Liputan6.com, Jakarta - Ramadan tahun ini berbeda dari bulan puasa tahun-tahun sebelumnya. Bulan puasa yang kali ini jatuh pada 24 April hingga jelang akhir Mei 2020 mendatang terasa lebih sendu dan tak semeriah biasanya. Kondisi ini tak lepas dari pandemi Corona COVID-19 yang melanda dunia.
Data yang dihimpun oleh Johns Hopkins University memperkirakan, ada 185 negara, termasuk Indonesia, yang telah terdampak Virus Corona baru. Hingga 24 April 2020, pukul 20.06 WIB, situs gisanddata.maps.arcgis.com menunjukkan total kasus positif COVID-19 yang terkonfirmasi di seluruh dunia telah mencapai lebih dari 2,7 juta orang.
Baca Juga
Virus SARS-CoV-2 telah merenggut 191.614 jiwa di dunia. Transmisi COVID-19 yang begitu cepat melalui droplet atau cairan hidung dan mulut serta permukaan benda yang terkontaminasi telah mengubah pola hidup masyarakat.
Advertisement
Pemangku kebijakan negara-negara yang terdampak mengambil langkah antisipatif penyebaran virus dengan menerapkan pola hidup baru: pembatasan interaksi sosial yang diwujudkan dengan beraktivitas dari rumah, menggunakan masker, karantina mandiri bagi individu dengan kondisi dan status kesehatan tertentu, hingga karantina wilayah.
Hal itu tentunya juga berdampak terhadap tradisi dan kebiasaan di bulan Ramadan. Jika biasanya umat Muslim menjalankan ibadah puasa dengan berbuka bersama atau sholat tarawih di masjid beramai-ramai, kali ini terpaksa dilakukan tanpa berkelompok, hanya bersama anggota keluarga inti, di rumah masing-masing.
Gejala dan karakteristik virus yang tidak pasti dan terus berubah tengah diteliti para ilmuwan di dunia. Jumlah orang yang terinfeksi semakin meningkat. Para ilmuwan berlomba dengan waktu, berusaha memahami lebih dalam tentang Virus Corona jenis baru ini demi menemukan penawarnya. Dengan semakin banyak informasi yang digali mengenai coronavirus, rumor yang mengiringinya pun semakin banyak sehingga tak sedikit pihak bertanya-tanya, amankah berpuasa di tengah pandemi COVID-19?
Adalah hal yang wajar apabila muncul rasa khawatir dipicu oleh kondisi yang tak pasti seperti yang tengah dihadapi oleh sebagian besar warga dunia saat ini. Ada anggapan, puasa melemahkan imunitas tubuh dan berpengaruh pada risiko terjangkit COVID-19. Benarkah demikian?
Berbeda dengan anggapan tersebut, Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Asrorun Ni'am Sholeh menyampaikan, menjalankan puasa Ramadan juga dapat membentuk benteng dari paparan COVID-19. Hal itu selaras dengan makna dan anjuran Syariat Islam, puasa akan melahirkan kesehatan.
"Ini disebutkan melalui potongan ayat yang berbunyi, 'Berpuasalah, niscaya akan melahirkan kesehatan.' Puasa Ramadan yang benar dengan konsumsi makanan seimbang, menu makanan sehat, dan gaya hidup sehat," ungkap Asrorun di Graha BNPB, Jakarta, melalui keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com.
"Dengan kita berpuasa yang benar, akan melahirkan imunitas tubuh dan mencegah paparan COVID-19."
Asrorun mengatakan, menjalankan ibadah puasa Ramadan pun dengan memerhatikan aspek tuntunan makan makanan yang seimbang dan menyegerakan berbuka dengan yang manis. Tidak lupa dengan memperbanyak air putih, dan tidak berlebihan saat menyantap makanan sahur.
"Ada barokah di dalam sahur bersama keluarga. Kita bisa membicarakan banyak hal bersama-sama pada saat itu," ujarnya.
Sementara itu, spesialis penyakit dalam Iris Rengganis menjelaskan, puasa Ramadan aman dilakukan di tengah pandemi COVID-19 dan individu yang menjalankannya bisa tetap sehat apabila mematuhi aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan tetap beraktivitas di rumah (stay at home).
"Perbanyak minum dan tidur cukup. Boleh juga dapat tidur lebih cepat (sehingga bangun sahur segar), konsumsi makanan yang sehat," Iris menerangkan.
Saran tersebut sekaligus menepis kehawatiran bahwa kondisi dehidrasi yang dipicu oleh kurangnya asupan cairan saat puasa membuat seseorang berisiko terinfeksi COVID-19.
Senada dengan Iris, dokter spesialis gizi klinik Dr. Tirta Prawita Sari juga mengimbau agar masyarakat mematuhi anjuran pemerintah untuk tetap di rumah. Soal asupan gizi bagi orang yang berpuasa di tengah pandemi COVID-19 seperti saat ini, Tirta mengatakan tidak ada anjuran khusus selain konsumsi gizi seimbang. Menurutnya, kebutuhan gizi individu yang sehat sama saja dengan sebelum COVID-19 merebak.
“Asupan gizi sama saja, karena anjuran dietnya kan gizi seimbang. Jadi kalau sebelum pandemi sudah makan gizi seimbang, pada saat pandemi juga makan gizi seimbang. Perubahan asupan gizi hanya terjadi kalau tubuh kita mendapatkan pemicu dari luar,” ujarnya ketika dihubugi oleh Health-Liputan6.com.
Pemicu dari luar dapat berupa infeksi, luka, baik infeksi COVID-19 maupun penyakit lainnya. “Kalau tubuh kita sehat, tidak ada infeksi, tidak ada luka, maka kebutuhan kita sama saja. Enggak perlu ada perbedaan.”
Tirta menambahkan, tidak ada anjuran khusus untuk menghadapi puasa kali ini. Hal terpenting adalah menjaga tubuh agar tidak terinfeksi.
“Kebersihan diri harus dijaga, jangan keluar, jangan lupa cuci tangan, jadi tubuh kita tidak usah berlebihan kalau tidak ada pemicu dari luar, kalau ada pemicu baru minum tambahan. Makan yang baik ikuti anjuran gizi seimbang itu cukup.”
“Karena begitu kita terserang infeksi, kebutuhan kita akan lebih banyak. Makan yang seimbang, pastikan untuk memperhatikan cairan pada saat berbuka dan sahur. Multivitamin hanya ketika kita tahu bahwa kita butuh. Berikan pada orang lain yang sedang sakit atau pada dokter yang membutuhkan,” lanjutnya.
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Bolehkah ODP dan PDP Berpuasa?
Bagi orang dalam pengawasan (ODP), Tirta mengatakan, boleh berpuasa selama tidak ada gejala dan tidak memiliki kebutuham untuk meminum obat secara rutin. Sedangkan pasien dalam pengawasan (PDP) dianjurkan untuk tidak berpuasa dulu mengingat asupan obat harus dikonsumsi secara rutin. “Prinsipnya sesuai kebutuhan saja, kalau ada obat yang perlu diminum ya tidak puasa.”
Hal ini juga berlaku untuk orang dengan penyakit komorbid, seperti diabetes dan jantung. Asupan yang dibutuhkan tergantung pada penyakit yang diderita.
“Orang komorbid membuatnya lebih berisiko untuk terkena COVID-19. Dia harus menghindari, jangan sampai terinfeksi. Kalau ada kebutuhan maka asupan gizi harus ditambah, kalau tidak ya tidak perlu bahkan pada pasien komorbid sekalipun.”
Senada dengan Tirta, Iris juga menyarankan agar individu yang tengah sakit agar tidak berpuasa dulu. Mereka dapat mengganti puasa tatkala kondisi badan sudah lebih baik. Iris juga menekankan bahwa untuk saat ini, puasa dengan tetap beraktivitas di rumah menjadi jalan terbaik.
"Lebih baik di rumah dulu, jangan ke mana-mana. Tarawih nanti juga bisa di rumah. Kalau kita tetap bepergian keluar kan ada risiko penularan. Misalnya, ketemu tetangga atau orang lain, kita enggak tahu mereka membawa Virus Corona atau tidak," lanjut Iris yang berpraktik di Mayapada Hospital, Jakarta Selatan.
Advertisement
Tak Buka Puasa Bersama dan Beribadah dari Rumah
Beberapa minggu menjelang Ramadan, Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) telah mengimbau umat Islam untuk tidak menggelar buka puasa bersama di tengah wabah COVID-19.
"Kita berharap buka puasa bersama ditiadakan, sholat tarawih dilaksanakan di rumah masing-masing, kemudian Nuzulul Qur'an juga ditiadakan, begitu juga tadarus di masjid akan ditiadakan," pinta Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag RI, Kamaruddin Amin melalui keterangan pers daring, Jumat (10/4/2020).
Pihaknya juga berharap selama bulan Ramadan, umat Islam di Indonesia tetap menjaga pembatasan sosial secara fisik guna memerangi COVID-19 dengan cara mencegah penyebarannya.
"Mudah-mudahan pelaksanaan ibadah di rumah masing-masing Insyaallah tidak mengurangi kualitas ibadah kita, tidak mengurangi pahala kita karena kita sedang keadaan darurat," katanya.
Kamaruddin juga meminta umat Islam untuk mematuhi segala kebijakan pemerintah. Menurutnya kebijakan pemerintah terhadap rakyat pasti demi kemaslahatan rakyat.
Di luar itu, Kamaruddin juga meminta masyarakat untuk mengikuti protokol kesehatan dalam segala aktivitasnya. Baik itu mencuri tangan, maupun menggunakan masker jika bepergian ke luar rumah.
"Kita menjaga jarak minimal satu sampai dua meter. Kita berada di rumah, stay at home dan kita lakukan ibadah di rumah dan tidak mudik menjelang Idul Fitri," imbaunya.
Beribadah di Rumah
Selain itu, imbauan lain yang juga diserukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan organisasi keagamaan di Tanah Air adalah melaksanakan ibadah seperti salat tarawih di rumah, bukan di masjid.
Sekretaris Fatwa MUI, Dr KH Asrorun Niam, mengatakan, menggeser aktivitas ibadah dari masjid ke rumah karena pandemi COVID-19 tidak mengurangi seinci pun ketakwaan manusia kepada Sang Pencipta.
"Rasullah Shallallahu Alaihi Wassalam di dalam hadis sahih meriwayatkan, terangi rumah-rumah kita dengan aktivitas salat. Jangan jadikan rumahmu bak kuburan yang tidak pernah ada aktivitas ibadah sama sekali," kata Asrorun dalam keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com.
Pandemi Corona yang sedang terjadi di Indonesia saat ini, lanjut Asrorun, seharusnya dijadikan momentum untuk kita memancarkan cahaya-cahaya Illahi di rumah. Caranya, dengan sholat berjamaah dan baca Alquran bersama keluarga.
"Ini adalah hikmah di balik peristiwa. Mungkin selama ini kita terbiasa melaksanakan sholat tarawih di kantor atau di masjid, dan berbuka pun sama teman-teman di kantor. Sekarang, kita mengerjakan di rumah bersama keluarga," ujarnya.
Asrorun, menegaskan, tidak ada hal yang dikurangi di dalam pelaksanaan ibadah di rumah.
"Masjid tetap bisa dipakai untuk mengumandangkan adzan pada saat waktu sholat, sebagai pusat informasi kegiatan keagamaan, bahkan bisa menjadi pusat informasi pencegahan dan juga penanggulangan COVID-19," kata Asrorun.
"Atau juga masjid bisa dijadikan posko penanggulangan, bahkan jika memungkinkan untuk menjadi pusat isolasi mandiri bagi saudara-saudara kita yang kebetulan tidak memiliki tempat yang memadai," Asrorun menekankan.
MUI mengajak umat Islam untuk menjaga keselamtan diri dan juga orang lain saat melaksanakan ibadah dengan tetap mematuhi protokol sehat. Serta memastikan segala aktivitas yang dikerjakan jangan sampai membuat tetangga takut. Pastikan untuk meminimalisasi potensi penularan.
"Selain itu, pastikan juga tetangga yang terkena dampak tidak mengalami kesulitan, dengan cara menyisihkan harta yang kita punya," katanya.
Meningkatkan Imunitas dari Ketenangan Jiwa, Probiotik dan Prebiotik
Menjaga imunitas tubuh tetap baik di tengah pandemi COVID-19 penting dilakukan. Praktik puasa selama Ramadan dipercaya bisa meningkatkan imunitas tubuh. Kondisi yang mengharuskan masing-masing orang beraktivitas di rumah saja memungkinkan umat muslim untuk memperbanyak ibadah salat dan zikir bersama-sama guna melahirkan ketenangan.
"Ibnu Sina menegaskan bahwa ketenangan yang dimiliki oleh seseorang akan melahirkan imunitas," ujar Asrorun.
"Dan sebaliknya, kepanikan akan melahirkan penyakit. Akan tetapi, penyakit ini akhirnya mengirimkan kita untuk lebih dekat sama Allah, karena doa-doa yang kita panjatkan," Asrorun menambahkan.
Selain beribadah, seperti telah disinggung sebelumnya, imunitas tubuh juga dipengaruhi oleh asupan makanan. Rajin konsumsi probiotik dan prebiotik menjadi solusi jitu. Kandungan dari makanan probiotik dan prebiotik dapat membentuk imunitas sehingga mampu melawan bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh.
Pemerhati kesehatan Ge Recta Geson menerangkan, probiotik adalah mikroba yang berguna untuk kesehatan. Prebiotik adalah makanan yang berfungsi sebagai asupan untuk bakteri baik (probiotik) dalam tubuh manusia supaya jumlahnya tetap terjaga.
"Makanan yang mengandung probiotik, misal makanan fermentasi seperti tape, tempe, dan yogurt. Probiotik yang baik mengandung beragam mikroba yang menguntungkan dan selaras dengan alam," terang Ge Recta kepada Health Liputan6.com melalui pesan singkat.
"Kalau prebiotik biasanya berupa makanan tinggi serat yang banyak terdapat pada buah dan sayuran."
Ge Recta menambahkan, konsumsi pangan yang sehat bergizi serta vitamin-vitamin sangat dibutuhkan tubuh. Peran probiotik dan prebiotik membentuk kembali mikrobiota yang sehat.
"70 hingga 80 persen imun di seluruh tubuh dibentuk dalam saluran cerna (gut). Mikrobiota memodulasi (mengubah atau memengaruhi) sistem imun, sehingga mampu melawan atau membunuh patogen apapun, termasuk virus," lanjut Alumni Fakultas Farmasi Ubaya Surabaya ini.
"Mikrobiota adalah seluruh mikroba dan materi genetiknya dalam tubuh yang berperan dalam mempromosikan kesehatan. Nah, karena pola makan dan hidup yang terpapar berbagai polutan dan beban tekanan (stres) dapat merusak mikrobiota dalam saluran cerna, perlu upaya pemulihan (imunitas) kembali."
Advertisement
Panduan WHO untuk Umat Muslim Berpuasa
Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan edaran di situs resminya agar umat muslim tetap sehat berpuasa saat Ramadan di tengah pandemi COVID-19
1. Memenuhi kebutuhan gizi dan hidrasi saat berbuka
Kekebalan tubuh yang ekstra saat bulan Ramadan tentu harus dimiliki. Selain mempertahankan stamina di kala bekerja dan berpuasa, cukup asupan gizi pun bisa meminimalkan risiko terinfeksi COVID-19.
Untuk itu, penting agar memperhatikan asupan gizi dan hidrasi saat berbuka. Cara mudahnya, Anda bisa mengonsumsi makanan segar, bukan kemasan, tak lupa memperbanyak minum air putih.
2. Tetap menjalankan aktivitas fisik
Aktivitas fisik juga diimbau untuk tetap dilakukan selama berpuasa. Meski memang ada pembatasan secara intensitas dan jenis gerakan yang dipilih, namun ini penting untuk tetap menjaga kebugaran. Mengingat penerapan pembatasan sosial, olahraga di dalam ruangan dan mengikuti kelas online lebih dianjurkan.
3. Menghindari penggunaan rokok dan tembakau
Penggunaan tembakau tidak disarankan dalam situasi apa pun, termasuk selama Ramadan dan saat pandemi COVID-19. Sebab, umumnya kapasitas paru-paru perokok sudah berkurang. Kondisi ini bisa meningkatkan risiko seseorang terjangkit Virus Corona dan menyebabkan seseorang tidak bisa menjalankan ibadah puasa dengan baik.
4. Memperhatikan pembatasan fisik dan kebersihan diri saat beramal
Bulan suci Ramadan rasanya tidak lengkap tanpa pemberian amal kepada orang yang membutuhkan dan para yatim piatu. Apabila Anda ingin tetap bersedekah, pastikan anjuran untuk pembatasan fisik dan menjaga kebersihan diri tetap diterapkan.
Contohnya tidak menciptakan kerumunan, mengantre dalam jarak yang ditentukan, menggunakan pelindung diri seperti masker, menghindari menyentuh wajah, dan senantiasa mencuci tangan dengan air dan sabun.