[Kolom Pakar] Prof Tjandra Yoga Aditama: Vaksin COVID-19 AstraZeneca/Oxford

Pada 15 Februari 2021, WHO mengeluarkan EUL untuk dua versi vaksin COVID-19 AstraZeneca/Oxford, yaitu yang diproduksi oleh “AstraZeneca-SKBio” di Korea Selatan dan oleh “Serum Institute of India”.

oleh Prof Tjandra Yoga Aditama diperbarui 02 Mei 2021, 13:02 WIB
Diterbitkan 15 Mar 2021, 09:00 WIB
Prof Tjandra Yoga
Prof Tjandra Yoga Aditama (Foto: dok. Pribadi)

Liputan6.com, Jakarta - Sampai pertengahan Maret 2021 ada tiga--atau tepatnya empat--vaksin COVID-19 yang mendapat persetujuan penggunaan “Emergency Use of Listing (EUL)” dari World Health Organization (WHO). Yang pertama adalah vaksin buatan Pfizer/BioNTech pada 31 Desember 2020, dan pada 12 Maret 2021, WHO mengeluarkan EUL untuk vaksin Ad26.COV2.S produksi Janssen (Johnson & Johnson).

Pada 15 Februari 2021, WHO mengeluarkan EUL untuk dua versi vaksin COVID-19 AstraZeneca/Oxford, yaitu yang diproduksi oleh  “AstraZeneca-SKBio” di Korea Selatan dan oleh “Serum Institute of India”. Jadi, WHO mengeluarkan EUL untuk 3 merek vaksin tapi khusus untuk AstraZeneca dikeluarkan dua EUL karena memang diproduksi di dua tempat berbeda.

Vaksin bernama ChAdOx1-S [recombinant] ini di produksi melalui mekanisme  vektor viral dan mempunyai efikasi 63,09 persen, serta disebutkan cocok untuk digunakan di negara berkembang karena proses penyimpanan dan distribusinya yang relatif mudah. Mekanisme vektor viral pembuatan vaksin adalah penggunaan virus yang dimodifikasi yang disebut vektor untuk mengantarkan kode genetik antigen virus. Sesudah vektor ini menginfeksi sel tubuh manusia maka akan terbentuk antigen dalam jumlah yang besar, yang tentunya pada gilirannya akan merangsang pembentukan mekanisme kekebalan, baik melalui mekanisme sel B untuk membentuk antibodi maupun sel T untuk respon imunologik.    

Sesudah mendapat EUL dari WHO maka COVAX yang merupakan badan yang dikelola Gavi the Vaccine Alliance, World Health Organization (WHO) dan Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI),  bersama dengan UNICEF lalu memasukkan vaksin AstraZeneca dalam analisa untuk diberikan ke negara yang membutuhkannya. Sesudah datanya dipersiapkan secara rinci oleh unit di dalam COVAX yang bernama “Joint Allocation Taskforce (JAT)” maka daftar negara dan jumlah vaksin Astra Zeneca yang akan diberikan ke negara disampaikan ke “Independent Allocation Vaccine Group (IAVG)” untuk divalidasi.

Saya dan seluruh anggota IAVG (seluruhnya kami ada 12 orang dari seluruh dunia yang dipilih menjadi anggota) lalu melakukan pertemuan intensif pada Februari 2021. Kami kemudian melakukan validasi sehingga disepakati pemberian sejumlah 237.468.000 dosis vaksin AstraZeneca untuk 142 negara penerima, yang pertama antara lain ke negara Ghana dan lalu berbagai negara lain termasuk pengiriman pertama  ke Indonesia pada 8 Maret 2021.

 

Simak Juga Video Berikut Ini

Penghentian Sementara

Selain melalui mekanisme COVAX, sudah banyak juga negara yang menggunakan vaksin AstraZeneca ini sejak awal 2021, termasuk beberapa negara Eropa. Hanya saja memang lalu ada beberapa negara yang menghentikannya sementara. Jurnal kedokteran internasional BMJ yang dipublikasi 11 Maret 2021 menyebutkan bahwa Denmark menghentikan sementara penggunaan vaksin AstraZeneca/Oxford ini dengan alasan kehati-hatian sesudah adanya laporan penggumpalan darah pada mereka yang sudah mendapat vaksin.

Delapan negara Eropa lain juga melakukan penghentian sementara, yaitu Norwegia, Islandia, Austria, Estonia, Lithuania, Luxembourg, Italia dan Latvia, sambil terus mengevaluasi situasi untuk membuat keputusan selanjutnya. Dalam jurnal ini juga disebutkan bahwa “European Medicines Agency (EMA)” sudah secara jelas menyebutkan bahwa tidak ada indikasi bahwa vaksinasi berhubungan dengan kejadian thromboembolism akibat bekuan darah.

Sehubungan dengan hal ini, Direktur Jenderal WHO pada 12 Maret 2021 menyampaikan bahwa lebih 335 juta dosis vaksin (berbagai merk) sudah diberikan di dunia, dan tidak ada satupun kematian yang terjadi akibat vaksinasi  COVID-19. Artinya vaksin COVID-19 memang aman.

Dirjen WHO juga menyampaikan bahwa “WHO’s Global Advisory Committee on Vaccine Safety” sedang secara saksama mempelajari berbagai laporan sehubungan kewaspadaan terhadap vaksin AstraZeneca ini dan tentunya akan memberikan informasi kepada publik tentang perkembangan terakhir tentang perkembangan keamanan vaksin ini.

Dari media massa, kita baca bahwa beberapa negara kemudian juga menghentikan sementara penyuntikan vaksin AstraZenecca, lebih karena aspek kehati-hatian. Di sisi lain, cukup banyak negara yang tetap memberikan vaksin AstraZeneca pada warganya karena memang sejauh ini tidak ada bukti ilmiah yang valid yang menyebutkan vaksin ini tidak aman. 

 

**Penulis adalah Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/ Guru Besar FKUI/Mantan Direktur WHO SEARO dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes

Infografis

Infografis Perbandingan Vaksin Covid-19 Sinovac dengan AstraZeneca. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Perbandingan Vaksin Covid-19 Sinovac dengan AstraZeneca. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya