Peran Perawat dalam Menangani Pasien Tuberkulosis agar Terapi Berjalan Efektif

Perawatan terhadap penyakit tuberkulosis (TB) harus dilakukan secara disiplin dan sesuai aturan. Keberhasilan perawatan TB ini tak luput dari peran perawat.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 25 Mar 2021, 09:30 WIB
Diterbitkan 25 Mar 2021, 09:30 WIB
FOTO: Nakes dan Pasien COVID-19 Main Angklung Peringati 1 Tahun RSDC Wisma Atlet
Sejumlah tenaga kesehatan memainkan angklung di RSDC Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Selasa (23/3/2021). Acara tersebut dilakukan dalam rangka satu tahun beroperasinya RSDC Wisma Atlet Kemayoran. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Perawatan terhadap penyakit tuberkulosis (TB) harus dilakukan secara disiplin dan sesuai aturan. Keberhasilan perawatan TB ini tak luput dari peran perawat.

Menurut Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Dr. Harif Fadhillah, S.Kp.,S.H.,M. seorang perawat harus memahami karakteristik penyakit TB.

Dalam menangani kasus TB di masyarakat, perawat harus melakukan assessment tidak hanya mengandalkan data subjektif dari pasien.

“Tentu kita (perawat) harus melengkapi data dengan pemeriksaan dan wawancara jika sudah, maka peran perawat yang berikutnya adalah motivator,” ujar Harif dalam seminar daring TB Indonesia, Rabu (24/3/2021).

Misal, lanjut Harif, perawat harus memastikan bahwa pasien benar-benar meminum obat secara disiplin. Jika pasien mengaku disiplin tapi sebenarnya bolong-bolong, maka akan berpengaruh pada keberhasilan pengobatan tersebut.

“Jika begitu, kita lakukan edukasi dan motivasi.”

Simak Video Berikut Ini

Peran Kolaborasi

Selain memiliki peran edukasi dan motivasi bagi pasien, perawat juga memiliki peran kolaborasi, kata Harif.

Menurutnya, jika pasien malas meminum obat sehingga tidak kunjung sembuh maka hal ini sudah masuk dalam kewenangan dokter. Maka dari itu, perawat harus bisa berkolaborasi dengan dokter agar pasien dapat tertolong.

“Kita sampaikan, kita komunikasikan kepada dokter yang bertugas agar mendapatkan evaluasi pengobatan sehingga bisa cepat dilakukan intervensi yang lain untuk mengatasi terapi yang mungkin tidak efektif.”

Tuberkulosis di Indonesia

Dalam acara yang sama, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Tular Vektor dan Zoonosis Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi menyampaikan laporan terkait tuberkulosis di Indonesia.

Hasil laporan Global Tuberculosis (TB) 2020 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk dalam 3 negara dengan kasus TB terbesar di dunia, kata Nadia.

Melihat data tersebut, ia mengatakan bahwa Indonesia memerlukan upaya penanganan yang komprehensif untuk dapat mencapai eliminasi TB pada 2030.

“Kita tahu bahwa TBC adalah penyakit yang dapat dicegah dan dapat disembuhkan, tapi kita melihat TBC masih menjadi penyakit yang menular dan masih jadi masalah kesehatan baik di tingkat global maupun nasional,” ujar Nadia dalam seminar daring TB Indonesia, Rabu (24/3/2021).

Nadia juga menyinggung tentang kajian mengenai analisis perjalanan pasien TB pada 2017. Dalam kajian tersebut dapat diketahui bahwa ada 24 persen dari orang dengan gejala TB yang mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan.

“Jadi, hanya 24 persen yang mengenali gejala bahwa dia sakit dan kemudian mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan untuk memeriksakan dirinya.”

Artinya, lanjut Nadia, ini merupakan tantangan dan perlu adanya usaha untuk bisa memastikan bahwa pasien tuberkulosis itu bisa mendapatkan akses pengobatan dan menyelesaikan pengobatannya, tutupnya.

Infografis Pakai Masker Boleh Gaya, Biar COVID-19 Mati Gaya

Infografis Pakai Masker Boleh Gaya, Biar Covid-19 Mati Gaya
Infografis Pakai Masker Boleh Gaya, Biar Covid-19 Mati Gaya (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya