Dampak Perubahan Aturan PPKM Jabodetabek dalam Waktu Satu Hari Menurut Epidemiolog

Perubahan aturan COVID-19 termasuk dalam hal PPKM yang dilakukan dalam waktu singkat bisa berdampak pada penurunan kepercayaan masyarakat.

oleh Diviya Agatha diperbarui 06 Jul 2022, 18:00 WIB
Diterbitkan 06 Jul 2022, 18:00 WIB
FOTO: PPKM Dilonggarkan, Pusat Perbelanjaan Kembali Ramai Pengunjung
Warga beraktivitas di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Sabtu (30/10/2021). Hampir semua pusat perbelanjaan mulai kembali ramai dipadati pengunjung pascapelonggaran sejumlah aturan PPKM dan telah diizinkannya tempat bermain anak-anak serta tempat hiburan dalam mal. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pada Selasa, 5 Juli 2022, pemerintah melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri (InMendagri) Nomor 33 Tahun 2022 menetapkan status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) menjadi Level 2.

Namun belum lewat satu hari aturan tersebut berlaku, muncul Inmendagri Nomor 35 tahun 2022 terbaru yang menyatakan bahwa level PPKM Jabodetabek direvisi menjadi Level 1 kembali.

Tak sedikit warga yang bingung pada aturan yang berubah dalam jangka waktu begitu cepat. 

Sedangkan menurut Epidemiolog Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia sekaligus peneliti strategi komunikasi risiko dalam ranah kesehatan, Dicky Budiman sendiri, perubahan informasi dalam waktu singkat sebenarnya dimungkinkan.

Hanya saja pemerintah seharusnya mengomunikasikan itu dengan lebih baik sebelumnya dan tidak diputuskan secara mendadak.

Hal tersebut dikarenakan informasi yang diberikan dengan waktu yang singkat dan berubah-ubah dapat berdampak pada kepercayaan masyarakat pada program itu sendiri.

"Penting untuk kita ini punya ukuran-ukuran yang jelas, tegas, dan konsisten. Untuk apa? Untuk membangun rasa kepercayaan publik bahwa ini adalah upaya untuk mengendalikan (COVID-19), bahwa ini kepentingan publik," ujar Dicky melalui keterangan pada Health Liputan6.com, Rabu (6/7/2022).

Dicky menjelaskan, kepercayaan publik memang dapat dibangun salah satunya lewat kejelasan informasi. Sehingga jika terdapat perubahan informasi tanpa ancang-ancang atau antisipasi sebelumnya, maka yang timbul adalah menurunnya kepercayaan masyarakat pada program yang bersangkutan. 

Pentingnya Strategi Komunikasi Risiko yang Baik

Dicky mengungkapkan bahwa pemberian informasi seperti aturan PPKM termasuk dalam salah satu langkah dari komunikasi risiko.

Komunikasi risiko sendiri merupakan sebuah proses komunikasi yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan serta pemahaman masyarakat soal risiko ancaman bahaya yang mungkin terjadi dari suatu kondisi kesehatan. 

"Jadi kalau tidak dikomunikasikan sebelumnya atau diantisipasi sebelumnya --- itu yang akan membuat efektivitas dari program itu sendiri menjadi tidak terjadi. Bisa bahkan menurunkan trust (kepercayaan). Ini yang harus dicegah," kata Dicky.

Bahkan menurut Dicky, usai adanya strategi komunikasi risiko yang tidak konsisten, wajar bila nantinya kepercayaan masyarakat menurun dan potensi pelanggaran aturan PPKM menjadi lebih tinggi.

Hal tersebutlah yang membuat komunikasi risiko harus dengan baik dan konsisten untuk dilakukan.

"Makanya strategi komunikasi risiko ini penting. Dalam beragam wabah, dalam berbagai situasi kritis itu menjadi salah satu penentu vital keberhasilan program pemerintah," ujar Dicky.

"Karena sebagus apapun program pemerintah kalau tidak didukung masyarakat, itu tidak akan berhasil," tegasnya. 

Penentu Keberhasilan Pengendalian Pandemi COVID-19

Dalam kesempatan yang sama, Dicky turut mengungkapkan bahwa terdapat dua hal yang sebenarnya menjadi penentu dalam keberhasilan pengendalian dari suatu kondisi kritis seperti pandemi COVID-19.

"Dua yang menentukannya, leadership (kepemimpinan) dan komunikasi risiko. Dua ini saling berkaitan karena di situ ada prinsip yang sama untuk membangun kepercayaan (pada masyarakat), transparansi, dan juga masalah good governance. Itu yang akan berimplikasi pada peran serta aktif masyarakat," kata Dicky.

Sehingga kesimpulannya apabila ingin program pengendalian pandemi COVID-19 berhasil, maka perlu ada strategi komunikasi risiko dan kepemimpinan yang baik. Termasuk dalam hal pemberian informasi yang sebaiknya konsisten.

Mengingat tanpa adanya dua langkah tersebut, kepercayaan masyarakat bisa semakin menurun dan program yang dijalankan untuk mengendalikan pandemi COVID-19 bisa terganggu keberhasilannya.

Bukan Kali Pertama Ada Perbedaan Aturan Pemerintah

PPKM yang berubah dari Level 2 ke Level 1 dalam waktu satu hari bukanlah persoalan pertama dalam pekan ini yang dilakukan oleh pemerintah. Sebelumnya, pemerintah juga sempat memberikan informasi yang berbeda yakni soal aturan lepas masker di luar ruangan.

Wakil Presiden RI, Ma'Aruf Amin mengungkapkan bahwa aturan lepas masker di luar ruangan akan ditarik untuk merespons adanya kenaikan kasus COVID-19. Sementara beberapa hari berselang, Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa belum ada perubahan aturan secara resmi terkait hal tersebut hingga saat ini.

Dicky pun menuturkan bahwa perbedaan tersebut juga menjadi hal yang begitu disayangkan. Menurutnya hal tersebut serupa kasusnya dengan persoalan PPKM, bahwa dalam hal strategi komunikasi risiko, konsistensi, kejelasan pesan, dan kesinergian antar pihak atau sektor di pemerintah merupakan hal yang penting.

"Ini membangun kepercayaan dan akan berpengaruh pada program lainnya. Seperti misalnya bicara masker atau bicara pandemi terkendali kemudian memburuk, bukan berarti tidak berpengaruh pada cakupan vaksinasi booster, itu berpengaruh," kata Dicky melalui keterangan pada Health Liputan6.com, Senin 4 Juni 2022.  

Infografis Aturan di Bioskop PPKM Level 1 Jawa-Bali
Infografis Aturan di Bioskop PPKM Level 1 Jawa-Bali (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya