Liputan6.com, Jakarta Direktur Pascasarjana Universitas YARSI sekaligus eks Direktur Penyakit Menular Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Prof Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan bahwa Indonesia masih perlu waspada dalam menghadapi varian Omicron.
"Omicron memang jauh lebih mudah menular daripada Delta tetapi proporsi angka kematiannya jauh lebih rendah. Tapi kita perlu waspada," ujar Tjandra dalam keterangan tertulis pada Health Liputan6.com, Sabtu (12/2/2022).
Baca Juga
"Ada beberapa negara yang angka kematian total pada saat Omicron ternyata lebih tinggi daripada ketika negara itu menghadapi varian Delta," tambahnya.
Advertisement
Terkait hal ini, Tjandra pun menyampaikan bahwa Indonesia sebenarnya sedang berduka karena kemarin, 11 Februari 2022, ada 100 jiwa yang meninggal dunia karena COVID-19.
Padahal sejak Jumat, 1 Oktober 2021 sampai bulan Januari lalu, angka kematian akibat COVID-19 di Indonesia selalu ada dibawah 100. Bahkan, pada Selasa, 6 Januari 2022 lalu, rata-rata angka kematian di sini pernah hanya empat orang.
"Jadi sekarang sudah meningkat 25 kali lipat. Apalagi kita sepenuhnya menyadari bahwa satu nyawa pun yang hilang maka itu tidak dapat tergantikan oleh apapun juga," kata Tjandra.
Angka kematian negara lain
Pada Jumat, 28 Januari 2022, World Economic Forum mempublikasikan artikel berjudul “If Omicron is less severe, why are COVID-19 deaths rising?”.
Tjandra menjelaskan, artikel tersebut membahas soal Australia yang mengalami jumlah kematian terbanyak selama pandemi COVID-19 dengan 100 orang meninggal dalam satu hari akibat Omicron.
"Jauh lebih tinggi katimbang waktu Australia dihantam varian Delta. Amerika Serikat pada akhir Januari 2022 juga mengalami hal yang sama, dimana ada kematian rata-rata 2200 orang seharinya, lebih tinggi daripada ketika mereka dihantam Delta September tahun yang lalu," ujar Tjandra.
Tak hanya itu, Korea Selatan juga menyampaikan angka kematian tertinggi hariannya pada Rabu, 22 Desember 2021 yakni sebanyak 109 orang.
Di Kanada, tepatnya pada Kamis, 27 Januari 2022, ada sebanyak 309 orang yang wafat. Padahal pada gelombang tertinggi sebelumnya, hanya ada 232 kematian.
Advertisement
Lima hal yang bisa dilakukan
Menurut Tjandra, kasus di Indonesia saat ini sedang mengalami peningkatan. Maka terkait hal tersebut, ada lima hal yang dapat dilakukan bersama.
Pertama, pembatasan Sosial. Bagi masyarakat memperketat protokol 3M atau 5M dan menjadikan “new normal” menjadi “now normal”. Bagi pemerintah tentu menerapkan PPKM, PTM terbatas atau PJJ bagi siswa dan bentuk pembatasan lain.
Kedua, 3-T, dimana bagi masyarakat yang bergejala atau ada kontak untuk segera melakukan test, dan pemerintah untuk meningkatkan dan memudahkan test serta meningkatkan kegiatan telusur.
Ketiga, meningkatkan lagi cakupan vaksin baik yang primer maupun yang booster.
Keempat, walaupun sekarang yang dominan adalah transmisi lokal tapi bagaimanapun kemungkinan penularan dari luar negeri tetap harus dicegah.
Kelima, mempersiapkan rumah sakit dengan lima aspek. Seperti ketersediaan tempat tidur dan ruang rawat, obat dan alat, sistem kerja yang aman, sistem rujukan yang cermat, serta yang paling penting adalah ketersediaan dan sistem kerja yang baik bagi tenaga kesehatan.
Infografis
Advertisement