Peringatan Konten!!

Artikel ini tidak disarankan untuk Anda yang masih berusia di bawah

18 Tahun

LanjutkanStop di Sini

Menurut WHO Kecanduan Seks Bukan Penyakit Mental, Lantas Apa?

Pemberitaan yang terus bergulir, "WHO mengategorikan kecanduan seks sebagai penyakit mental."

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 12 Jul 2018, 23:00 WIB
Diterbitkan 12 Jul 2018, 23:00 WIB
Ilustrasi seks dengan memakai penutup mata (iStock)
Pemberitaan yang terus bergulir, "WHO mengategorikan kecanduan seks sebagai penyakit mental." (iStock)

Liputan6.com, Jakarta Banyak diberitakan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kini memasukkan kecanduan seks sebagai gangguan mental yang dapat diobati. Padahal, dalam laporan terbaru WHO tidak ada kalimat yang menyatakan, perilaku seksual kompulsif sama dengan kecanduan seks.

Laporan terbaru WHO itu berjudul "Compulsive Sexual Behaviour Disorder", dan diunggah pada laman International Classification of Diseases (ICD-11).

Sementara untuk kategori kecanduan, yang ada dalam daftar WHO adalah: perilaku judi, masalah penyalahgunaan zat, dan kecanduan gim. Tidak ada kecanduan seks dalam daftar ini.

Perilaku seksual kompulsif ditandai oleh kegagalan terus-menerus untuk mengendalikan dorongan seksual yang intens dan berulang-ulang atau dorongan seks yang menghasilkan perilaku seksual berulang.

Melansir laman Business Insider, Kamis (12/7/2018), gejala perilaku seksual kompulsif, antara lain:

1. Aktivitas seksual berulang-ulang menjadi fokus utama kehidupan seseorang. Pada akhirnya, mengabaikan kesehatan, minat, aktivitas, dan tanggung jawab lainnya.

2. Berbagai upaya tidak berhasil mengurangi perilaku seksual berulang.

3. Terus terlibat dalam perilaku seksual berulang, meski memeroleh sedikit atau tidak ada kepuasan usai melakukan seks.

 

Simak video menarik berikut ini:

Perdebatan terkait kecanduan seks

Ilustrasi seks oral pria (iStock)
Ada perdebatan soal kecanduan seks. (iStock)

Christian Lindmeier dari WHO di Jenewa, Swiss mengatakan, perilaku seksual kompulsif dalam ICD-11 dimaksudkan untuk membantu orang yang mungkin mencari pengobatan atas masalah seks. Artinya, orang yang bersangkutan akan mendapatkan perawatan yang lebih baik.

Terkait dengan kecanduan seks, para terapis dan psikolog masih memperdebatkan apa yang pantas diberi label "kecanduan", selain menyoal zat seperti alkohol atau obat-obatan. Ada argumen kuat di antara para profesional, apakah obsesi terhadap seks dapat disebut sebagai kecanduan.

Menurut American Association of Sexuality Educators, Counsellor, dan Therapist, tidak ada bukti yang cukup untuk mengklasifikasikan kecanduan seks atau kecanduan pornografi sebagai penyakit mental.

Konflik batin, stres, dan ketidakberdayaan

Hubungan seks (iStock)
Kecanduan seks ada konflik batin, stres, dan ketidakberdayaan. (iStockphoto)

Menurut terapis kecanduan seks Jenner Bishop, kecanduan seks punya karakteristik konflik batin, stres, dan ketidakberdayaan.

"Orang-orang yang mengalaminya telah bersumpah berulang kali kepada diri mereka sendiri bahwa 'Saya tidak akan pernah melakukan ini lagi' (seks). Pada akhirnya, kalimat itu hanya terucap saja, yang membuat mereka semakin tenggelam dalam keputusasaan," jelas Jenner.

Dokter lain berpendapat, hal-hal seperti teknologi, seks, dan porno bisa menjadi kecanduan.

Ahli endokrin Robert Lustig mengatakan, perasan senang, misal, berbelanja, makan, bermain video game, menonton pornografi, bahkan menggunakan media sosial, semuanya berpotensi kecanduan ketika berlebihan dilakukan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya