Dampak COVID-19, Puluhan Terapis Wyata Guna Bandung Menganggur

Sebanyak 30 terapis (panti pijat) yang bekerja di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna Bandung menganggur dalam kurun waktu satu bulan setengah lalu.

oleh Arie Nugraha diperbarui 20 Apr 2020, 07:00 WIB
Diterbitkan 20 Apr 2020, 07:00 WIB
Disabilitas Netra Wyata Guna
Disabilitas Netra Wyata Guna

Liputan6.com, Jakarta Sebanyak 30 terapis (panti pijat) yang bekerja di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna Bandung menganggur dalam kurun waktu satu bulan setengah lalu. Hal itu terjadi akibat dampak pademi COVID-19 yang mengharuskan jaga jarak antar sesama manusia.

Menurut salah seorang terapis BRSPDSN Wyata Guna Bandung, Hendi, pengelola menutup seluruh operasional jasa pemijatan refleksi dan shiatsu sesuai dengan instruksi pemerintah. Penutupan operasional jasa pemijatan terkait COVID-19 itu berakibat terhadap tidak adanya pemasukan pendapatan.

“Saya harapannya kepada pemerintah kalau bisa sih ada bantuan. Ya maaf - maaf kata, kalau bisa ada bantuan buat kami - kami ini. Ya karena kami juga bekerjanya untuk pemerintah juga gitu. Kalau bisa pemerintah kan mau meluncurkan bantuan - bantuan misalkan dari provinsi atau dari mana, ya harapan saya sih mestinya pas lah dalam memberikannya,” kata Hendi saat dihubungi melalui telepon, Bandung, Minggu, 19 April 2020.

Hendi menjelaskan rincian pegawai terapis yang diberhentikan aktivitasnya terdiri dari enam terapis shiatsu enam orang, enam orang terapis senior, delapan orang terapis refleksi ditambah empat orang penerima pendaftaran dan dua petugas rumah tangga. Hendi mengaku selama tidak bekerja, seluruhnya menganggur.

 

Belum Ada Bantuan

Hendi menuturkan kini tidak memiliki pekerjaan selain keahliannya sebagai terapis. Sedangkan pengelola Wyata Guna sendiri, ucap Hendi, tidak memberikan bantuan sama sekali.

“Untuk kami para pemijat belum ada bantuan. Tapi tidak tahu ya, tidak ada pemberitahuan atau berita soal itu. Kalau saya sendiri merupakan tenaga honorer di Wyata Guna untuk jadi instruktur terapis juga. Tapi itu juga belum ada kejelasannya untuk bulan April, kalau bulan Maret saya masih dibayar,” ucap Hendi.

Hendi menyebutkan akan menanyakan langsung perihal honor yang biasanya diterima kepada kepala seksi rehabilitasi sosial Wyata Guna. Hendi menuturkan sementara uang potongan hasil kerjanya, untuk tarif jasa seorang pasien senilai puluhan ribu rupiah oleh Wyata Guna, tidak dialokasikan sebagai tabungan.

Karena menurut perjanjian tutur Hendi, uang potongan itu digunakan sebagai ongkos pengembangan keahlian dan operasional lokasi praktek terapis tempat dia bekerja. Sehingga tidak dimungkinkan, mengajukan bantuan dana dari dana tersebut. (Arie Nugraha)  

Saksikan juga Video Menarik Berikut Ini

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya