Kopi Panas Lebih Sehat daripada Dingin, Kenapa?

Hasil studi menunjukkan tingkat aktivitas antioksidan yang lebih tinggi pada kopi panas.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Nov 2018, 07:00 WIB
Diterbitkan 09 Nov 2018, 07:00 WIB
Biji Kopi
Ilustrasi Foto Biji Kopi (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Bagi penggemar kopi, perubahan musim sering juga membawa perubahan dalam kebiasaan di pagi hari. Bila sekarang di musim penghujan, nampaknya kopi panas lebih pas ya. Tak cuma bikin kerja makin semangat, minum kopi yang disajikan hangat pun lebih menyehatkan dibanding dingin. 

Sebuah studi baru menunjukkan kopi panas memiliki manfaat sehat yang lebih unggul dibanding kopi dingin. Hal ini terungkap dalam studi yang dipublikasikan dalam jurnal Scientific Reports.

Peneliti Thomas Jefferson dari Universitas Philadelphia, Amerika Serikat membandingkan keasaman dan aktivitas antioksidan dari minuman panas dan dingin. Hasilnya, tingkat aktivitas antioksidan yang lebih tinggi ada di kopi bersuhu lebih tinggi.

Antioksidan adalah molekul yang memiliki banyak manfaat pada kesehatan. Mulai dari menurunkan risiko terkena penyakit jantung, diabetes, dan kematian dini.

"Penelitian menunjukkan minum kopi secara moderat bisa sangat baik untuk Anda," kata rekan penulis Megan Fuller, PhD.

"Kami menemukan kopi panas, memiliki kapasitas antioksidan lebih banyak," lanjutnya lagi seperti dilansir Health, Jumat (9/11/2018).

 

 

Saksikan juga video menarik berikut:

Di balik kenikmatan kopi dingin

Ilustrasi es kopi
Ilustrasi es kopi (unsplash/ Matt Hoffman)

Lalu, adakah perbedaan tingkat keasaman pada kopi panas dan dingin? Idikator keasaman dari kedua kopi panas dan dingin serupa, mulai dari 4,85 hingga 5,13 untuk semua sampel kopi yang diuji.

Namun, bagi Anda pecinta kopi dingin, tak usah berkecil hati. Kenikmatan kopi dingin membuat sebagian orang jadi tidak menambahkan sesuatu ke dalamnya.

"Banyak orang menganggap kopi dingin lebih enak, yang berartianda akan kurang tergoda untuk mengisinya dengan lemak ataupun kalori dalam bentuk krim, susu, dan gula,” ucap Frank Hu, MD , PhD, Profesor Epidemiologi dan Dewan Pimpinan Nutrisi di T.H Harvard Chan School of Public Health.

 

 

Penulis: Adnandika Pangestu

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya