PRBM Eijkman: Orang yang Belum Divaksinasi Tingkatkan Kemungkinan Munculnya Varian Baru

Kepala Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman, Wien Kusharyoto mengatakan bahwa COVID-19 varian Omicron berbahaya bagi orang-orang yang belum divaksinasi.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 27 Jan 2022, 14:00 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2022, 14:00 WIB
FOTO: Vaksinasi Covid-19 untuk Anak Usia 6-11 Tahun Mulai Dilaksanakan
Tenaga kesehatan menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada siswa di SDN 01 Depok, Depok, Jawa Barat, Selasa (14/12/2021). Vaksinasi untuk anak usia 6-11 tahun dilakukan di beberapa sekolah di Jakarta, Depok, dan Tangerang Selatan. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Kepala Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman, Wien Kusharyoto mengatakan bahwa COVID-19 varian Omicron berbahaya bagi orang-orang yang belum divaksinasi.

Pasalnya, orang yang belum divaksinasi memiliki imun rendah sehingga meningkatan kemungkinan munculnya varian-varian baru seperti Omicron.

“Kemungkinan munculnya varian baru bagi mereka yang belum divaksinasi dengan kondisi imun yang rendah otomatis akan lebih tinggi seperti pada varian Omicron baru-baru ini,” kata Wien dalam seminar daring Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Rabu (26/1/2022).

Hal ini tergantung pada kesadaran masyarakat, lanjut Wien. Artinya, ketika masyarakat berkeinginan untuk divaksinasi maka keraguan terhadap vaksinasi pun menjadi rendah.

“Bahkan, negara pun bisa memberikan mandat atau keharusan untuk vaksinasi termasuk bagi individu yang memiliki keraguan.”

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Simak Video Berikut Ini


Ketika Keraguan Menurun

Ketika keraguan terhadap vaksinasi menurun, maka pemerintah dapat mengurangi intervensinya, contohnya tracing dapat berkurang.

“Kita juga dapat mengurangi jumlah pelaporan sehingga kita tidak selalu dibombardir dengan berita-berita yang tidak menyenangkan terkait kondisi pandemi saat ini.”

Ia juga menyampaikan bahwa seluruh masyarakat perlu mengubah sikap dan perilaku dalam menghadapi pandemi. Misalnya, masyarakat bisa mengantisipasinya sebagai flu musiman.

“Namun, otomatis semua tahapan harus terpenuhi karena bagaimanapun seperti flu musiman yang terjadi tiap tahun cara antisipasinya adalah mendesain vaksin untuk menghadang varian-varian yang beredar di musim flu berikutnya.”


Merekomendasikan Booster

Wien juga menyampaikan, kasus COVID-19 varian Omicron global dalam beberapa minggu terakhir mencapai 80 persen lebih.

Varian ini juga meningkatkan risiko infeksi ulang 5 kali lipat lebih tinggi ketimbang varian Delta. Maka dari itu, dibutuhkan vaksinasi COVID-19 lanjutan atau vaksin booster.

Vaksinasi booster 89 persen efektif menurunkan hospitalisasi atau potensi rawat inap pada pasien COVID-19 termasuk varian Omicron.

“Sampai saat ini sudah lebih dari 1,3 juta orang mendapatkan vaksin booster (di Indonesia),” kata Wien.

Ia juga membahas terkait kenaikan kasus Omicron di berbagai negara terutama yang tengah menjalani musim dingin seperti di negara-negara Eropa, Amerika Utara, dan Asia.

Hingga pertengahan Desember, kasus COVID-19 di Amerika Serikat didominasi oleh varian Delta. Namun, sejak masukknya kasus Omicron, kasus di negara tersebut hingga kini didominasi varian Omicron.


Infografis Amankah Vaksinasi COVID-19 untuk Anak Usia 6-11 Tahun?

Infografis Amankah Vaksinasi Covid-19 untuk Anak Usia 6-11 Tahun? (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Amankah Vaksinasi Covid-19 untuk Anak Usia 6-11 Tahun? (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya