Liputan6.com, Jakarta - Subvarian terbaru Omicron BA.4 dan BA.5 sudah terdeteksi di Indonesia. Di beberapa negara lainnya, kedua subvarian Omicron tersebut memang telah menjadi penyebab di balik kenaikan kasus COVID-19.
Pada Jumat, 10 Juni 2022 lalu, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin secara resmi mengumumkan bahwa Omicron BA.4 dan BA.5 sudah berada di Indonesia.
Baca Juga
Dalam konferensi pers di hari yang sama, Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Mohammad Syahril pun turut menjelaskan lebih lanjut soal subvarian Omicron BA.4 dan BA.5.
Advertisement
Syahril menuturkan, empat pasien Omicron BA.4 dan BA.5 awalnya ditemukan di Bali. Tiga diantaranya merupakan WNA delegasi pertemuan The Global Platform for Disaster Risk Reduction di Bali pada 23-28 Mei 2022.
"Dari kondisi klinis, tiga orang itu tidak bergejala, yang satu orang ringan dengan sakit tenggorokan dan badan pegal. Mereka rata-rata sudah divaksin bahkan ada yang sudah empat kali divaksin," ujar Syahril.
Lebih lanjut pada Selasa, 13 Juni 2022, Syahril juga mengumumkan bahwa terdapat tambahan sebanyak empat pasien yang ditemukan dengan Omicron BA.4 dan BA.5 lewat pemeriksaan whole genome sequencing.
Berdasarkan data sementara hingga saat ini, Omicron BA.4 dan BA.5 diketahui memiliki tingkat keparahan yang lebih rendah daripada Omicron subvarian sebelumnya.
"Transmisi Omicron BA.4 dan BA.5 memiliki kemungkinan menyebar lebih cepat dibandingkan Omicron sebelumnya BA.1 dan BA.2," kata Syahril.
"Tingkat keparahannya disampaikan tidak ada indikasi menyebabkan kesakitan yang lebih parah dibanding dari varian Omicron lainnya. Jadi transmisinya lebih cepat tapi keparahannya tidak separah yang Omicron sebelumnya," tambahnya.
Hal yang Perlu Diwaspadai
Dalam kesempatan yang sama, Syahril mengungkapkan hal yang perlu untuk diwaspadai oleh masyarakat.
Hal tersebut lantaran meskipun memiliki tingkat keparahan yang lebih rendah, namun Omicron BA.4 dan BA.5 memiliki kemampuan untuk menghindar dari imunitas tubuh manusia yang sudah terbentuk lewat vaksinasi COVID-19.
"Nah ini yang mungkin perlu kita waspadai yaitu immune escape. Artinya dia menghindar dari imunitas seseorang itu," kata Syahril.
Sehingga berkaitan dengan tersebut, Syahril pun mendorong masyarakat untuk melengkapi vaksin booster COVID-19. Mengingat hingga sampai saat ini, baru lima dari 34 provinsi di Indonesia yang mencapai target vaksinasi booster sebesar 30 persen.
Kelima provinsi tersebut adalah Bali, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Yogyakarta, dan Jawa Barat.
Menurut Syahril, vaksinasi booster merupakan upaya bersama yang dapat dilakukan oleh seluruh masyarakat agar imunitas tubuh tetap terjaga.
"Vaksinasi booster merupakan upaya dari kita bersama agar kekebalan tubuh yang sudah mendapatkan vaksinasi lengkap (dosis satu dan dua) tadi, yang sudah menurun antibodinya, kita berikan booster. Maka diharapkan dapat meningkatkan kekebalan tubuh atau antibodi," kata Syahril.
Advertisement
Positivity Rate
Meskipun terjadi kenaikan kasus, Syahril mengungkapkan bahwa positivity rate di Indonesia masih relatif rendah yakni 1,15 persen.
Hal tersebut berpacu pada standar positivity rate yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni sebesar 5 persen.
"Artinya apa? Kita masih dalam keadaan pandemi yang terkontrol kalau dilihat dari positivity rate ini," kata Syahril.
Namun capaian vaksinasi lengkap (dosis satu dan dua) di Indonesia sendiri masih kurang dari standar WHO. Menurut Syahril, hal tersebutlah yang menjadi tugas kedepannya untuk segera dipenuhi.
Capaian vaksinasi dosis lengkap Indonesia saat ini adalah 62,16 persen. Sedangkan target WHO adalah 70 persen untuk dapat disebut mencapai herd immunity.
Begitupun dengan vaksinasi booster yang capaiannya masih rendah. Dari 34 provinsi yang ada di Indonesia, baru lima diantaranya yang mencapai 30 persen.
"Ini menjadi tugas kita bersama karena vaksinasi ini merupakan upaya kita untuk memberikan kekebalan atau imunitas pada seseorang atau komunitas yang ada di masyarakat kita," ujar Syahril.
Rencana Kemenkes
Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 diketahui memiliki karakteristik mampu menghindar dari imunitas tubuh manusia yang dibentuk oleh vaksin.
Namun di sisi lain saat ini pelonggaran terkait COVID-19 juga sudah dilakukan. Seperti dikendorkannya aturan untuk menggunakan masker di ruangan terbuka bagi orang yang masuk dalam kategori sehat.
Berkaitan dengan hal tersebut, Syahril menuturkan bahwa pelonggaran tersebut pun akan dievaluasi kedepannya.
"Kelonggaran pemakaian masker di luar ruangan terbuka tapi dengan perbatasan akan tetap dievaluasi. Apabila ada peningkatan kasus yang nanti memang ada kaitannya dengan kenaikan BA.4 atau BA.5, maka kita akan lebih memperketat protokol kesehatan," ujar Syahril.
"Karena protokol kesehatan ini menjadi upaya utama bagi kita semua di samping adalah vaksinasi. Tentu saja kita tidak ingin adanya lonjakan kasus lagi," tambahnya.
Advertisement