Liputan6.com, Jakarta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa 90 persen negara di dunia mengalami gangguan pada sistem pelayanan kesehatannya akibat pandemi COVID-19. Negara dengan berpenghasilan menengah dan rendah merupakan yang paling terdampak.
Dilansir dari laman resmi WHO pada Kamis (3/9/2020), temuan ini diungkap dalam survei indikatif pertama WHO mengenai dampak COVID-19 pada sistem kesehatan yang berbasis data dari 105 negara dari Maret hingga Juni 2020.
Baca Juga
Dalam laporan yang dirilis awal pekan ini, sebagian besar negara di dunia melaporkan banyaknya layanan kesehatan rutin dan elektif yang ditangguhkan, sementara perawatan kritis seperti skrining dan pengobatan kanker serta terapi HIV, mengalami gangguan berisiko tinggi khususnya di negara berpenghasilan rendah.
Advertisement
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, survei tersebut menyoroti celah dalam sistem kesehatan di dunia. Namun di sisi lain, ini memberikan informasi strategi baru untuk meningkatkan penyediaan perawatan kesehatan selama pandemi dan seterusnya.
"COVID-19 harusnya bisa jadi pelajaran bagi semua negara bahwa kesehatan bukanlah persamaan antara 'salah satu-atau.' Kita harus lebih mempersiapkan diri untuk keadaan darurat tetapi juga terus berinvestasi dalam sistem kesehatan yang sepenuhnya menanggapi kebutuhan orang-orang di sepanjang kehidupan."
Saksikan juga Video Menarik Berikut Ini
Gangguan yang Terdampak
Dalam laporannya, terungkap bahwa rata-rata negara di dunia mengalami gangguan di 50 persen dari 25 layanan pelacakan.
Bagian yang dilaporkan terganggu termasuk imunisasi rutin baik di layanan yang menjangkau masyarakat (70 persen) serta layanan berbasis fasilitas (61 persen), diagnosis dan pengobatan penyakit tidak menular (69 persen), keluarga berencana dan kontrasepsi (68 persen), pengobatan untuk gangguan jiwa (61 persen), dan diagnosis serta pengobatan kanker (55 persen).
Gangguan lain juga dilaporkan dari layanan kesehatan seperti diagnosis dan pengobatan malaria (46 persen), deteksi kasus dan pengobatan tuberkulosis (42 persen), dan pengobatan antiretroviral (32 persen).
Untuk layanan lain seperti perawatan gigi dan rehabilitasi, kemungkinan sengaja ditangguhkan sejalan dengan protokol pemerintah. Namun, gangguan seperti ini berpotensi memiliki efek berbahaya pada kesehatan penduduk jangka pendek, menengah, dan panjang.
Layanan darurat yang mampu menyelamatkan nyawa juga terganggu di hampir seperempat negara yang merespon. Layanan ruang gawat darurat 24 jamdi 22 persen negara misalnya, mengalami gangguan. Sementara transfusi darah mendesak di 23 persen negara terganggu. Selain itu, operasi darurat juga terpengaruh di 19 persen negara.
Advertisement