Liputan6.com, Jakarta Untuk mencegah kasus-kasus perlindungan anak yang bermuara dari pemakaian gawai, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyarankan pembatasan penggunaan gawai pada anak di keluarga.
"Idealnya sebenarnya gawai bukan milik otonom anak. Gadget itu milik keluarga. Idealnya seperti itu," kata Ketua KPAI Susanto di perayaan Hari Anak Nasional 2018 di Kebon Sirih, Jakarta, Senin (23/7/2018).
Baca Juga
Menurut Susanto, hal ini agar orangtua mampu mengontrol apa saja yang dilakukan si anak dengan gawai. Sehingga, mereka tidak terpapar berbagai konten-konten negatif yang menjurus pada kasus seperti pelecehan seksual dan masalah anak lainnya.
Advertisement
"Orangtua bisa mengontrol, melihat, memastikan, sebenarnya apa yang dilakukan oleh anak. Dengan begitu kita bisa memastikan anak tidak terpapar baik radikalisme atau trafficking berbasis online dan sebagainya," jelas Susanto.
Mengambil data KPAI dari beberapa anak yang terkena kasus tindak pidana asusila, 50 persen dari responden mereka mengatakan bahwa menonton video pornografi merupakan faktor pendorong untuk melakukan kejahatan asusila.
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Â
Pembatasan bagi penjual
Komisioner Bidang Kesehatan dan NAPZA Sitti Hikmawatty mengatakan, di beberapa negara, ada pembatasan bagi pedagang gawai dalam menjual gadget ke orangtua.
"Mereka selalu bertanya, di Cina dan di beberapa negara, mereka bertanya ini gadget buat siapa? Buat anak yang usianya sekian, maka mereka tidak begitu menyarankan," ungkap Sitti.
Menurutnya, penjual juga harus memiliki kesadaran semacam itu yang bisa dicontoh di Indonesia.
Sitti juga menambahkan pembatasan gawai di Amerika misalnya. Jika mengetahui gawai tersebut diperuntukkan untuk anak, mereka akan segera memasang alat untuk mengawasi aktivitasnya.
"Saya kira ini sudah diusulkan KPAI ke komisi-komisi dan kementerian terkait supaya dilakukan kebijakan tersebut," tambahnya.
Â
Advertisement