Liputan6.com, Jakarta Sayuran terutama yang berwarna hijau memang kerap kali tak jadi makanan favorit anak-anak. Tapi, rupanya individu dewasa pun ada yang tak suka mengonsumsi sayuran dan buah-buahan.
Jade Youngman contohnya. Wanita 25 tahun asal Inggris ini didiagnosis dengan Avoidant Restrictive Food Intake Disorder (ARFID) atau sederhanya memiliki fobia terhadap makanan tertentu.
Baca Juga
Menurutnya, buah dan sayuran tampak seperti sepiring kotoran hewan.
Advertisement
"Buah dan sayuran itu akan membuatku muntah bila memakannya. Itu akan membuatku tak bisa menutup mulut jika tersaji di depanku," ujar Jade.
"Aku tahu buah dan sayur itu tak akan membuatku mati jika kumakan. Rasanya pun mungkin enka, tapi aku tak mampu meletakkannya di mulutku," Jade menjelaskan tentang fobia makanan yang dialaminya.
Â
Memilih makanan olahan
Alih-alih makan buah dan sayur, Jade selalu memilih makanan yang telah diproses, karbohidrat sederhana, serta produk susu. Menurutnya itu jenis makanan yang aman. Jade pun enggan mencoba jenis makanan baru lainnya.
"Aku selalu makan nugget ayam, pizza, pasta dengan keju dan keripik. Pada dasarnya semua makanan yang diproses," jelas Jade, melansir laman New York Post.
Sejak usia 3 tahun, Jade selalu memilih makanan. Dokter pernah memperingatkan orangtuanya bahwa kebiasaan itu akan terus terbawa hingga dewasa. Meski begitu, orangtua Jade sama sekali tak bisa mengingat apakah ada makanan yang membuat anak mereka trauma semasa kecil sehingga memicu gangguan makan tersebut.
Jade juga mengatakan, masalah sebenarnya bukan terletak pada rasa makanan, melainkan pada tekstur makanan. "Meski aku menyukai rasanya, otakku tak akan membiarkanku memakannya," ucap Jade.
Jade didiagnosis ARFID pada 2013. Meski kondisi itu pada sebagian besar pasien dipicu oleh rasa, tekstur dan aroma makanan, sebagian lainnya justru mengalami gangguan karena pengalaman tersedak atau muntah seusai makan makanan tertentu.
Advertisement
Sulit bersosialisasi
Jade mengaku, gangguan makan yang dialaminya membuatnya kesulitan bersosialisasi. Banyak orang menghakiminya.
"Mereka tak mempercayaiku. Seringkali mereka menyodorkan makanan dan berkata, 'Kenapa enggak dicoba? Kamu akan menyukainya.' Tapi aku tahu itu akan membuatku mual."
Bukan hanya kehidupan sosialnya terganggu, Jade juga khawatir pola makannya akan berdampak buruk bagi kesehatan. Apalagi setelah dia tahu ada remaja Inggris dengan pola makan serupa yang berujung mengalami kebutaan akibat kurang gizi.
"Aku tak kehilangan penglihatan. Tapi latar belakang remaja itu serupa denganku. Jadi aku benar-benar khawatir. Aku tahu ini memengaruhi kesehatanku," cetusnya.
Jade juga mengeluhkan mudah lelah akibat kurang zat besi atau defisiensi iron. Untuk mengatasinya, dia mengonsumsi suplemen zat besi. Namun dia kesal karena dokter sepertinya tidak merespons keluhannya secara serius. Jade mengatakan benar-benar ingin mengatasi gangguan makannya.
Â
Â