Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI meluncurkan formularium fitofarmaka. Hal ini merupakan mendukung upaya kemandirian Indonesia dalam produk obat berbahan baku alam yang ampuh dan terbukti berkhasiat secara ilmiah.
Peluncuran Formularium Fitofarmaka oleh Kementerian Kesehatan RI dilakukan pada 31 Mei 2022 di Jakarta Convention Center.
Baca Juga
Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono berharap Formularium Fitofarmaka ini dapat mengoptimalkan pemanfaatan fitofarmaka untuk pelayanan kesehatan yang pada akhirnya dapat meningkatkan ketahanan kesehatan khususnya kemandirian sediaan farmasi di Tanah Air.
Advertisement
"Diharapkan ke depannya obat-obat herbal menjadi salah satu kunci mempertahankan kemandirian kita dalam pengobatan secara nasional," kata Dante mengutip keterangan pers Kementerian Kesehatan.
Formularium Fitofarmaka merupakan pedoman bagi sarana pelayanan kesehatan dalam pemilihan fitofarmaka untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan melalui mekanisme penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Keputusan tentang hal ini tertuang dalam menerbitkan Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/1163/2022 pada tanggal 19 Mei 2022 tentang Formularium Fitofarmaka.
Dengan diluncurkannya formularium fitofarmaka, Dante berharap pemanfaatan obat fitofarmaka harus benar-benar dioptimalkan. Upaya yang bisa dilakukan dengan memperhatikan ketersediaan bahan baku alam di Tanah Air. Hal ini mengingat fitofarmaka harus menggunakan bahan baku asli Indonesia, diproduksi di Indonesia, dan memenuhi standar yang ditetapkan.
Produk yang Masuk FF Telah Diseleksi
Produk fitofarmaka yang tercantum dalam Formularium Fitofarmaka telah diseleksi oleh Komite Nasional Penyusunan Formularium Fitofarmaka di Kementerian Kesehatan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Komite Nasional Penyusunan Formularium Fitofarmaka terdiri dari unsur akademisi, klinisi, Kementerian Kesehatan, BPOM, dan K/L lain.
Formularium fitofarmaka yang telah disusun memuat 5 item fitofarmaka dengan komposisi generik yang sama (jumlah yang telah mendapatkan izin edar adalah 24 Fitofarmaka dari 6 terapeutik area (immunomodulator, tukak lambung, antidiabetes, antihipertensi, pelancar sirkulasi darah, dan meningkatkan kadar albumin).
“Item ini nanti akan masuk ke LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah), kemudian bisa dibeli oleh BPJS Kesehatan, sehingga bisa diresepkan dalam pengobatan sehari-hari,” terang Dante.
Advertisement
Potensi SDA Indonesia Jadi Obat
Indonesia sendiri memiliki potensi sumber daya melimpah. Hal ini bisa dimanfaatkan dalam pengembangan obat tradisional dan mengurangi ketergantungan impor.
Tanah Air kita memiliki hutan tropis sekitar 142 juta hektar yang diperkirakan mempunyai 28 ribu spesies tumbuhan dan rumah dari 80 persen tumbuhan obat dunia.
Sekitar 2.848 spesies tumbuhan obat dengan 32.014 ramuan obat tradisional sudah dimanfaatkan sebagai salah satu metode pengobatan di Indonesia.
“Ini telah memberikan kontribusi bagi 270 juta penduduk Indonesia yang 82,3 persen adalah peserta JKN,” terangnya.
Dante juga mengatakan bahwa saat pandemi COVID-19 fitofarmaka juga telah dimanfaatkan masyarakat. Fitofarmaka digunakan dalam terapi farmakologi untuk pasien dengan gejala ringan sesuai Pedoman Tatalaksana Klinik COVID-19 di Fasilitas Kesehatan.
“Obat tradisional telah dimanfaatkan secara luas pada masa pandemi COVID-19. Sekitar 79% masyarakat mengonsumsi obat tradisional untuk meningkatkan daya tahan tubuh selama pandemi COVID-19,” ungkap Dante.