Ada di Hewan, Tidak Semua Virus Corona Bisa Menular ke Manusia

Peneliti dari IPB mengatakan bahwa tidak semua virus corona di hewan merupakan penyebab zoonosis

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 14 Feb 2020, 16:00 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2020, 16:00 WIB
Ciri-ciri Kucing Stres
(Sumber: iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Virus corona sesungguhnya juga terdapat di beberapa hewan. Walaupun begitu, tidak semuanya bersifat zoonosis dan bisa menginfeksi manusia.

"Kita tidak boleh menggeneralisasikan, kalau ada virus corona di kucing, itu ada, di anjing, itu merupakan sesuatu yang zoonotik," kata peneliti senior pada Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor, Joko Pamungkas di Jakarta, pada Rabu pekan lalu, ditulis Jumat (14/2/2020).

Joko mengatakan, penyakit zoonotik bisa menular dari hewan ke manusia, apabila ada kemiripan reseptor (bagian permukaan sel yang menangkap virus) antara hewan dan manusia terhadap satu patogen.

"Tidak kemudian seperti rabies dari anjing ke manusia. Itu karena memang ada reseptor yang mirip, yang serupa, baik di anjing maupun manusia, terhadap virus tersebut," kata Joko.

Simak Juga Video Menarik Berikut Ini

Pentingnya Surveilans Hewan Pembawa Virus

Peneliti Senior pada Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor, Joko Pamungkas
Peneliti Senior pada Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor, Joko Pamungkas mengatakan, tidak semua virus corona di hewan bisa menular ke manusia (Liputan6.com/Giovani Dio Prasasti)

Selain itu, Joko menegaskan bahwa apabila berbicara soal virus corona, Tidak semuanya juga merupakan penyebab COVID-19.

"Saya tidak ingin masyarakat menyatakan, kalau kita bicara virus corona, itu pasti yang COVID-19 ini. Karena ada ratusan spesiesnya. Banyak sekali," kata Joko.

Maka dari itu, untuk mencegah terjadinya penularan penyakit baru muncul, Joko mengatakan bahwa diperlukan sebuah surveilans Betacoronavirus pada hewan reservoir yang ada di Indonesia.

Berdasarkan penelitiannya di beberapa wilayah di Pulau Sulawesi, Joko mengungkapkan setidaknya dibutuhkan paling tidak butuh hingga sebulan sekali untuk melakukan surveilans sehingga deteksi pun juga lebih baik. Maka dari itu, surveilans yang ia lakukan empat kali dalam setahun, pun dirasa masih tidak cukup.

"Tentunya itu adalah pekerjaan yang tidak dilakukan oleh satu institusi. Makanya pendekatan One Health sangat, sangat ideal, untuk situasi seperti ini," kata Joko.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya