Keluarga Muda Jadi Perhatian Utama untuk Cegah Stunting di Indonesia yang Masih Tinggi

Keluarga muda menjadi perhatian utama dalam program pencegahan stunting di Indonesia.

oleh Diviya Agatha diperbarui 07 Jul 2022, 13:00 WIB
Diterbitkan 07 Jul 2022, 13:00 WIB
Mencegah Stunting dengan Pemeriksaan Rutin Kehamilan di Puskesmas
Suasana ibu hamil dan menyusui saat pemeriksaan rutin di Puskesmas Kecamatan Jatinegara, Jakarta, Kamis (26/11/2020). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2021, ada 24,4 persen atau tujuh juta balita yang mengalami stunting di Indonesia.

Angka tersebut sebenarnya telah menurun dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2019 sendiri, angka stunting di Indonesia masih menginjak 27,7 persen. Sehingga terdapat penurunan sekitar 3,3 persen.

Namun, Indonesia memang masih memiliki cukup banyak tugas untuk melawan stunting demi mewujudkan rencana dalam mencetak Generasi Emas pada 2045 mendatang.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr Hasto Wardoyo, SpOG(K) mengungkapkan bahwa berdasarkan pesan khusus arahan Presiden RI Joko Widodo, keluarga muda yang kini harus menjadi perhatian utama.

"Karena keluarga-keluarga mudayang masih akan hamil dan akhirnya bisa melahirkan anak-anak yang stunting," ujar Hasto dalam webinar nasional bertema Generasi Bebas Stunting dengan tajuk Pembelajaran dari Daerah dalam Percepatan Penurunan Stunting di Medan pada Rabu, 6 Juli 2022.

Hasto menjelaskan bahwa stunting menjadi ancaman untuk generasi muda dan kualitas bangsa kedepannya. Sehingga perlu untuk diturunkan lewat kerja sama antar pihak.

"Stunting menjadi ancaman kualitas generasi muda dan kualitas bangsa kita. Maka stunting harus kita turunkan secara bersama-sama," ujar Hasto.

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat adanya kekurangan gizi kronis, infeksi berulang, dan tidak adanya stimulasi psikososial yang cukup terutama sejak ada dalam kandungan sampai seribu hari pertama kehidupan anak.

Upaya Lintas Sektor untuk Turunkan Stunting

Dalam kesempatan yang sama, turut hadir Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Dr Teguh Setyabudi mewakili Menteri Dalam Negeri, Prof Drs H Muhammad Tito Karnavian.

Menurut Teguh, penurunan stunting membutuhkan adanya perkuatan dari sisi kelembagaan pusat dan daerah.

"Pada dasarnya memperkuat kelembagaan mulai di tingkat pusat dan daerah, memberikan kuasa penuh pemerintah daerah dalam mengambil langkah-langkah aksi konvergensi guna percepatan penurunan stunting," ujar Teguh.

"Sehingga resolusi mencapai target nasional sebesar 14 persen pada tahun 2024 dapat terealisasi," tambahnya.

Selain bekerja sama antar lembaga, pemerintah juga melakukan kerja sama dengan Tanoto Foundation. Sebuah organisasi filantropi independen di bidang pendidikan yang berkomitmen untuk mendukung percepatan penurunan stunting di Indonesia.

"Kami di Tanoto Foundation percaya bahwa peran multi sektor sangat penting bagi keberhasilan program percepatan penurunan angka stunting. Kolaborasi dengan konsep penta-helix antara pemerintah pusat dan daerah," ujar CEO Global Tanoto Foundation, J Satrijo Tanudjojo.

"Dari hulu ke hilir, secara bersama-sama dengan dukungan dari pihak swasta, akademisi, media, serta masyarakat diharapkan dapat mewujudkan generasi dengan anak-anak Indonesia bebas stunting,” Satrijo menjelaskan.

Dampak Stunting untuk Anak

Stunting memiliki dampak jangka panjang yang dapat berpengaruh pada kemampuan kognitif seorang anak. Kemampuan kognitif pada anak dengan stunting menurun.

Alhasil, hal tersebut mempengaruhi kapasitas belajar, nilai, hingga prestasi anak pada usia sekolah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh berbagai pihak, anak dengan stunting berpeluang untuk mendapatkan penghasilan 20 persen lebih rendah daripada anak-anak yang tidak mengalami stunting saat dewasa.

Tak hanya itu, stunting diketahui juga dapat meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung koroner, dan stroke kelak ketika sang anak dewasa.

Dalam pertemuan pada Desember 2021 dalam acara Launching Pendampingan 3 Bulan Pra Nikah Sebagai Upaya Pencegahan Stunting Dari Hulu, Hasto juga sempat menjelaskan soal cara pencegahan stunting.

Menurut Hasto, stunting sendiri bisa dicegah mulai dari sebelum hamil, selama masa kehamilan, dan juga dari 1.000 hari kehidupan pertama anak. Sehingga dengan mencegah lewat ketiga fase tersebut, stunting dianggap bisa untuk ditangani dengan baik.

Cara Cegah Stunting

FOTO: Tingkat Prevalensi Stunting di Indonesia Masih Tinggi
Orangtua mendampingi anaknya bermain di RPTRA Meruya Utara, Jakarta, Selasa (25/1/2022). Berdasarkan survei Studi Status Gizi Indonesia, prevalensi stunting atau gizi buruk di Indonesia saat ini mencapai 24,4 persen. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Hasto menyebutkan bahwa pendampingan pra-nikah dapat menjadi salah satu upaya untuk mencegah stunting. Para pasangan yang hendak menikah disarankan untuk memeriksakan kondisi tubuh masing-masing.

"Sebelum nikah itu harus diperiksa dulu. Lingkar lengan atas, tinggi badan, berat badan, kemudian HB (hemoglobin)," kata Hasto.

Pemeriksaan tersebut dinilai menjadi salah satu cara yang digunakan untuk mencegah terjadinya stunting. Hasto menjelaskan, salah satu institusi yang berperan penting dalam pemeriksaan pra-nikah adalah Kementerian Agama.

Stunting dapat pula dicegah dengan mempersiapkan kondisi ibu hamil. Hasto menyebutkan, terdapat setidaknya 22 persen bayi yang lahir di Indonesia dengan panjang kurang dari 48 senti.

Sedangkan bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2,5 kilogram juga ada sebanyak 11 persen. Sehingga modal untuk stunting menjadi pun menjadi lebih tinggi.

Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi
Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya