Larangan Pakai Masker Scuba dan Buff, Pakar Mikrobiologi: Itu karena Satu Lapis

Profesor Mikrobiologi UI mengatakan, permasalahan soal larangan penggunaan masker scuba dan buff dikarenakan lapisannya yang tak rapat

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 24 Sep 2020, 15:00 WIB
Diterbitkan 24 Sep 2020, 15:00 WIB
FOTO: Pandemi COVID-19, TNI - Polri Imbau Warga Patuhi Protokol Kesehatan
Warga memakai masker di RW 11, Kelurahan Pondok Kopi, Jakarta, Jumat (18/9/2020). Di masa pandemi COVID-19, TNI dan Polri bersinergi mengimbau warga untuk mematuhi protokol kesehatan dengan memakai masker saat beraktivitas di luar rumah. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) baru-baru ini mengimbau masyarakat untuk tidak menggunakan masker yang terbuat dari kain tipis berjenis scuba dan buff. Mereka menyebut, penggunaan kedua jenis masker itu tidak efektif dalam mencegah penularan virus corona penyebab COVID-19.

Menurut Pratiwi Pujilestari Sudarmono, Profesor Mikrobiologi di Universitas Indonesia, penjelasan dari imbauan tersebut sesungguhnya sederhana saja.

"Itu sih tidak usah dipikir pakai terlalu susah. Kita tahu bahwa scuba, contohnya, Anda ambil deh (masker) scuba itu, karena dia satu lapis. Jadi kalau Anda tiup dari belakang, pasti kerasa, kalau ada api di situ bisa mati langsung," kata Pratiwi saat dihubungi Health Liputan6.com pada Kamis (24/9/2020).

"Itu semata-mata karena dia (masker scuba) satu lapis. Sementara yang baik adalah minimal tiga lapis, sehingga kerapatan kain itu bisa dipercaya untuk menghambat masuknya partikel, debu, bakteri, dan virus meskipun tidak 100 persen."

Pratiwi mengatakan masker scuba umumnya memiliki kerapatan yang kurang. Jika dibandingkan dengan masker medis yang bukan tenunan, cara pembuatannya pun berbeda.

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

Masker Kain Tiga Lapis

Penutupan Kantor Kecamatan Kelapa Gading
Ondel-ondel mengenakan masker terpajang di depan Kantor Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta, Senin (21/9/2020). Kantor Kecamatan Kelapa Gading ditutup sementara selama 3 hari hingga Rabu (23/9) mendatang, pasca meninggalnya Camat Kelapa Gading, M Harmawan akibat COVID-19. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

"Kalau masker medis kan dia lembaran yang dicetak, dibuat secara kimiawi, sehingga tidak ada lubang sama sekali," ujarnya.

Pratiwi mengatakan metode meniup korek api atau lilin dengan menggunakan masker seperti yang sebelumnya sudah ia jelaskan, bisa menjadi cara mudah untuk menguji efektivitas masker dalam menyaring udara.

"Selama lilinnya masih bisa mati berarti dia masih bolong, udara masih bisa lewat. Padahal kerapatannya harus kurang dari 0,1 mikron kalau mau menahan virus."

Ia menjelaskan, masker kain umumnya memiliki kerapatan sekitar 0,3 mikron. Sementara masker N95 mampu menahan hingga 0,1 mikron. Namun, masker N95 hanya diperuntukkan untuk tenaga medis.

Untuk itu, Pratiwi tetap merekomendasikan penggunaan masker kain tiga lapis dalam aktivitas sehari-hari. Apalagi, saat ini banyak masker jenis tersebut yang dijual dengan harga lebih murah dari masker bedah.

"Itu sudah cukup. Jadi masalah (masker scuba dan buff) itu hanya lapisannya yang terlalu tipis."

Infografis Jangan Remehkan Cara Pakai Masker

Infografis Jangan Remehkan Cara Pakai Masker
Infografis Jangan Remehkan Cara Pakai Masker (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya