Liputan6.com, Jakarta Terapis wicara Jaqueline Cotton asal Australia harus berjuang setiap hari membesarkan buah hatinya yang mengalami gangguan bicara. Alexander, anak laki-laki Jaqueline didiagnosis dispraksia--gangguan yang membuat anak kesulitan merencanakan dan mengeksekusi gerakan tubuhnya sendiri.
Anak pun didera gangguan bicara. Pada waktu Alexander berusia 3 tahun, lingkungan sekitarnya sebenarnya mendukung penggunaan bahasa dengan baik.
Advertisement
Komunikasi bahasa yang bagus dapat mendorong anak memahami bahasa. Namun, sesuatu terjadi pada Alex. Perkembangan Alex tidak mencapai standar layaknya teman-teman seusianya.
"Anak saya cenderung bergaul sendiri. Seolah-olah dia berada di dunianya sendiri. Agak cuek juga dan tidak bisa berkomunikasi dengan teman-teman lain. Waktu mendengar itu dari gurunya, saya sedih sekali," ungkap Jaqueline dalam acara Spekix 2019 di Jakarta Convention Center, ditulis Senin (26/8/2019).
Pada awalnya, Jaqueline tak menyadari ada sesuatu yang salah dengan anaknya. Ketika sang guru memberitahu kondisi Alex yang mengalami gangguan bicara, ia pun berpikir mencari terapis okupasi dan melatih anaknya sendiri untuk berbicara. Terapi okupasi untuk latihan mengerjakan sasaran yang terseleksi untuk meningkatkan kemandirian individu.
Ia mengobrol dengan salah satu rekannya yang seorang terapis okupasi. Setiap minggu Alex dilatih dengannya selama satu jam. Meski terbilang teman, Jaqueline menyampaikan, memperlakukan dirinya sebagai seorang ibu, bukan terapis wicara.
"Saya bilang ke teman saya, 'Jangan memperlakukan saya sebagai terapis. Anggap saya sebagai ibu yang tidak tahu apa-apa soal terapi," ujar Jaqueline.
Simak Video Menarik Berikut Ini:
Program Latihan untuk Si Kecil
Alex dilatih okupasi setiap minggu selama satu jam. Setiap latihan, Jaqueline selalu mengajukan pertanyaan kepada terapis okupasi. Pertama, apa tujuan melakukan terapi itu pada Alex. Kedua, mengapa hal itu penting buat Alex.
Ketiga, bagaimana dia mengembangkan kemampuan yang dipelajari seperti anak-anak normal. Keempat, bagaimana dirinya kembali mempraktikkan hal-hal rutin sehari-hari untuk melatih Alex.
"Saya melihat perkembangan anak saya. Rasanya terapi selama satu minggu satu jam itu tidak cukup. Alex tidak terlalu banyak berubah. Saya berpikir, 23 jam lain, 6 hari lain dalam satu minggu juga harus dimanfaatkan melatih Alex. Akhirnya, saya menciptakan program latihan sendiri buat Alex," tutur Jaqueline yang sudah menggeluti dunia terapis 16 tahun lamanya.
Latihan yang diciptakan Jaqueline bisa dilakukan Alex setiap hari di rumah. Penerapan aktivitas sehari-hari, seperti mencuci tangan dan menggosok gigi dilakukan berulang-ulang. Bahkan bisa dilakukan pengulangan sebanyak 10 kali dalam sehari.
Selama 8 bulan, Jaqueline menerapkan latihan hasil ciptaannya sendiri. Alex pun berhenti ikut terapi okupasi. Berkat latihan yang diberikan sang ibunda, Alex kini sudah bisa melakukan aktivitas harian. Daya ingat Alex mulai terlatih.
Â
Advertisement
Latihan Koordinasi Otak dan Gerak
Program latihan yang dijalankan Jaqueline untuk Alex, salah satunya cuci tangan. Pada mulanya, Alex tidak bisa mengkoordinasikan tangan sesuai garis tengah (di mana air keran tepat keluar). Tangannya perlu dipandu mengarah ke air yang mengalir.
"Jadi, tangannya harus diarahkan ke air keran yang keluar. Saya juga meletakkan sabun di dekat keran. Kalau cuci tangan kan harus pakai sabun. Dia nanti tahu, harus mengambil sabun. Semua koneksi ini melatih koordinasi otak dan gerak," jelas Jaqueline yang pernah bekerjasama dengan berbagai terapis okupasi di Australia, Filipina, India, Inggris, Indonesia, dan baru-baru ini di Singapura.
Selain itu, Alex juga dilatih mengambil mainan dan makanan. Misalnya, menaruh mainan dan makanan agak jauh dari tempat ia duduk. Cara ini melatih Alex bergerak dan fokus apa yang akan dia ambil.
"Berulang kali latihannya sampai 10 kali belajar. Latihan ini namanya crossing middle line. Jadi, kita sengaja menaruh sesuatu, seperti mainan pada dua sisi, bukan hanya satu sisi saja," Jaqueline menjelaskan.
Rutinitas Sehari-hari
Makna latihan yang diajarkan Jaqueline kepada Alex bertujuan menjaga diri sendiri agar anak mandiri dan bertanggungjawab. Anak pun akan nyaman dan punya kemampuan dapat melakukan hal-hal kecil yang bisa dilakukan sendiri di rumah.
"Walaupun dia punya kondisi yang istimewa dengan anak lainnya, dia tetap berkontribusi sebagai anak di rumah. Kita bisa duduk dan main bersama anak selama 10 menit. Mempraktikkan kalimat dan main kartu kosakata," Jaqueline menerangkan.
Rutinitas sehari-hari, misal menonton tv juga bisa melatih anak kosakata. Program Jaqueline yang berhasil diterapkan kepada anaknya pun ia kembangkan untuk klien-kliennya.
"Saya bekerjasama dengan terapis okupasi di beberapa negara. Memang sih budaya tiap negara itu kan beda-beda. Tapi program latihan yang saya ciptakan buat Alex tetap bisa dipergunakan secara umum. Cara mencuci tangan, bersih-bersih rumah ya pada dasarnya sama saja," tambah Jaqueline.
Advertisement