Liputan6.com, Jakarta - Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (PSTA-LAPAN) Bandung menyatakan penyakit COVID-19 berpotensi menjadi bioaerosol di atmosfer. Sehingga penularannya dapat menjangkau jarak lebih jauh dari 2 meter.
Menurut Peneliti dari LAPAN, Sumaryati, hal ini berdasarkan hasil studi yang menemukan bahwa virus ini terdeposisi di dalam partikel aerosol yang melayang-layang di udara. Meskipun demikian, kata Sumaryati, jangkauan penyebarannya tidak akan terjadi dalam jarak yang sangat jauh seperti puluhan kilometer.
Baca Juga
"Hal ini karena siklus hidup virus sebagai bioaerosol hanya sekitar tiga jam,ā kata Sumaryati dalam webinar Evaluasi PSBB dan Indirect Impact Covid-19 oleh LAPAN dan MAPIN Jawa Barat ditulis Bandung, Rabu, 20 Mei 2020.
Advertisement
Ā
Simak Video Menarik Berikut Ini
Sifat Aerosol
Sumaryati menambahkan, sifat aerosol yang higrokopis atau dapat menyerap air dapat membuat ukuran virus membesar karena kelembapan di atmosfer yang tinggi. Pada malam, hari ungkap Sumaryati, saat lapisan atmosfer dalam keadaan stabil, aerosol yang berada di dekat permukaan akan cepat mengendap di atas permukaan tanah yang tidak jauh dari sumbernya.
Sementara itu pada siang hari, karena atmosfer cenderung tidak stabil, aerosol cenderung menyebar secara vertikal ke atas dan sulit mengendap.
āJika ada angin maka dapat tersebar jauh dari sumbernya,ā Sumaryati melanjutkan.
Ā
Advertisement
Kasus COVID-19 Tertinggi di Dunia
Di sisi lain, Sumaryati menjelaskan bahwa jumlah kasus kejadian yang tinggi di sebagian negara lintang menengah tinggi dan di negara lintang rendah dekat ekuator menunjukkan bahwa kasus COVID-19 memiliki tingkat keacakan yang tinggi, serta tidak ada keterkaitan antara lintang geografis dan sebaran Covid-19.
Meskipun demikian, studi di Brazil menunjukkan temperatur yang tinggi dapat mematikan virus dengan ambang batas sekitar 25 derajat Celcius.
Ā
PSBB Dibutuhkan
Hasil kajian literatur mengenai bioaerosol COVID-19 tersebut, merekomendasikan bahwa pemutusan mata rantai penyebaran tidak cukup dilakukan dengan menjaga jarak sosial (physical distancing) sejauh 2 meter, tapi diperlukan upaya untuk mengisolasi sumber dan menggunakan alat perlindungan diri berupa masker dan pelindung wajah.
"Oleh karena itu, kebijakan karantina wilayah dan PSBB harus terus dilakukan dengan mendasarkan kebijakan pada data sebaran harian COVID-19 yang valid,āĀ kata Sumaryati.
Advertisement