Kalsum Harni, Kader JKN-KIS Nan Militan Asal Palembang

Sebagai seorang yang giat menolong, apalagi aktif di posyandu, Kalsum biasa membantu orang-orang di sekitarnya dalam mengurus administrasi di kantor BPJS Kesehatan di Palembang.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Sep 2018, 11:00 WIB
Diterbitkan 17 Sep 2018, 11:00 WIB
Kalsum Harni Kader BPJS Kesehatan
Kalsum Harni berbincang dengan Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris. (Foto: dok. BPJS Kesehatan)

Liputan6.com, Jakarta Namanya Kalsum Harni. Usia 54 tahun. Dari penuturannya, ia tipikal ringan kaki. Terbiasa menolong. Ini bisa dilihat pada aktivitasnya sebagai pengiat Posyandu. Namun, kini ia punya kesibukan tambahan, menjadi KADER JKN-KIS (Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat). Inilah hebatnya. Dalam waktu singkat ia menjadi kader terbaik dalam hal kolektabilitas dan jumlah orang yang diampunya. Di rumahnya, di ruang tamu, berderet piagam penghargaan dari BPJS Kesehatan. Ya Kader JKN-KIS adalah program BPJS Kesehatan.

Apa itu kader JKN-KIS? Bahasa sederhananya adalah relawan, tapi di BPJS Kesehatan disebut sebagai kader. Ya, Kalsum menjadi relawan. Sebagai seorang yang giat menolong, apalagi aktif di Posyandu, nenek tiga anak ini biasa membantu orang-orang di sekitarnya dalam mengurus administrasi di kantor BPJS Kesehatan di Palembang, Sumatera Selatan. Karena sering bolak-balik ke kantor BPJS Kesehatan, akhirnya ia kenal dengan Satpam di BPJS Kesehatan. Dari situ ia kemudian direkrut menjadi kader. Ia mengikuti pelatihan khusus tentang apa dan bagaimana menjadi Kader JKN-KIS. Itu dimulai pada September 2017, jadi belum genap satu tahun pada Agustus 2018 ini.

BPJS Kesehatan mengenalkan program Kader ini sejak Agustus 2017, satu bulan sebelum Kalsum bergabung. Program Kader ini dihadirkan sebagai upaya BPJS Kesehatan melibatkan masyarakat dalam program nasional ini. Sesuai dengan motto BPJS Kesehatan “Dengan Gotong Royong Semua Tertolong” maka program Kader ini makin memperkuat lembaga ini sebagai lembaga negara yang menyelenggarakan penjaminan kesehatan. Hingga kini, di seluruh Indonesia terdapat 1.597 kader. Dari jumlah total itu, yang laki-laki berjumlah 635 orang (40 persen) dan yang perempuan 962 orang (60 persen). Jumlah kader ini akan terus ditingkat untuk lebih menaikkan partisipasi masyarakat dan mengoptimalkan pelayanan oleh BPJS Kesehatan.

Tamu-tamu dari JICA (Japan International Cooperation Agency), sebuah lembaga dari Jepang untuk kerja sama internasional, yang berkunjung ke kantor BPJS Kesehatan bercerita tentang peran kader JKN-KIS. Mereka bisa berkisah karena selain memiliki perwakilan di Indonesia juga karena mereka sudah terjun ke lapangan, terutama ke perusahaan-perusahaan milik orang Jepang di Indonesia maupun ke masyarakat secara langsung. Tamu-tamu dari JICA itu memuji militansi dan kualitas kader JKN-KIS yang jauh lebih baik dibandingkan dengan relawan dari lembaga-lembaga lain. Mereka bertanya, apa resep BPJS Kesehatan dalam membina kader-kader tersebut.

Kehadiran program JKN-KIS merupakan bentuk komitmen pemerintah dan negara Indonesia dalam mewujudkan dua dari empat amanat proklamasi sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum. BPJS Kesehatan, selaku penyelenggaran program JKN-KIS, adalah badan penjaminan sosial terbesar di dunia. Hingga kini sudah ada sekitar 200 juta peserta program JKN-KIS. Tiap hari rata-rata terdapat 612 ribu orang yang memanfaatkan layanan JKN-KIS. Tentu angka yang besar. Dan, mereka adalah orang-orang yang sedang sakit sehingga butuh dibantu oleh semua pihak.

 

Resep Sukses Nenek Kalsum

Kisah Kalsum Harni yang ditemui Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, di kediamannya merupakan bukti kualitas kader JKN-KIS. Pagi-pagi sekali, sekitar pukul 06.00, Fachmi meluncur dari hotel tanpa sarapan dulu. Ia bertekad untuk bersilaturahim ke rumah Nenek Kalsum. Fachmi bahkan membawa bekal untuk sarapan bersama Kalsum dan keluarganya. Sesuai kebiasaan masyarakat Palembang, pagi itu sarapan mi celor. Ini sangat mirip dengan mi koclok dari Cirebon. Mi celor adalah mi yang diguyur kuah kental. Kuah itu campuran santan, tepung, dan kaldu ebi. Lalu diberi irisan telur rebus serta ditaburi irisan daun seledri, irisan daun bawang, dan irisan bawang goreng. Rasanya lezap, lezat mantap.

Di dinding ruang tamu yang sederhana, bertengger deretan piagam penghargaan dari BPJS Kesehatan. Kurang dari setahun menjadi kader JKN-KIS, Kalsum telah menggondol empat piagam penghargaan. Kalsum juga mengeluarkan jaket, tanda pengenal, dan topi kader JKN-KIS yang menjadi uniformnya saat terjun ke lapangan. Lalu ia mengenakan seragam tersebut untuk berfoto bersama dengan Dirut BPJS Kesehatan. Tentu suatu kebanggaan tersendiri bagi Kalsum karena pagi-pagi sekali sudah kedatangan tamu orang nomor satu di lembaga yang ikut ia besarkan tersebut.

Apa resep sukses nenek Kalsum? “Saya datang ke masyarakat bukan sebagai kader, tapi sebagai kawan,” katanya. Padahal sebelumnya ia tidak kenal. Ia datang berkeliling dari rumah ke rumah. Memang ia sudah dibekali daftar nama dan alamat dari kantor BPJS Kesehatan. “Karena datang sebagai kawan maka ngobrolnya tidak lima menit. Bisa satu jam sendiri,” ujar Kalsum bersemangat. Kalsum menjiwai profesi kader ini karena berangkat dari pengalaman dirinya sebelumnya. “Saya memiliki pengalaman tersendiri. Dulu saya mengurus ibu saya yang sakit di rumah sakit,” katanya. Berbekal pahit-manis merawat ibunya yang sakit itu ia bertekad membantu orang lain. Ia mulai terjun di Posyandu, dan makin merasuk dengan aktif sebagai kader JKN-KIS.

Mendengar kisah itu, Fachmi menilai, “Ibu Kalsum bekerja dengan hati, sangat ikhlas menolong orang.”

Saat berkeliling ke masyarakat ia sering menjumpai kisah-kisah yang membuatnya makin teguh menjadi kader. “Suatu saat saya menagih iuran ke peserta BPJS Kesehatan yang lama menunggak. Dijawab buat apa bayar, kan saya sehat. Begitu katanya. Eh tiga hari kemudian terkena serangan jantung. Akhirnya saya yang harus mengurusnya,” katanya berkisah.

Selama ini ia mengaku tak mengalami hambatan dari sisi BPJS Kesehatan. Yang sering ia temui justru hambatan dari pihak rumah sakit atau puskesmas. “Seperti pasien yang ditolak rumah sakit. Atau pasien yang ditolak mendapat rujukan dari rumah sakit atau puskesmas. Padahal mereka peserta BPJS Kesehatan,” katanya. Namun Kalsum menghadapi semua itu dengan sabar, telaten, dan tak kenal menyerah. Ia terus mengabdi menjadi kader untuk bisa menolong orang-orang. Keikhlasan nenek Kalsum merupakan anugerah tersendiri bagi negeri ini. Betapa indahnya jika negeri ini dipenuhi orang-orang seperti nenek Kalsum: gemar menolong sesama dengan penuh keikhlasan dan pengabdian. (*) 

 

Oleh: Nasihin Masha (Peserta JKN-JIS)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya