Ternyata Ini Alasan Indonesia Pilih Jalur Negosiasi Hadapi Kebijakan Tarif Donald Trump

Sebagai bagian dari strategi negosiasi, pemerintah Indonesia juga tengah mengupayakan sejumlah reformasi kebijakan.

oleh Tira Santia Diperbarui 08 Apr 2025, 16:31 WIB
Diterbitkan 08 Apr 2025, 16:31 WIB
Ternyata Ini Alasan Indonesia Pilih Jalur Negosiasi Hadapi Kebijakan Tarif Donald Trump
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan alasan di balik keputusan Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk mengambil jalur negosiasi dalam merespons kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh Presiden AS, Donald Trump. (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan alasan di balik keputusan Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk mengambil jalur negosiasi dalam merespons kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh Presiden AS, Donald Trump.

Menurut Airlangga, keputusan ini didasari pertimbangan Amerika Serikat merupakan mitra strategis bagi Indonesia. Dalam berbagai pembicaraan dan rapat, Presiden Prabowo memberikan arahan agar Indonesia tidak mengambil langkah konfrontatif, melainkan menempuh strategi diplomasi ekonomi melalui negosiasi.

"Arahan Bapak Presiden untuk merespons ini, dalam beberapa kali pembicaraan bahkan dalam rapat, ini Indonesia memilih jalur negosiasi karena Amerika merupakan mitra strategis," kata Airlangga dalam acara Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI: Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Nasional, di Menara Mandiri Sudirman, Jakarta Selatan, Selasa (8/4/2025).

Salah satu langkah konkret yang dilakukan Pemerintah Indonesia adalah melakukan revitalisasi terhadap perjanjian perdagangan dan investasi, termasuk Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) yang terakhir diperbarui pada tahun 1996 dan kini dianggap sudah usang.

"Malaysia juga akan mendekati Indonesia melakukan perjanjian TIFA," ujar dia.

Pemerintah Upayakan Sejumlah Reformasi Kebijakan

Sebagai bagian dari strategi negosiasi, pemerintah Indonesia juga tengah mengupayakan sejumlah reformasi kebijakan, termasuk deregulasi terhadap berbagai non-tariff measures (NTM).

Salah satu permintaan utama dari pihak Amerika Serikat adalah terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di sektor teknologi informasi dan komunikasi (ICT), khususnya bagi investasi perusahaan-perusahaan AS di kawasan seperti Batam, yang telah mendapat status sebagai zona perdagangan bebas (free trade zone).

 

Evaluasi LARTAS

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)... Selengkapnya

"Jadi, ini juga menjadi bahan untuk kita bernegosiasi, karena mereka akan investasi data center, baik Oracle, Microsoft, maupun terkait dengan trade," katanya.

Lebih lanjut, pemerintah juga tengah melakukan evaluasi terhadap daftar larangan dan pembatasan (LARTAS), termasuk percepatan proses sertifikasi halal. Ini dinilai penting untuk menciptakan iklim perdagangan yang lebih seimbang.

"Kemudian evaluasi LARTAS termasuk percepatan halal sertifikasi, dan juga apa yang diingin Amerika adalah balancing neraca perdagangan, jadi Vietnam yang minta untuk menol-kan tidak direspons, karena mereka tidak melakukan komitmen untuk membalance neraca," ujarnya.

 

RI Bakal Tingkatkan Impor Produk AS di Sektor Pertanian

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto saat memberikan sambutan di Nusantara Economic Outlook (NEO) 2025
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto saat memberikan sambutan di Nusantara Economic Outlook (NEO) 2025... Selengkapnya

Sebagai respons, Presiden Prabowo telah mengarahkan agar Indonesia meningkatkan impor terhadap produk-produk Amerika, terutama di sektor pertanian seperti kedelai dan gandum komoditas yang tidak diproduksi di dalam negeri dan berasal dari daerah-daerah pemilih Partai Republik di AS.

"Tetapi arahan Pak Presiden, Pak Prabowo, bahwa kita akan meningkatkan produk dari Amerika, terutama juga produk agri-culture yang kita tidak punya, seperti soya bean dan wheat dari negara penghasil agri-culture, yang kebetulan daerah ini adalah daerah konstituennya Republican," ujar Airlangga.

Selain itu, Indonesia juga mempertimbangkan pembelian produk rekayasa teknik (engineering product) serta energi seperti LPG dan LNG dari Amerika Serikat.

Namun, pembelian ini tidak akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), karena dilakukan melalui skema realokasi atau switch dari sumber pembelian sebelumnya.

"Nah kemudian juga pembelian daripada engineering product, dan juga dengan pembicaraan dengan Menteri ESDM, juga kita arahan Pak Presiden, kita juga disiapkan untuk membeli LPG dan LNG, peningkatan dari Amerika, tetapi ini tidak menambah, tetapi realokasi pembelian, switch, jadi tidak mengganggu APBN," jelasnya.

Dengan pendekatan ini, Indonesia berharap dapat membangun hubungan ekonomi yang lebih kuat dan saling menguntungkan dengan Amerika Serikat, tanpa mengorbankan stabilitas ekonomi dalam negeri.

Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global
Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya