Dokter di AS Hidupkan Lagi Jantung yang Mati untuk Transplantasi

Para dokter di AS menghidupkan kembali jantung yang sudah mati untuk ditransplantasikan ke penerima donor

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 05 Des 2019, 20:00 WIB
Diterbitkan 05 Des 2019, 20:00 WIB
Ilustrasi jantung (iStock)
Jika keluarga memiliki riwayat penyakit jantung, perlu memperhatikan beberapa hal. (iStock)

Liputan6.com, Jakarta Para dokter di Amerika Serikat berhasil menghidupkan kembali organ jantung yang sebelumnya sudah mati, untuk selanjutkan ditransplantasikan ke pasien yang membutuhkan.

Jantung tersebut dihidupkan oleh para dokter dari Duke University menggunakan mekanisme sirkulasi buatan pada hari Minggu pekan lalu. Organ ini lalu diberikan kepada seorang pasien yang merupakan veteran militer berusia 60 tahun

Dilansir dari Fox News pada Kamis (5/12/2019), dokter menggunakan teknik warm perfusion. Cara ini dilakukan untuk menyirkulasi darah, oksigen, dan elektrolit melalui jantung yang sudah mati. Teknik ini pertama kali digunakan di Royal Papworth Hospital di Inggris pada tahun 2015.

Menurut para dokter, cara ini merupakan sebuah langkah besar untuk mengurangi waktu daftar tunggu, kematian para pasien, hingga potensi bertahan hidup dengan lebih baik. Organ yang digunakan sendiri berasal dari seorang pria 26 tahun yang meninggal karena serangan jantung.

Simak juga Video Menarik Berikut Ini


Langkah Maju Mengatasi Daftar Tunggu

20151013-Ilustrasi-Serangan-Jantung
Ilustrasi Serangan jantung (iStockphoto)

Dikutip dari CBS News, pada transplantasi jantung biasa, para dokter akan mengambil organ dari donor yang sudah mati otak namun jantungnya masih berdetak dengan normal.

"Jadi mereka mengambil jantungnya dan memasukkannya ke dalam pendingin," kata ahli jantung Tara Narula di Lenox Hill Hospital Northwell Health, New York. Selain itu, setidaknya dibutuhkan sekitar enam jantung agar organ tersebut bisa diberikan kepada pasien.

Narula mengatakan, cara ini juga bisa membantu apabila pasien berada dalam jarak yang jauh.

"Ini pertama kalinya di Amerika Serikat yang merupakan masalah besar karena kebutuhan dan volume transplantasi sangat tinggi. Namun beberapa tempat di seluruh dunia, termasuk Papworth, telah mempelopori upaya ini," kata kepala program transplantasi Duke University Medical Center, Jacob Niall Schroder.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya