Liputan6.com, Jakarta Seorang pria Belgia dinyatakan sembuh dari masalah pencernaan yang membuatnya kerap mengalami mabuk dengan prosedur transplantasi tinja atau fecal transplant.
Dikutip dari New York Post pada Selasa (25/8/2020), pria 47 tahun itu datang ke rumah sakit pada 2016 setelah mengalami keracunan yang tak bisa dijelaskan selama beberapa bulan usai dirinya mengonsumsi antibiotik.
Baca Juga
Dokter menemukan bahwa kadar alkohol dalam darahnya sangat tinggi meski dirinya sudah tidak mengonsumsi minuman beralkohol selama empat hari. Ia pun didiagnosis mengalami auto-brewery syndrome (ABS).
Advertisement
Dalam latar belakang kasus di Annals of Internal Medicine, para dokter mengatakan bahwa ABS atau dikenal juga dengan sindrom fermentasi usus adalah kondisi langka di mana produksi etanol endogen di usus setelah seseorang mengonsumsi karbohidrat, menyebabkan peningkatan kadar alkohol dalam darah, rasa mabuk, macam-macam fungsi hati yang terganggu, serta indikasi lain dari keracunan etanol.
"Sebagian besar laporan mengasumsikan produksi etanol melibatkan fermentasi karbohidrat dengan pertumbuhan jamur yang berlebihan di usus," tulis para dokter.
Simak Juga Video Menarik Berikut Ini
Pengobatan Pertama Kurang Membantu
Dikutip dari Science Alert, dokter lalu memberikannya obat antijamur oral dan memintanya untuk melakukan diet rendah karbohidrat. Namun, strategi ini tak membantu banyak.
Peningkatan obat antijamur yang dikonsumsi empat pekan pun tidak berhasil. Pasien masih merasa mabuk dan istrinya bahkan bisa mencium bau alkohol di napasnya. Ia juga sempat ditilang karena mengemudi dalam kondisi itu.
Akhirnya, dokter melakukan pendekatan yang tak biasa yaitu transplantasi mikrobiota feses atau lebih dikenal dengan transplantasi tinja.
Pria itu pun mau melakukannya. Putrinya yang berusia 22 tahun ikut terlibat dengan mendonasikan sampel kotorannya. Prosedur itu pun berjalan dengan baik.
Advertisement
Lakukan Transplantasi Tinja
Tiga tahun kemudian, pasien belum pernah mengalami lagi gejala ABS-nya. Kadar etanol dalam darahnya juga normal dan ia diperbolehkan mengemudikan kendaraan lagi. Para dokter juga mencatat bahwa pria tersebut masih sesekali menikmati minuman beralkohol namun hanya jika ia menginginkannya.
"Berdasarkan pengalaman kami pada pasien ini, kami merekomendasikan dokter-dokter lain dengan sindrom fermentasi usus untuk mempertimbangkan pengobatan dengan transplantasi mikrobiotia feses, terutama jika terapi tradisional gagal," kata para dokter dalam laporan kasus mereka.
Mereka menambahkan, masih dibutuhkan penelitian tambahan terkait keamanan dari transplantasi semacam ini. Namun menurut para dokter, di masa depan, pendekatan semacam ini mungkin bisa menjadi terapi standar bagi sindrom fermentasi usus.
Diketahui, transplantasi tinja di beberapa tahun terakhir memang menjadi salah satu metode yang diperhitungkan untuk menyeimbangkan kembali mikrobiota usus pada kelompok orang tertentu.
Namun, strategi ini tampaknya hanya bekerja melawan beberapa infeksi. Selain itu ada potensi risiko mengancam nyawa yang perlu dipertimbangkan.