WHO: COVID-19 Mengganggu Pelayanan Kesehatan Mental Hampir di Seluruh Dunia

Pandemi COVID-19 telah mengganggu layanan kesehatan mental sebagian besar negara di seluruh dunia. Padahal, ini kondisi paling membutuhkan dukungan kesehatan mental.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 08 Okt 2020, 14:00 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2020, 14:00 WIB
Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus
Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. (Liputan6/AFP)

Liputan6.com, Jakarta Sebuah survei terbaru yang dilakukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menemukan, pandemi COVID-19 telah mengganggu layanan kesehatan mental sebagian besar negara di seluruh dunia. 

Di saat ini banyak orang membutuhkan layanan ini fakta menunjukkan pelayanan kesehatan mental tidak bisa beroperasi di 93 persen negara di dunia.

Survei tersebut menunjukkan bahwa lebih dari 60 persen negara melaporkan gangguan kesehatan mental bagi orang-orang yang rentan, termasuk anak-anak dan remaja (72 persen), orang dewasa yang lebih tua (70 persen) dan wanita yang membutuhkan layanan antenatal atau postnatal (61 persen).

Menurut WHO, meskipun 70 persen negara melaporkan mengadopsi telemedicine atau teleterapi sebagai pengganti layanan langsung, masih ada perbedaan yang signifikan dalam penggunaan intervensi ini.

Survei menunjukkan ada lebih dari 80 persen negara berpenghasilan tinggi menggunakan telemedicine dan teleterapi.  Sementara kurang dari 50 persen negara berpenghasilan rendah yang mengadopsinya.

Hasil tersebut menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk meningkatkan pendanaan di sektor tersebut. Sementara sejumlah negara kini sudah menderita kekurangan dana, kata WHO.

"COVID-19 telah mengganggu layanan kesehatan mental di seluruh dunia, tepat pada saat mereka paling dibutuhkan," kata Direktur Jenderal WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, seperti dilansir Foxnews.

"Para pemimpin dunia harus bergerak cepat dan tegas untuk berinvestasi lebih banyak dalam program kesehatan mental yang menyelamatkan jiwa ̶selama pandemi dan seterusnya.”

Sebelum timbulnya COVID-19, negara-negara menghabiskan kurang dari 2% dari anggaran kesehatan nasional mereka untuk layanan kesehatan mental dan akibatnya, mereka berjuang untuk memenuhi kebutuhan warga mereka.

Saat ini bahkan lebih penting sebagai dampak isolasi, kehilangan pendapatan dan ketakutan yang memicu kondisi kesehatan mental atau memperburuk kondisi yang sudah ada.

 

Simak Video Berikut Ini:

Orang dengan Gangguan Mental Meningkat

Selama krisis kesehatan global, diperkirakan orang mungkin mengalami peningkatan penggunaan alkohol dan narkoba, insomnia, dan kecemasan, catat WHO.

WHO mengungkapkan, bahkan virus itu sendiri juga dapat menyebabkan komplikasi neurologis dan mental, sebagaimana menurut penelitian terbaru, termasuk delirium, agitasi, dan stroke.

Orang yang sudah menderita gangguan mental, neurologis, atau penggunaan narkoba (yang juga berisiko lebih tinggi tertular virus) berisiko lebih tinggi mengembangkan penyakit parah atau bahkan berujung kematian.

Saat pandemi berlanjut, WHO mengatakan bahwa pendanaan yang lebih besar akan ditempatkan pada program kesehatan mental nasional dan internasional bagi telah menjadi korban kekurangan dana selama bertahun-tahun.

WHO kini mendesak negara-negara untuk memantau perubahan dalam pelayanan kesehatan.

Infografis Pandemi Belum Berakhir, Gelombang II Covid-19

Infografis Pandemi Belum Berakhir, Gelombang II Covid-19 Mengancam. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Pandemi Belum Berakhir, Gelombang II Covid-19 Mengancam. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya