Enggan ke RS karena Pandemi, Pasien Hipertensi Diimbau Periksa Tekanan Darah di Rumah

Pemeriksaan tekanan darah di rumah menjadi penting sebagai cara deteksi dini dari hipertensi di masa pandemi COVID-19

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 02 Mar 2021, 15:00 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2021, 15:00 WIB
Ilustrasi hipertensi
Ilustrasi hipertensi. (Gambar oleh Thomas H. dari Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Hipertensi menjadi komorbid yang paling banyak ditemukan pada pasien COVID-19. Masalah tekanan darah tinggi sendiri merupakan salah satu kondisi kesehatan yang juga banyak ditemukan di Indonesia.

Tunggul D. Situmorang, President of Indonesian Society of Hypertension (InaSH) mengatakan, seseorang dengan hipertensi harus mampu mengelola kondisinya di masa pandemi.

Dalam siaran pers yang diterima Health Liputan6.com, Tunggul mengatakan pengelolaan hipertensi di masa pandemi, jika ditinjau dari sisi regimen terapinya, sebenarnya sama dengan di masa sebelum pandemi.

"Masalah yang dihadapi yaitu enggannya pasien hipertensi untuk follow-up ke rumah sakit atau puskesmas karena adanya batasan-batasan dan untuk menghindari paparan COVID-19," kata Tunggul, ditulis Senin (1/3/2021).

Tunggul pun mengatakan, pengukuran tekanan darah secara mandiri di rumah, bisa menjadi hal yang penting dan harus digalakkan. Selain itu, penggunaan telemedicine dengan pendekatan multi disiplin juga bisa jadi rekomendasi yang baik.

Eka Harmeiwaty, Sekretaris Jenderal InaSH mengatakan, hipertensi perlu dideteksi secara dini pada kelompok usia di atas 18 tahun. Hal ini demi menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat penyakit tersebut.

 

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Simak Juga Video Menarik Berikut Ini

Kendala Penegakkan Diagnosis Hipertensi

Hipertensi
Hipertensi. (Foto: rawpixel from Pixabay )

Eka menyebut, seringkali terdapat kendala dalam menegakkan diagnosis pasti hipertensi, karena adanya kategori yang disebut white coat hypertension (hipertensi jas putih) dan masked hypertension (hipertensi terselubung).

Hipertensi jas putih sering ditemukan pada pasien derajat 1 (tekanan darah siatolik 140-159 dan atau tekanan sistolik 90-99 mmHg) pada pemeriksaan di klinik, namun pada pengukuran di rumah tekanan darah normal.

"Pada individu ini tidak perlu diberikan pengobatan namun perlu pemantauan jangka panjang karena berisiko terjadi hipertensi di kemudian hari. Prevalensi diperkirakan 2,2 sampai 50 persen dan sangat di pengaruhi oleh cara pengukuran di klinik," kata Eka.

Sementara, hipertensi terselubung berarti tekanan darah yang normal saat diperiksa di klinik, namun pengukuran di luar klinik menunjukkan tekanan darah yang meningkat. Kondisi ini berisiko tinggi kerusakan organ.

"Untuk mengetahui hipertensi jas putih dan hipertensi terselubung dibutuhkan pemeriksaan tekanan darah di rumah (PTDR)," kata Eka.

Maka dari itu, pemeriksaan tekanan darah di rumah bisa bermanfaat di masa pandemi COVID-19. Apalagi, banyak pasien enggan ke rumah sakit, khususnya mereka yang berusia lanjut atau lansia.

"Hasil PTDR bisa dikonsultasikan kepada dokter yang merawat secara online baik dengan chatting via medsos atau telemedicine," kata Eka.

Menurut Eka, beberapa kelompok yang disarankan melakukan pemeriksaan tekanan darah di rumah adalah pasien hipertensi khususnya mereka dengan gangguan ginjal, diabetes, wanita hamil, serta pasien dengan kepatuhan pengobatan yang buruk."

Infografis Syarat Lansia, Komorbid hingga Ibu Menyusui Disuntik Vaksin Covid-19

Infografis Syarat Lansia, Komorbid hingga Ibu Menyusui Disuntik Vaksin Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Syarat Lansia, Komorbid hingga Ibu Menyusui Disuntik Vaksin Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya