Cara Membedakan Kondisi Stres atau Gangguan Mental pada Anak

Psikolog klinis dewasa Fadhilah Eryananda mengatakan bahwa setiap gangguan mental memiliki kriteria diagnosis tersendiri.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 23 Agu 2020, 11:00 WIB
Diterbitkan 23 Agu 2020, 11:00 WIB
[Fimela] ilustrasi depresi
ilustrasi depresi | pexels.com/@pixabay

Liputan6.com, Jakarta Psikolog klinis dewasa Fadhilah Eryananda mengatakan bahwa setiap gangguan mental memiliki kriteria diagnosis tersendiri.

“Di klinis dewasa, setiap gangguan mental itu punya kriteria diagnosis untuk dapat mendiagnosis apa seseorang punya gangguan tertentu. Misalnya depresi, itu harus muncul mood yang low selama durasi 2 minggu sehingga hal-hal seperti itu saya jadikan patokan mana sebenarnya yang normal bermasalah dan mana yang sudah didiagnosis gangguan mental tertentu,” kata Fadhilah dalam webminar Bebas Stress Dampingi Anak School From Home (18/8/2020).

Ia menambahkan, ada analisis kriteria diagnosis yang perlu dipenuhi sehingga bisa ditentukan mana yang disabilitas mental dan mana yang non disabilitas tapi sedang bermasalah mentalnya.

“Tapi mungkin pada anak ada perbedaan tentang kriteria diagnosisnya. Tapi walau bagaimanapun konsultasi ke ahli sangat disarankan karena diagnosis dini sangat baik dilakukan.” 

Simak Video Berikut Ini:

Bedakan Anak Stres dengan Anak Penyandang Disabilitas Mental

Dalam kesempatan yang sama, psikolog anak, remaja dan keluarga Jovita Maria Ferliana, menjelaskan cara membedakan anak yang mengalami stres akibat pandemi COVID-19 dengan anak yang pada dasarnya memiliki disabilitas mental.

“Pertama kita bisa lihat dari sejak kapan ini munculnya. Misal, apa gejala sudah ada dari awal sejak kanak-kanak dan adakah gangguan yang sudah konsisten,” ujar Jovita.

Jika gejala tidak muncul sejak awal dan cenderung tiba-tiba disebabkan peristiwa tertentu, itu artinya bukan karena gangguan mental yang sudah ada sebelumnya, katanya.

“Tapi, walaupun itu gangguan mental yang sudah ada, tetap yang namanya gangguan mental itu perlu dikonsultasikan kepada pihak yang profesional, dalam hal ini bisa ke psikolog atau psikiater sesuai dengan usianya.”

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya