Pakar Ungkap 50 Persen Penyintas COVID-19 Alami PTSD, Apa Itu?

Berdasarkan penelitian, sekitar 30 hingga 50 persen peyintas COVID-19 mengalami Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Feb 2021, 11:01 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2021, 11:01 WIB
Post Traumatic Syndrome Disorder (PTSD)
Post Traumatic Syndrome Disorder (PTSD)

Liputan6.com, Jakarta Pakar Pendamping dan Dukungan Psikososial Kebencanaan, Dr. Dra. Endang Mariani mengungkapkan, berdasarkan penelitian, sekitar 30 hingga 50 persen peyintas COVID-19 mengalami Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD).

"Berarti satu dari tiga penyintas juga mengalami hal yang sama (PTSD)," ujar Endang dalam diskusi di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Rabu (17/02/2021)

Endang menjelaskan, terdapat beberapa dampak yang dapat terjadi jika seseorang terkena PTSD. Di antaranya, selalu nerasa sendirian atau tersisih, sulit untuk berpikir, merasakan sesuatu yang menakutkan akan terjadi, sering merasa lelah, gangguan tidur, dan masih banyak lagi.

"Namun yang paling terlihat itu akan sulit bersosialisasi dan menurunnya produktivitas," jelas Endang.

Selain itu, para penderita PTSD disebut Endang, biasanya akan mengalami self-stigma atau sering menyalahkan diri sendiri. Namun, biasanya hanya menyerang di usia-usia tertentu.

"Mereka yang mengalami self stigma biasanya mereka yang di usia 18 sampai 22 tahun, dan 23 sampai 30 tahun.

Dengan rentang penderita di usia tersebut, maka Endang menyebut perlu adanya perhatian khusus yang diberikan, karena di usia tersebut pula, seseorang tengah mengalami quarter life crisis atau krisis psikologis yang biasa dialami orang berusia 20 hingga 30 tahun.

Cara Cegah PTSD pada Pasien COVID-19

Maka dari itu, Endang menyarankan, mereka yang sakit COVID-19 perlu mendapatkan perhatian dan pendampingan dari awal. Pasien disarankan bersikap terbuka, sehingga tenaga medis tahu kapan dia harus mendapatkan penanganan lebih lanjut.

“Apa yang kita temukan di awal menjadi satu hal yang bisa membuat kami pendamping psikologi itu bisa memberikan treatment yang tepat. Tidak ada kasus yang sama antara satu orang dengan orang lain. Butuh pendektan personal, pendampingan intensif sehingga kita tahu jalan keluarnya seperti apa,” ujar Endang.

Lebih lanjut, Endang menjelaskan, penyembuh utama PTSD adalah diri sendiri. Seseorang yang terserang gejala PTSD harus dibimbing melihat potensi diri yang ada, untuk menentukan bagaimana cara membantu meingkatkan potensi, meningkatkan resiliensi, dan menentukan strategi menghadapi masalah.

“Jadi penanganan di awal adalah kunci bagaimana seseorang bisa sehat bisa sembuh tidak hanya fisik tapi juga mental. 18-30 tahun adalah kelompok produktif. Kebayang dong kalau mereka alami gangguan psikologis berat dan membuat mereka berkurang produktivitasnya,” jelas Endang.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Secretary General-Asian Federation of Psychiatric Asociations, Dokter Nova Riyanti Yusuf menjelaskan bahwa terdapat perbedaan besar antara PTSD dengan stres pada umumnya.

"PTSD itu berbeda karena terjadinya minimal itu satu bulan, berbeda dengan stres umumnya yang hanya tiga hari," jelas Nova.

 

(Penulis: Rizki Febianto)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya