Dina, yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan membuka warung di rumahnya di Semplak, Bogor, Jawa Barat menuturkan kondisi Deskia.
Ketika didiagnosis terkena kanker synovial sarcoma stadium empat oleh dokter ortopedi onkologi di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada 2016, Deskia sempat tidak semangat.
“Awalnya, dia enggak semangat. Tapi waktu itu kan di RSCM pasiennya banyak yang (kondisinya) lebih berat dari dia. Saya bilang, ‘Kamu bisa beruntung, kamu kuat,`” ujar Dina, 31, tatkala berbincang dengan Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, ditulis Sabtu (17/2/2018).
Setelah diberikan semangat dan tahu kondisi penyakitnya, Deskia semangat ingin sembuh. Namun, akibat kanker tersebut, Deskia harus kehilangan kaki kirinya.
Ia diamputasi pada November 2017. Amputasi dilakukan agar sel kanker tidak makin menyebar ke organ tubuh lain. Sejak kaki kiri diamputasi, gadis manis itu berjalan dengan bantuan kruk.
Tumbuh benjolan
Jenis kanker synovial sarcoma termasuk sarkoma jaringan lunak atau kanker yang bermula dari jaringan lunak seperti saraf, tendon, lemak, dan otot. Dina menceritakan, bermula saat Deskia yang masih duduk di kelas 3 SD tidak menyampaikan dirinya keseleo.
Gejala aneh mulai muncul. Semakin hari, kaki putri pertama dari dua bersaudara ini semakin membengkak. Lalu muncul benjolan sebesar kelereng di kaki kiri. Upaya menghilangkan benjolan dengan pijat dipilih Dina.
Sayang, pijatan tak membuahkan hasil. Padahal, Dina juga sudah membawa Deskia ke ahli pijat tulang. Hingga benjolannya makin membesar sebesar segenggam tangan orang dewasa. Deskia sempat dibawa ke RSUD Bogor pada 2015.
Hasil pemeriksaan di RSUD Bogor menyatakan, Deskia mengalami pembekuan darah dan harus menjalani fisioterapi selama selama tiga bulan, sekitar Juni-Agustus 2015. Benjolan makin besar.
Pada 2016, Dina membawa kembali putrinya ke RSUD Bogor, lalu dirujuk ke RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Dokter ortopedi onkologi melakukan serangkaian operasi menggunakan rontgen.
“Kontrol ke dokter ortopedi onkologi. Hasil rontgen, benjolan di kaki kiri Deskia itu tumor ganas. Katanya, harus cepat dioperasi,” tambah Dina.
Operasi pengangkatan tumor dilakukan pada Maret 2016. Sel kanker rupanya sudah menyebar ke paru-paru, benjolan pun muncul lagi. Amputasi kaki adalah satu-satunya pilihan.
Advertisement
Dukungan teman-teman sekolah
Perjuangan Deskia untuk sembuh dari kanker synovial sarcoma didukung teman-teman sekolahnya. Di sela-sela menjalani kemoterapi setelah amputasi, ia tetap masuk sekolah. Gadis yang kini duduk di bangku kelas 6 SD juga menjalani try out.
“Sekarang, Deskia sudah mau lulus SD. Saat sakit (dirawat amputasi) dan harus bolak-balik kemo, saya sudah izin pihak sekolah. Alhamdulillah, mereka paham dengan kondisi Deskia. Teman-teman sekolahnya juga datang jenguk. Sampai kepala sekolah juga datang lihat Deskia,” tutur Dina dengan nada haru.
Untuk kemoterapi sekaligus pengobatan penyebaran sel kanker di paru-paru, Dina harus bolak-balik Bogor-Jakarta mengantar putrinya.
Pada 13 Februari 2018, Deskia sudah pulang ke rumahnya di Semplak, Bogor usai beberapa hari dikemoterapi di RS Harapan Kita Jakarta. Ia pun masih dijadwalkan untuk beberapa kali kemoterapi lagi.
Pernah pakai kursi roda
Salah satu bentuk dukungan teman-teman Deskia di sekolah yaitu mereka terkadang membantu Deskia berjalan. Dina mengingat, pertama kali Deskia belajar menggunakan kruk setelah kakinya diamputasi. Awalnya, Deskia kaku membiasakan berjalan dengan kruk. Tapi lama-lama, ia jadi agak lincah.
“Sebelum amputasi, dia pakai kursi roda. Soalnya kalau jalan kan sakit. Sedikit saja terbentur (dan kena benjolan di kaki kirinya) itu sakit luar biasa,” Dina menambahkan.
Benjolan di kaki kiri Deskia, yang berujung kanker ternyata disebabkan kaki terlalu banyak dipijat. Pijatan menimbulkan peradangan.
Selain itu, pijat yang dilakukan memang tidak terasa efeknya. Kanker synovial sarcoma menyerang otot, sedangkan pijatan terfokus pada tulang.
Advertisement