Kenali Gejala Sindrom MIS-C yang Muncul Setelah Anak Sembuh dari COVID-19

Sindrom MIS-C berisiko sebabkan kerusakan jantung pada anak yang sembuh dari COVID-19

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 08 Sep 2020, 10:43 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2020, 10:39 WIB
Kenya Beri Dukungan China Hadapi Virus Corona COVID-19
Para murid sekolah dasar Kenya memegang plakat untuk mengekspresikan dukungan kepada China di Nairobi, ibu kota Kenya, pada 19 Februari 2020. Banyak anak di seluruh dunia membuat lukisan sebagai wujud solidaritas terhadap perjuangan China memerangi epidemi coronavirus baru. (Xinhua/Li Yan)

Liputan6.com, Texas - Penyakit baru misterius yang disebut sindrom peradangan multisistem pada anak-anak atau sindrom MIS-C (multisystem inflammatory syndrome in children) telah mempengaruhi ratusan anak di seluruh dunia. Kondisi ini menghantui setelah anak-anak berjuang untuk sembuh dari COVID-19.

"Ini adalah penyakit anak-anak yang diyakini terkait dengan COVID-19," kata ahli neonatalogi dari Pusat Ilmu Kesehatan Universitas Texas di San Antonio, Dr Alvaro Moreira MD MSc.

Menurut Alvaro, sindrom MIS-C dapat muncul bahkan pada anak-anak yang dinyatakan terinfeksi Virus Corona yang tergolong sangat ringan.

"Kasus ringan bukan jaminan bahwa sindrom MIS-C yang mereka alami sama ringannya. Bisa juga berakibat fatal," kata dia.

Sindrom MIS-C ini bisa mengakibatkan kematian. Hal ini berdasarkan hasil tinjauan komprehensif yang dilakukan Alvaro bersama tim selama terjadinya pandemi COVID-19.

Alvaro, mengungkapkan, 11 dari 662 pasien anak-anak dengan sindrom MIS-C di dalam penelitian tersebut meninggal dunia.

Meskipun angka kematian yang diamati tampak rendah---sekitar 1,7 persen dari semua pasien anak-anak di dalam penelitian ini---tapi para peneliti melihat bahwa angka ini sebenarnya jauh lebih tinggi daripada angka kematian 0,09 persen yang diamati pada anak-anak dengan COVID-19.

"Dan, itu bencana bagi orangtua yang sebelumnya memiliki anak yang sehat, tapi kemudian dia termasuk dalam persentase yang sangat kecil dari individu yang mengembangkan sindrom MIS-C setelah terinfeksi COVID-19," kata Alvaro dikutip dari situs Sciencealert pada Selasa, 8 September 2020.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Simak Video Berikut Ini


Butuh Penelitian Lebih Lanjut Terkait Sindrom MIS-C pada Pasien COVID-19 Anak

FOTO: Infeksi COVID-19 di India Tembus 1 Juta Kasus
Seorang pria menggendong anak saat menunggu untuk berkonsultasi dengan dokter di fasilitas skrining COVID-19 di Jammu, India, Jumat (17/7/2020). India melewati 1 juta kasus virus corona COVID-19 atau tertinggi ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan Brasil. (AP Photo/Channi Anand)

Meski demikian, kata Alvaro, butuh penelitian lebih lanjut karena banyak yang belum mereka ketahui tentang sindrom MIS-C yang disebut memiliki begitu banyak wajah yang berbeda sehingga menyulitkan peneliti untuk memahaminya.

"Gambaran yang mulai muncul adalah sesuatu yang harus kami tangani dengan sangat serius," katanya.

Alvaro, mengatakan, di dalam kasus yang jarang terjadi yang berkaitan dengan sindrom MIS-C, mengetahui penanganan dini merupakan tindakan penting yang dapat menyelamatkan nyawa buah hati.

Menurut dia, anak-anak akan menunjukkan tanda atau gejala sindrom MIS-C setelah tiga sampai empat minggu dinyatakan sembuh dari COVID-19.

"Dan, banyak yang akan berkembang menjadi syok dan kegagalan kardiorespirasi," kata Alvaro.

Alvaro pun mengimbau agar para orangtua langsung mencari perawatan medis karena anak-anak dengan sindrom MIS-C akan mengalami dekompensasi dan sebagian besar anak memerlukan penanganan di ICU (Intensive Care Unit/Unit Perawatan Intensif).

"Secara keseluruhan, anak-anak akan selamat dari kondisi hiperinflamasi ini dengan pemberian IVIG, steroid," kata dia.

 


Mengenai Sindrom MIS-C di dalam Jurnal E Clinical Medicine

Kenya Beri Dukungan China Hadapi Virus Corona COVID-19
Para murid sekolah dasar Kenya memegang plakat untuk mengekspresikan dukungan kepada China di Nairobi, ibu kota Kenya, pada 19 Februari 2020. Banyak anak di seluruh dunia membuat lukisan sebagai wujud solidaritas terhadap perjuangan China memerangi epidemi coronavirus baru. (Xinhua/Li Yan)

Di dalam jurnal E Clinical Medicine, seperti dikutip dari situs Lancet, disebutkan bahwa perlu lebih banyak penelitian untuk memahami mengapa pasien COVID-19 anak rentan mengembangkan sindrom MIS-C setelah sembuh.

Dari ulasan yang ada, peneliti menemukan bahwa sindrom MIS-C lebih rentan dialami populasi Amerika-Afrika atau Afro-Karibia.

Ini berdasarkan tingkat kematian yang tidak proporsional pada anak-anak Amerika Afrika di Amerika Serikat antara usia lima sampai 17.

Temuan serupa juga diamati pada orang dewasa Amerika-Afrika, yang diketahui punya kecenderungan menjalani perawatan di rumah sakit dibandingkan ras kulit putih.

Selain itu, populasi berikutnya yang perlu diselediki adalah anak-anak obesitas. Di dalam jurnal tersebut, anak-anak yang kelebihan berat badan menyumbang 50,8 persen mengalami sindrom MIS-C.

Mekanisme yang diusulkan guna menjelaskan alasan anak obesitas rentan mengalami sindrom MIS-C meliputi;

1. Akumulasi sel inflamasi di jaringan adiposa

2. Sitokin terkait jaringan lemak bersifat prointflamasi

3. Gangguan fungsi pernapasan,

4. Sel adiposa memiliki lebih banyak virus SARS-CoV-2 di reseptor pengikat.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya