Pakar: Lockdown Lebih Efektif Lawan Virus Corona COVID-19 Ketimbang PSBB

Lockdown seharusnya dilakukan di hari pertama pandemi Virus Corona COVID-19 terjadi di Indonesia

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 16 Des 2020, 19:00 WIB
Diterbitkan 16 Des 2020, 19:00 WIB
IDI Jakarta Minta PSBB Kembali Diperketat
Petugas Satpol PP berkeliling memberikan imbauan di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (6/12/2020). Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jakarta meminta pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kembali diperketat lantaran tren kasus Covid-19 yang terus melonjak di Ibu Kota (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Penanganan COVID-19 di Indonesia masih tidak maksimal bagi sebagian orang. Berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan masih dirasa tidak cukup untuk melawan penyakit yang disebabkan Virus Corona tersebut.

Berkaitan dengan hal tersebut, baru-baru ini Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia, Luhut Binsar Panjaitan, meminta Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengetatkan kebijakan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) hingga 75 persen mulai 18 Desember 2020 hingga 8 Januari 2021.

Namun, menurut Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio, kebijakan tersebut tidak akan efektif. Dia berpendapat bahwa kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) bukan cara terbaik melawan Corona. Jika melihat contoh kebijakan negara lain, lockdown dirasa lebih efektif ketimbang PSBB.

“Sejak Maret sudah saya katakan bahwa pandemi tidak bisa didobel-dobel dengan ekonomi. Selesaikan pandemi, begitu selesai ya sudah seperti negara-negara lain,” ujar Agus kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Rabu (16/12/2020).

Agus, menambahkan, Indonesia seharusnya bisa belajar dari kebijakan-kebijakan negara lain. Kebijakan-kebijakan tersebut perlu diramu dari berbagai negara agar mendapatkan kebijakan terbaik.

“Banyak yang bisa dicontoh tinggal kita ramu tidak hanya dari satu negara. Banyak yang lockdown dan beberapa negara tersebut sudah ke fase kedua sedangkan kita fase satu saja belum selesai," ujarnya.

Beberapa nama negara yang disebutkan Agus adalah Taiwan, Korea Selatan, Malaysia, dan Filipina. Walau demikian, ia mengaku bukan hanya itu faktornya. Faktor lain adalah tracing yang tidak sesuai dengan persyaratan organisasi kesehatan dunia (WHO) yaitu satu juta penduduk per satu kali uji.

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak Video Berikut Ini:

Jika Lockdown Dilakukan Sekarang

Walau lockdown disebut sebagai upaya yang lebih baik dari pengetatan WFH dan PSBB, namun jika kebijakan tersebut diterapkan sekarang maka sudah terlambat, kata Agus.

“Sudah terlambat, tidak akan berpengaruh dan orang akan protes. Sudah dibuka terus tutup lagi kan rugi mendingan kan sekaligus waktu awal pandemi.”

Dengan demikian, lanjut Agus, hal terbaik yang dapat dilakukan saat ini adalah mengikuti protokol kesehatan. Namun, pelanggaran protokol harus disertai sanksi yang jelas.

Sanksi sendiri dapat diberikan secara materil dan sanksi yang baik adalah sanksi yang membuat jera.

“Kalau sanksi hanya 250 ribu kecil sekali, minimal sanksi itu 1 juta, mau tertib tidak? Kalau tanpa sanksi mana bisa,” pungkasnya.

Infografis Vaksin COVID-19 dan Rencana Vaksinasi di Indonesia

Infografis Vaksin Covid-19 dan Rencana Vaksinasi di Indonesia. (Liputan6.com/Triyasni)
Infografis Vaksin Covid-19 dan Rencana Vaksinasi di Indonesia. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya