Jokowi: Jangan Tiap Tahun Punya Anak, Jarak Diatur Lebih dari 3 Tahun

Cegah stunting pada anak, Jokowi imbau jarak antar anak lebih dari tiga tahun.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 08 Jul 2022, 06:00 WIB
Diterbitkan 08 Jul 2022, 06:00 WIB
Presiden Jokowi
Presiden Jokowi mengingatkan agar orangtua mengatur jarak antar kehamilan. Pastikan memiliki anak jangan tiap tahun. Jarak harus tiga tahun lebih. (Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden)

Liputan6.com, Medan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan kepada para orangtua untuk mengatur jarak antar anak tidak berdekatan. Jangan sampai tiap tahun ibu melahirkan anak.

"Boleh mempunyai anak satu. Anak dua boleh. Anak tiga boleh? Benar boleh tapi jaraknya diatur lebih dari tiga tahun," kata Jokowi dalam Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional 2022 di Medan, Sumatera Utara pada Kamis, 7 Juli 2022.

Ia kembali menekankan bahwa jarak antar anak sebaiknya lebih dari tiga tahun. Bukan satu atau dua tahun.

"Harus lebih dari tiga tahun. Jangan tiap tahun punya anak. Lebih dari tiga tahun," tegas pria yang juga ayah dari tiga anak itu.

Jokowi mengatakan dengan pengaturan jarak antar anak satu, dua atau tiga hal ini bisa membuat orangtua fokus pada anak terutama di tahun-tahun pertama kehidupannya. Hal ini merupakan salah satu upaya menekan angka stunting di Indonesia yang masih di angka 24,4 persen di tahun 2021.

"Kalau sudah tiga tahun, gizinya sudah baik, boleh punya anak lagi," kata Jokowi.

Tak lupa, ia mengingatkan para orangtua untuk juga mempersiapkan pendidikan buah hati. Hal ini demi sumber daya manusia bangsa Indoensia yang berkualitas.

Kenapa Berjarak Lebih dari 3 Tahun?

Ilustrasi kakak adik bertengkar
Ilustrasi kakak adik (Gambar oleh Artist and zabiyaka dari Pixabay)

Dalam kesempatan berbeda, Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Eni Gustina memaparkan alasan perlu jarak tiga tahun antar kehamilan. 

"Sesuai dengan hasil penelitian yang ada, kita sarankan minimal tiga tahun jaraknya. Jadi setelah tiga tahun, silakan untuk berencana hamil lagi," kata Eni dalam sebuah webinar mengutip Antara.

Secara biologis, jarak kehamilan minimal tiga tahun tersebut bertujuan memberikan waktu agar rahim ibu dapat kembali normal usai melahirkan anak sebelumnya.

"Bayangkan, saat hamil itu, rahim dari sebesar telur ayam bisa sampai lima kilogram, diisi bayi dengan berat tiga kilogram, itu kan sebuah perkembangan luar biasa yang terjadi dalam jangka waktu 270 hari. Dari melar ke balik normal lagi kan susah. Jadi perlu recovery dulu. Kembalikan dulu rahimnya sampai betul-betul sempurna kecilnya," jelas Eni.

 Saat rahim ibu sudah pulih dan benar-benar siap untuk hamil lagi, maka hal tersebut akan meminimalisasi risiko stunting pada anak yang dikandungnya. Selain itu, juga dapat meningkatkan kecerdasan si kakak sebab dia mendapatkan pengasuhan dan perhatian yang penuh dari ibu di usia emasnya.

"Jadi memang spacing menjadi sangat penting untuk mencegah stunting dan sangat penting untuk berkontribusi pada kecerdasan anak," terang Eni. 

Sementara itu, bila jarak kehamilan yang pendek itu akan mengganggu gizi ibu hamil. Alhasil, ibu belum benar-benar pulih usai melahirkan anak pertama lalu sudah hamil lagi anak kedua seperti disampaikan dokter spesialis obstetri dan ginekologi FKUI-RSCM Dwiana Ocviyanti.

"Kita lihat dalam dalam dua tahun itu dia masih menyusui, masih harus merawat anaknya, tidurnya masih kurang, karena kalau punya bayi itu sulit untuk tidur cukup. Ini akan berdampak pada gizinya yang kurang baik, ini juga tentunya akan mempengaruhi jika dia terpaksa harus hamil lagi," ujar Dwiana.

Kejar Target Stunting di 14 Persen pada 2024

FOTO: Tingkat Prevalensi Stunting di Indonesia Masih Tinggi
Orangtua mendampingi anaknya bermain di RPTRA Meruya Utara, Jakarta, Selasa (25/1/2022). Berdasarkan survei Studi Status Gizi Indonesia, prevalensi stunting atau gizi buruk di Indonesia saat ini mencapai 24,4 persen. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Pada peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) 2022, stunting masih menjadi isu utama yang diangkat pemerintah. Stunting atau kekurangan gizi kronis pada anak bukan hanya berdampak pada fisik yang tidak optimal tapi juga kecerdasan anak yang lebih rendah dibandingkan anak tidak stunting.

"Anak-anak ini penentu wajah masa depan Indonesia," kata Jokowi.

Bila angka stunting bisa ditekan serendah-rendahnya, maka banyak anak pintar dan cerdas di Indonesia. Kesempatan bersaing dengan negara lain pun bakal mudah.

"Kalau anak-anak kita pintar-pintar, cerdas-cerdas, kita bersaing negara lain itu mudah. Tapi kalau stunting, nutrisi enggak tercukupi ya ke depan kalau bersaing akan kesulitan," tegas Jokowi.

"Stunting harus kita turunkan persentasenya."

Pada 2014 angka stunting di Indonesia ada 37 persen. Lalu, menurun signifikan pada 2021 di angka 24 persen. Namun, angka ini masih tinggi. Maka target terdekat adalah menurunkan angka stuntin di 14 persen pada 2024.

 

Bekerja Keras Bersama-Sama Turunkan Angka Stunting

Presiden Joko Widodo dalam Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional 2022 di Medan. (Foto: Tangkapan Layar YouTube Sekretariat Presiden)
Presiden Joko Widodo dalam Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional 2022 di Medan. Upaya penekanan stunting yang diupayakan agar kasus bisa terus turun. (Foto: Tangkapan Layar YouTube Sekretariat Presiden)

 

Pada peringatan Hari Keluarga Nasional 2022 ini ia mengajak seluruh komponen bangsa bekerja keras bersama-sama menurunkan angka stunting.

"Pada peringatan Harganas ini mengajak kekuatan bangsa untuk bergerak bersama-sama, bersinergi untuk menurunkan stunting dan akan masalah dalam mempersiapkan generasi penerus berkualitas. Betul-betul harus kita persiapkan," kata Jokowi.

Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi
Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya