Bangun Kesadaran Bahaya Rokok pada Anak Lewat Pentas Teater

Rokok menjadi salah satu ancaman bagi kesehatan anak. Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mengemukakan bahwa industri rokok acap kali menargetkan anak-anak sebagai pangsa pasar terbesarnya.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 22 Agu 2020, 16:00 WIB
Diterbitkan 26 Jul 2020, 07:00 WIB
Teatrikal CISDI
Peringatan hari anak nasional CISDI. Foto: Dokumentasi CISDI, Kamis (24/7/2020).

Liputan6.com, Jakarta Perlu pendekatan yang menyenangkan untuk memberikan informasi kepada anak, termasuk mengenai bahaya merokok. Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) bekerja sama dengan Komunitas Cerita Cinta Anak Indonesia (CCAI) dan Keluarga Pendongeng menyajikan sebuah tayangan teatrikal yang diperankan oleh anak-anak Indonesia.

Teater bertajuk Persidangan Anak Indonesia: Ketok Palu terhadap Dugaan Kejahatan Industri Rokok yang Menargetkan Anak-anak  ini ditayangkan bertepatan dengan Hari Anak Nasional (HAN) pada Kamis, 23 Juli 2020.

Teater tersebut bercerita tentang industri rokok yang menjalani persidangan karena dianggap menargetkan anak-anak sebagai pangsa pasar. Berbagai tuntutan dilayangkan dan cerita berakhir dengan kemenangan anak-anak yang memperjuangkan haknya untuk terbebas dari asap rokok dalam rilis yang diterima Health-Liputan6.com. 

Simak Video Berikut Ini:

Angka Perokok Usia Anak Terus Meningkat

Teatrikal CISDI
Peringatan hari anak nasional CISDI. Foto: Dokumentasi CISDI, Kamis (23/7/2020).

CISDI menyebut sejak 1950, industri rokok menarget anak dan remaja usia 10-13 tahun sebagai konsumen utama (Campaign for Tobacco Free Kids, 2020). Cara pendekatan kepada anak-anak lewat penayangan iklan, promosi, dan sponsorship industri rokok dalam berbagai kegiatan yang dekat dengan anak dan remaja seperti konser musik, pertandingan olahraga, dan pemberian beasiswa pendidikan.

Global Youth Tobacco Survey 2019 mencatat 56 persen pelajar mendapati orang merokok di dalam bangunan sekolah dan di luar kompleks sekolah. Yayasan Lentera Anak, dalam Laporan Pengawasan Iklan Rokok (2017) melaporkan bahwa 85 persen sekolah dari mulai TK hingga SMA dikepung oleh iklan rokok.

Saat ini iklan rokok juga masuk di internet. Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat dari 5.900 sampel, 91 persen remaja usia 15-19 tahun dan 66 persen anak usia 10-14 tahun adalah pengguna internet. Namun, belum ada kebijakan yang mengatur pemasangan iklan rokok di internet.

Kondisi tersebut membuat angka perokok pemula 10-18 tahun di Indonesia terus meningkat. Pada 2014 ada 7,2 persen, lalu naik menjadi 8,7 persen pada 2016, di 2018 naik lagi menjadi 9,1 persen menurut data Kementerian Kesehatan. 

Pemerintah sebenarnya sudah menerapkan beberapa regulasi yang membatasi paparan rokok kepada anak dan remaja. Seperti Peraturan Pemerintah No. 109/2012, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 64/2015 dan Peraturan Menteri PPPA No. 2/2009. Namun, pengawasan dan penegakkan hukum belum berjalan optimal seperti disamapikan CISDI.

Tanggapan Aktivis dan Forum Anak Nasional

Manik Marganamahendra, Aktivis Pengendalian Tembakau, menyampaikan, paparan rokok kepada anak-anak Indonesia semakin besar. Pemasangan iklan industri rokok pada internet dan media sosial turut meningkatkan potensi meningkatnya perokok pemula.

“Anak-anak Indonesia saat ini mulai menyadari bahwa mereka adalah target industri rokok yang strategis. Beberapa di antara mereka mulai bersuara dan menuntut perlindungan dari pembuat kebijakan,,” ujarnya dalam webinar CISDI, pada Kamis (23/7/2020).

Tristania Faisa Adam, Ketua Forum Anak Nasional, menyadari posisi anak-anak Indonesia sebagai target industri rokok. Mereka terus menyuarakan kebijakan yang berpihak pada perlindungan anak.

“Hari ini Forum Anak Nasional menyampaikan Suara Anak Nasional kepada Presiden dan Ibu Menteri PPPA. Poin ke-tujuh Suara Anak Nasional meminta Presiden dan Ibu Menteri PPPA untuk memantau dan memperketat peraturan terkait iklan, promosi, dan sponsor rokok di seluruh wilayah Indonesia,” katanya dalam kesempatan yang sama.

Ia menambahkan, survei dari Forum Anak Nasional mendapati ada beberapa warung yang sengaja menempatkan rokok di samping makanan anak. Ia juga masih melihat upaya promosi produk-produk rokok berbalut iklan dan kegiatan yang disponsori oleh industri rokok.

Paparan dari media-media yang mempromosikan rokok secara tidak langsung mendorong anak menjadi konsumen rokok. Hal itu belum ditambah dengan mudahnya anak-anak membeli rokok di sekitar sekolah.

“Cukup dengan Rp1.000 mereka bisa mendapatkan satu batang rokok. Menurut saya, tujuan industri rokok menjadikan anak sebagai target sudah terealisasi,” ujar Tristania.

"Jika pemerintah menginginkan Generasi Emas tahun 2045, pemerintah harus serius dan tegas dalam pembuatan kebijakan dan penegakan hukum. Saya ingin persidangan yang ditampilkan dalam Teatrikal Sidang hari ini menjadi kenyataan," tegas Tristania. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya