Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan bahwa semua vaksin COVID-19 yang akan digunakan di Indonesia, harus tetap mendapatkan izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA).
"Tentunya harus," kata Kepala BPOM Penny K. Lukito dalam konferensi pers virtual Jumat pekan lalu, ditulis Senin (11/1/2021).
Baca Juga
Penny mengatakan bahwa setiap negara memiliki otoritas obatnya masing-masing, yang bertugas meyakinkan dan memberikan jaminan untuk keamanan dan efektivitas vaksin, dan dalam pandemi seperti sekarang melalui Emergency Use Authorization.
Advertisement
"Karena datanya masih belum lengkap, cukup interim analisis tiga bulan, kita berikan Emergency Use Authorization, apabila data-data sudah mencukupi, untuk setiap vaksin mana pun juga," kata Penny.
Meski begitu, Penny mengatakan bahwa vaksin COVID-19 yang akan digunakan nantinya tidak harus selalu melewati uji klinis lagi di tanah air.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Pemberian EUA Bisa Lebih Cepat
"Untuk vaksin-vaksin yang sudah mendapatkan Emergency Use Authorization dari negara lain, maka akan lebih cepat proses pemberian EUA-nya," Penny melanjutkan.
Penny mengatakan, pemberian EUA nantinya dapat dilakukan berdasarkan data uji klinis yang diberikan dalam proses pemberian EUA dari regulator obat di negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Eropa, Kanada, atau Jepang.
"Itu adalah negara-negara yang sudah mendapatkan program reliance dengan Indonesia, sudah ada kerja sama dengan Indonesia, sehingga ada aspek kepercayaan dan kecepatan dalam pemberian izin," kata Penny.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo menyebut bahwa Indonesia telah memesan sebanyak 329,5 juta dosis vaksin COVID-19 dari berbagai pengembang.
"Kita pesan yang firm order dari Sinovac itu 3 juta (dosis) plus 122.500.000. Kemudian, dari Novavax itu 50 juta, dari COVAX-GAVI itu 54 juta, dari AstraZeneca 50 juta, dari Pfizer 50 juta vaksin," ia merincikan saat rapat terbatas di Jakarta pada Rabu pekan lalu.
Advertisement