Vaksin COVID-19 Bisa Ganggu Siklus Haid? Ini Kata Ahli

Para ahli membantu menguraikan penelitian baru tentang vaksin COVID-19 dan perubahan menstruasi, serta apa artinya bagi Anda dan kesehatan reproduksi Anda.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 19 Jan 2022, 07:00 WIB
Diterbitkan 19 Jan 2022, 07:00 WIB
siklus haid tak teratur
Setelah menikah, siklus tak teratur./Copyright shutterstock.com/g/Roman+Samborskyi

Liputan6.com, Jakarta Segera setelah vaksin COVID-19 tersedia untuk masyarakat umum, orang-orang mulai melaporkan efek samping yang tidak terduga, diantaranya perubahan pada siklus menstruasi. Maka ditelitilah hal ini dan penelitian berdasarkan klaim anekdotal tersebut mengkonfirmasi setidaknya satu perubahan pasca-vaksin pada menstruasi.

Dilansir dari Health, sebuah penelitian yang didanai oleh National Institutes of Health (NIH), menjelaskan kalau individu yang menerima satu dosis vaksin COVID-19 mengalami penambahan satu hari dalam siklus menstruasi mereka. Ini artinya periode menstruasinya lebih lama daripada yang biasanya, dengan periode yang muncul rata-rata sekitar terlambat satu hari.

Sementara untuk orang yang menerima dua dosis vaksin mRNA COVID-19 dalam siklus yang sama, menstruasinya tertunda hingga dua hari, kata penulis penelitian.

Penelitian yang diterbitkan 5 Januari di jurnal Obstetrics & Gynecology ini merupakan yang pertama yang melihat potensi efek samping reproduksi dari vaksin COVID-19, yang tidak terkait dengan kehamilan. Sementara penulis penelitian mengatakan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memeriksa potensi efek samping vaksin terkait periode lainnya, seperti perubahan gejala atau pola perdarahan, hasilnya masih dapat memberikan panduan untuk orang yang sedang menstruasi dan meyakinkan bahwa hanya sedikit perubahan dalam kisaran variabilitas normal.

Dengan penelitian tersebut, para ahli membantu menguraikan penelitian baru tentang vaksin COVID-19 dan perubahan menstruasi, serta apa artinya bagi Anda dan kesehatan reproduksi Anda.

 

Perlu bukti

Awalnya, peneliti memilih untuk meneliti hubungan antara siklus menstruasi yang tidak normal dan vaksin COVID-19 karena laporan anekdot di media sosial dan di VAERS (Vaccine Adverse Event Reporting System). Menurut para peneliti, laporan tersebut dapat menyebabkan keragu-raguan terhadap vaksin. Itulah sebabnya diperlukan lebih banyak bukti untuk secara akurat menangani orang-orang yang mengalami menstruasi tentang efek vaksin COVID-19 terhadap siklus.

Untuk penelitian ini, para peneliti melihat data yang tidak teridentifikasi dari aplikasi pelacakan kesuburan Natural Cycles. Informasi siklus dari 3.959 orang (2.403 divaksinasi dan 1.556 tidak divaksinasi) mewakili 23.574 siklus menstruasi, atau enam siklus untuk setiap orang, yang semuanya berusia antara 18 dan 45 tahun. Pada orang yang divaksinasi, itu berarti tiga siklus pra-vaksin dan tiga siklus pasca-vaksin pertama. (Catatan: data dari Natural Cycles tidak mewakili secara nasional, penggunanya cenderung berkulit putih, berpendidikan tinggi, dan lebih kurus daripada rata-rata wanita).

Secara keseluruhan, data menunjukkan bahwa vaksinasi COVID-19 dikaitkan dengan peningkatan kecil (tetapi masih signifikan secara statistik) pada siklus menstruasi seseorang sekitar satu hari. Pada beberapa orang yang menerima dua suntikan COVID-19 selama satu siklus menstruasi, teramati peningkatan panjang siklus selama dua hari. Tidak ada efek signifikan pada panjang periode itu sendiri, dan rata-rata, siklus kembali normal setelah satu bulan terjadi siklus tidak normal.

Menurut penulis penelitian, efek vaksin pada sumbu hipotalamus-pituitari-ovarium (selanjutnya disingkat menjadi HPO), yang membantu mengatur waktu siklus menstruasi mungkin menjadi akar dari perubahan ini.

Menurut penelitian tersebut, sumbu HPO dapat dipengaruhi oleh stresor kehidupan, lingkungan, dan kesehatan. Sementara para peneliti mengatakan perubahan menstruasi tidak dapat dijelaskan oleh stres pandemi umum. "Vaksin mRNA menciptakan respons imun yang kuat atau stresor, yang sementara dapat mempengaruhi sumbu hipotalamus-pituitari-ovarium jika waktunya tepat."

"Sumbu HPO itu disetel dengan sangat halus sehingga dapat mematikan atau menghasilkan perubahan dalam siklus setiap kali kita memperkenalkan sesuatu yang baru ke tubuh. Jadi tidak terlalu mengejutkan bahwa vaksin dapat memicu respons seperti itu," Dr. Taraneh Shirazian, MD, profesor di NYU Langone Health, dikutip dari Health.

Tetapi meskipun vaksin dapat memiliki efek jangka pendek pada periode menstruasi, penting untuk diingat bahwa tertular COVID-19 dapat memiliki efek yang lebih lama.

"Dalam kasus yang paling ekstrem, misalnya jika sampai dirawat di ICU dan diintubasi, Anda bisa berbulan-bulan tidak menstruasi. Penyakit COVID-19 yang parah tidak hanya mengubah menstruasi Anda, tetapi dapat menyebabkan dampak reproduksi yang jauh lebih buruk daripada satu siklus tidak teratur, seperti keguguran, persalinan prematur, dan hasil spesifik kesuburan yang buruk lainnya," kata Dr. Shirazian.

 

Apakah mempengaruhi kesuburan?

Salah satu kekhawatiran utama mengenai vaksin COVID-19 adalah mereka yang ingin hamil, terutama bahwa vaksin itu akan memengaruhi kesuburan mereka. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) secara khusus menyatakan bahwa tidak ada bukti vaksin COVID-19 yang menyebabkan masalah dengan kehamilan dalam hal apapun, dan studi baru ini menambahkan lebih banyak bukti untuk klaim itu.

Sebagai referensi, siklus menstruasi yang normal berlangsung antara 24 dan 38 hari, dan penulis penelitian memverifikasi bahwa sebanyak delapan hari perubahan panjang siklus masih dianggap normal. Itu berarti, perubahan satu atau dua hari dalam siklus yang terkait dengan vaksin COVID-19 masih belum menjadi perhatian klinis, jelas para peneliti.

"Jika menstruasi Anda berhenti sehari, itu tidak berarti Anda tidak bisa hamil. Tidak ada mekanisme biologis yang menunjukkan bahwa vaksin akan menyebabkan masalah kesuburan di masa depan. Itu tidak memengaruhi sel telur Anda. Itu tidak memengaruhi indung telur Anda. Itu tidak memengaruhi rahim Anda. Ini hanya pemicu stres kecil agar tubuh pulih," kata Dr. Shirazian.

Namun peneliti mengatakan, jika Anda mengalami rasa sakit, pendarahan hebat, atau periode haid yang sangat parah, jangan hanya menganggapnya sebagai ketidakteraturan dasar atau vaksin. Hubungi dokter, terutama jika Anda termasuk di antara wanita yang telah melaporkan perdarahan pascamenopause. Sebab itu bisa menjadi tanda kanker endometrium atau rahim, seperti dikutip dari American College of Obstetrics and Gynecologists, sehingga perlu segera dievaluasi.

Adapun informasi yang kita ketahui sekarang, tentang panjang siklus menstruasi dan periode tertunda, para peneliti mengatakan bahwa perubahannya tidak signifikan dan bersifat sementara.

"Data baru menunjukkan tidak ada perubahan signifikan dalam pola menstruasi dengan vaksinasi. Ini membantu kami memahami bahwa perubahan siklus kecil mungkin terjadi dan umum terjadi sebagai respons terhadap vaksinasi, jadi wanita tidak perlu terkejut jika siklus mereka sedikit berubah," kata Dr. Shirazian.

Infografis Jangan Ragu, Vaksin Covid-19 Aman untuk Ibu Menyusui. (Liputan6.com/Niman)
Infografis Jangan Ragu, Vaksin Covid-19 Aman untuk Ibu Menyusui. (Liputan6.com/Niman)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya