Kurangnya Pengalaman, Kendala Utama Pengembangan Vaksin Merah Putih

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko menyampaikan, dalam konteks vaksin merah putih, permasalahan utama yang dihadapi adalah kurangnya pengalaman.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 28 Jan 2022, 07:00 WIB
Diterbitkan 28 Jan 2022, 07:00 WIB
Vaksin Merah Putih produksi Unair Surabaya. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)
Vaksin Merah Putih produksi Unair Surabaya. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko menyampaikan, dalam konteks vaksin Merah Putih, permasalahan utama yang dihadapi adalah kurangnya pengalaman.

Indonesia belum pernah memiliki tim yang berpengalaman sampai uji klinis dalam pengembangan vaksin.

Pengalaman tim periset dalam pengembangan vaksin baru sampai uji praklinis. Untuk itulah semua tim yang ada bekerja dengan keras melakukan percobaan untuk mendapatkan hasil yang optimal.

“Sebagian besar vaksin yang diproduksi di Biofarma itu masih berbasis lisensi. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi para periset BRIN,” kata Handoko mengutip keterangan pers Kamis (27/1/2022).

Permasalahan lainnya ungkap Handoko, Indonesia belum memiliki fasilitas uji terbatas yang berstandar Good Manufacturing Practices (GMP). Belum pula mempunyai fasilitas animal Biosafety Level-3 (BSL 3) sebagai salah satu fasilitas penting untuk melakukan uji pra klinis.

Uji pra klinis pertama kita menggunakan mencit, itu kita sudah punya di Cibinong, tapi untuk uji yang menggunakan makaka kita tidak siap,” ungkap Handoko.

 

Simak Video Berikut Ini

Membangun Fasilitas

Untuk itu, BRIN berupaya membangun fasilitas uji terbatas berstandar GMP dan fasilitas uji animal BSL 3 untuk makaka yang berkapasitas 80 ekor.

Sebelum terintegrasinya lembaga riset ke BRIN, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bersedia membangun fasilitas BSL 3, tapi tidak siap untuk membuat program berkelanjutan dalam memanfaatkan fasilitas tersebut.

“Setelah integrasi ini, maka kami mempunyai kompetensi untuk membangun sekaligus membuat program pemanfaatan yang berkelanjutan,” tambahnya.

Dengan terbangunnya dua fasilitas ini, Handoko berharap bisa mendorong percepatan penyelesaian vaksin di Indonesia. Tidak hanya vaksin merah putih saja, melainkan juga vaksin yang lain.

Fasilitas ini akan meningkatkan kemampuan para periset khususnya yang berkecimpung dalam penyediaan vaksin yang pada akhirnya dapat menambah pengalaman dalam mengembangkan vaksin.

Tiga Fokus Riset

Handoko menegaskan, BRIN mendukung pengembangan vaksin dari beberapa platform. Dukungan ini merupakan upaya BRIN dalam memberikan kesempatan kepada para periset untuk menambah jam terbang/pengalaman dalam mengembangkan vaksin dari berbagai platform.

Untuk mendukung program pengembangan vaksin merah putih, Handoko menjelaskan, BRIN menetapkan 3 fokus riset terkait penanganan COVID-19.

Ketiga fokus riset tersebut yakni pengembangan vaksin merah putih, pengembangan alat deteksi/skrining alternatif RT-PCR, dan surveilans berbasis Whole Genome Sequencing (WGS) atau pengurutan genom lengkap.

“Dengan integrasi layanan WGS dari LBM Eijkman dan LIPI maka kapasitas sampel yang akan diuji menjadi lebih besar dan biaya untuk melakukan WGS dapat ditekan menjadi jauh lebih murah,” jelasnya.

Terhadap vaksin yang dikembangkan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Handoko menyatakan bahwa BRIN mendukung upaya ini. Dukungan ini diberikan BRIN mengingat riset pengembangan vaksin merah putih masih bersifat penelitian, maka ada kemungkinan gagal, sehingga keberadaan vaksin BUMN dapat saling melengkapi.

Infografis Vaksin Merah Putih Karya Anak Bangsa COVID-19

Infografis Vaksin Merah Putih Karya Anak Bangsa Covid-19
Infografis Vaksin Merah Putih Karya Anak Bangsa Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya