Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, positif COVID-19 berdasarkan hasil swab test PCR yang dilakukan pada Minggu, 29 November 2020.
Selain Anies Baswedan, setidaknya ada lima kepala daerah di Indonesia yang dinyatakan positif COVID-19 dalam sepekan terakhir.
Melihat kejadian ini, Co-founder Kawal COVID-19, Elina Ciptadi, mengatakan, para pejabat pemerintah memiliki risiko lebih tinggi tertular Virus Corona baru ketimbang orang yang bekerja dari rumah.
Advertisement
“Mereka tidak mungkin di rumah terus. Mereka pasti tetap bertemu orang, tetap rapat, dan banyak acara yang harus dihadiri, itu tidak terhindarkan bagi pejabat pemerintah,” ujar Elina kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Rabu (2/12/2020).
Orang seperti Anies Baswedan, lanjut Elina, pasti akan bertemu dengan banyak orang dan tidak diketahui siapa di antara yang membawa Virus Corona penyebab COVID-19 dan mana yang tidak.
Kecuali dilakukan penelusuran kontak erat, dihubungi satu per satu, dan dites satu per satu. Hanya saja hal ini belum dilakukan.
Menurut Elina, jika pun sudah dilakukan, tapi hasil penelusurannya belum dibuka ke publik sehingga penular COVID-19 tidak dapat diketahui secara persis.
Elina mengatakan bahwa kapasitas testing COVID-19 Indonesia masih di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Hal ini secara otomatis membuat banyak orang tanpa gejala (OTG) tidak terdeteksi dan tidak diberi tindakan yang tepat.
“Semakin sedikit kita mengetes semakin banyak OTG di luar sana yang tidak terdeteksi. Sementara, tidak ada cara mudah untuk mengakhiri pandemi ini,” katanya.
Cara yang paling mungkin dilakukan adalah pengetesan secara luas guna memisahkan antara yang negatif dan positif COVID-19.
“Ini yang belum dilakukan secara masif oleh pemerintah Indonesia. Baik di level pemda maupun di level pusat. Penekanan tentang pentingnya tes masif, karantina, dan isolasi yang diawasi masih belum berjalan," kata Elina.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Video Berikut Ini:
Disebabkan Protokol Kesehatan COVID-19 Mulai Kendur?
Guna memecahkan masalah di atas maka tidak ada cara lain selain melakukan tes yang agresif, penelusuran yang agresif, dan karantina yang agresif, kata Elina.
“Sejak awal pandemi Corona cara menanganinya seperti itu,” katanya
Di satu sisi, kendurnya protokol kesehatan disebut sebagai salah satu faktor yang memperparah. Contoh kendurnya protokol kesehatan COVID-19 adalah ketika hendak berbicara di depan mikrofon masker diturunkan atau dilepas.
“Mikrofonnya didisinfeksi atau tidak sebelum dipakai atau setelah dipakai orang lain? Kita tidak tahu, tapi itu jadi faktor," ujarnya.
Dalam pelaksanaan protokol kesehatan masyarakat tidak bisa memilih ingin melaksanakan yang mana dan mengabaikan aturan yang mana. Namun, semua aturan harus dilakukan bersama-sama.
Bagi pemerintah 3T (tracing, treatment, dan testing) perlu dilakukan, di sisi lain masyarakat perlu menerapkan 3M yaitu mencuci tangan dengan sabun, memakai masker, dan menjaga jarak. Sedang, bagi pihak institusi seperti perkantoran, 3K perlu dikurangi yaitu kurangi kerumunan, kurangi kontak erat, dan kurangi kamar atau ruangan tertutup.
“Jadi 3M, 3T, 3K itu harus dilakukan, kita tidak bisa memilih salah satu,” pungkasnya.
Advertisement