Zat Radioaktif Ditemukan di Perumahan Warga Tangsel, Seperti Apa Efek Radiasi bagi Kesehatan?

Secara alami, setiap hari manusia terpapar radiasi.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 04 Jan 2021, 18:29 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2020, 19:15 WIB
Sebidang tanah di RT 17/04 Perumahan Batan Indah, Setu, Kota Tangerang Selatan mengandung radioaktif.
Sebidang tanah di RT 17/04 Perumahan Batan Indah, Setu, Kota Tangerang Selatan yang mengandung radioaktif. (Liputan6.com/Pramita Tristiawati)

Liputan6.com, Jakarta Kandungan zat radioaktif Cesium 137 (Cs-137) ditemukan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) di sebuah tanah kosong di Komplek Perumahan Batan Indah, Serpong, Tangerang pada akhir Januari 2020.

Zat radioaktif tersebut ditemukan tersebar di lima titik area tanah kosong. Bentuknya menyerupai butiran gula pasir dan gumpalan tanah. Hal tersebut diungkap oleh Kepala Bagian Komunikasi Publik BAPETEN Abdul Qohar Teguh. Menurutnya, sebagian besar serpihan Cesium 137 itu bercampur dengan tanah, membentuk gumpalan.

Kepala Biro Hukum Kerjasama dan Komunikasi Publik BAPETEN, Indra Gunawan mengatakan, secara umum radioaktif memang mempunyai efek berbahaya bagi kesehatan, seperti mengakibatkan kanker dan mandul.

"Dampak kesehatan tentu ada, secara umum penyakit yang muncul yakni kanker lalu bisa juga mandul. Dan ini efek dalam dan efek tunda, jadi enggak spontan, seperti gatal-gatal," kata Indra, Tangerang Selatan, Sabtu (15/2/2020).

Namun, Indra memastikan, paparan radioaktif di perumahan itu tidak cukup mengkhawatirkan. Sebab, luasan paparan hanya sebatas lingkaran garis pengaman yang dipasang BAPETEN.

 

 

 

Simak Video Menarik Berikut Ini:

Apa Itu Radiasi?

Tanah Lapang Terpapar Radioaktif
Tim Kimia Biologi dan Radioaktif (KBR) Gegana Polri seusai mengambil sampel tanah yang terpapar radioaktif di Perumahan Batan Indah, Tangerang Selatan, Sabtu (15/2/2020). Sebuah area tanah kosong di Perumahan Batan Indah, terpapar radioaktif jenis Cesium-137. (merdeka.com/Magang/Muhammad Fayyadh)

Secara alami, setiap hari manusia terpapar radiasi. Mengutip laman Kesmas.kemkes.go.id, radiasi adalah energi yang terpancar dari materi (atom) dalam bentuk partikel atau gelombang.

Dalam keseharian, manusia bisa terpapar radon, gas radioaktif yang muncul dari bebatuan dan tanah yang menyebar ke udara dalam rumah maupun lokasi pertambangan bawah tanah. Sumber paparan radon dalam rumah berasal dari infiltrasi tanah, air tanah, serta material bangunan dengan radioaktivitas tinggi.

Radiasi radon dalam bentuk partikel juga dapat menyebar melalui udara atau menempel di debu sehingga bisa terhirup oleh manusia. Partikel tersebut juga bisa masuk ke air tanah dan tanaman pangan sehingga bisa tertelan oleh manusia.

Gas radon yang terhirup oleh manusia akan mengalami proses ionisasi dalam tubuh, khususnya di sel epitel paru.

Radiasi dapat dikelompokkan menjadi dua jenis berdasarkan efek yang ditimbulkannya, yakni radiasi pengion (radiasi dosis besar, -red.) dan radiasi non-pengion (radiasi dosis rendah, red-). Sementara menurut sumbernya, radiasi dapat berupa radiasi alam, buatan, dan kosmik, mengutip laman Batan.go.id. 

Menurut Badan peneliti radiasi PBB (UNSCEAR), rata-rata dosis efektif radiasi per tahun yang diterima manusia dari alam adalah 2,4 mSv, terdiri dari radiasi kosmik (0,4 mSv), gamma (0,5 mSv), radon (1,2 mSv) dan radiasi internal (0,3 mSv).

Efek Radiasi Pengion pada Kesehatan

Banner Infografis Geger Radioaktif di Tangerang Selatan. (Liputan6/Pramita)
Banner Infografis Geger Radioaktif di Tangerang Selatan. (Liputan6/Pramita)

Kerusakan radiasi pada jaringan atau organ tergantung pada dosis radiasi yang diterima, atau dosis yang diserap yang dinyatakan dalam unit yang disebut grey (Gy). Kerusakan potensial dari dosis yang diserap tergantung pada jenis radiasi dan sensitivitas jaringan dan organ yang berbeda.

Melansir laman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dosis efektif ini digunakan untuk mengukur radiasi pengion dalam hal potensi penyebab kerusakan. Sievert (Sv) adalah satuan dosis efektif yang memperhitungkan jenis radiasi dan sensitivitas jaringan dan organ. Ini adalah cara untuk mengukur radiasi pengion dalam hal potensi penyebab kerusakan. Sv memperhitungkan jenis radiasi dan sensitivitas jaringan dan organ.

Sv adalah unit yang sangat besar sehingga lebih praktis untuk menggunakan unit yang lebih kecil seperti millisieverts (mSv) atau microsieverts (μSv). Ada seribu μSv dalam satu mSv, dan seribu mSv dalam satu Sv. Selain jumlah radiasi (dosis), seringkali berguna untuk menyatakan laju pemberian dosis ini (laju dosis), seperti mikrosievert per jam (μSv / jam) atau millisievert per tahun (mSv / tahun).

Di luar ambang batas tertentu, radiasi dapat merusak fungsi jaringan dan / atau organ dan dapat menghasilkan efek akut seperti kemerahan pada kulit, rambut rontok, luka bakar radiasi, atau sindrom radiasi akut. Efek ini lebih parah pada dosis yang lebih tinggi dan tingkat dosis yang lebih tinggi. Misalnya, ambang batas dosis untuk sindrom radiasi akut adalah sekitar 1 Sv (1000 mSv).

Jika dosis radiasi rendah atau diberikan dalam jangka waktu lama (laju dosis rendah), risikonya jauh lebih sedikit karena ada kemungkinan lebih besar untuk memperbaiki kerusakan. Meski begitu, masih ada risiko efek jangka panjang seperti kanker, yang mungkin muncul bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun kemudian.

Efek jenis ini tidak akan selalu terjadi, tetapi kemungkinannya sebanding dengan dosis radiasi yang diterima. Risiko ini lebih besar terjadi pada anak-anak dan remaja, karena mereka secara signifikan lebih sensitif terhadap paparan radiasi daripada orang dewasa.

Studi epidemiologis pada populasi yang terpapar radiasi, seperti korban bom atom atau pasien radioterapi, menunjukkan peningkatan risiko kanker yang signifikan pada dosis di atas 100 mSv. Baru-baru ini, beberapa studi epidemiologis pada individu yang terpajan pada paparan medis selama masa kanak-kanak (CT pediatrik) menunjukkan bahwa risiko kanker dapat meningkat bahkan pada dosis yang lebih rendah (antara 50-100 mSv).

Sementara, dampak paparan radiasi pengion sebelum kelahiran dapat menyebabkan kerusakan otak pada janin setelah dosis akut melebihi 100 mSv antara minggu 8-15 kehamilan dan 200 mSv antara minggu 16-25 kehamilan. Sebelum minggu ke-8 atau setelah minggu ke-25 kehamilan, penelitian pada manusia belum menunjukkan risiko radiasi terhadap perkembangan otak janin. Studi epidemiologis menunjukkan bahwa risiko kanker setelah pajanan radiasi pada janin mirip dengan risiko setelah pajanan pada anak usia dini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya