Obat COVID-19 Paxlovid Kantongi Izin BPOM, Cegah Rawat Inap atau Kematian hingga 89 Persen

BPOM RI secara resmi mengeluarkan EUA untuk Paxlovid sebagai obat COVID-19.

oleh Diviya Agatha diperbarui 18 Jul 2022, 13:00 WIB
Diterbitkan 18 Jul 2022, 13:00 WIB
Obat COVID-19 Paxlovid buatan Pfizer
Obat COVID-19 Paxlovid buatan Pfizer. (Dok. Pfizer)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI telah resmi mengeluarkan Izin Penggunaan Darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk Paxlovid sebagai obat COVID-19 di Indonesia.

Paxlovid merupakan obat berbentuk tablet yang dikembangkan dan diproduksi oleh Pfizer. Sebelumnya, BPOM juga telah menerbitkan EUA untuk obat antivirus Favipiravir, Remdesivir, antibodi monoklonal Regdavimab, dan Molnupiravir.

"Paxlovid yang disetujui berupa tablet salut selaput dalam bentuk kombipak, yang terdiri dari Nirmatrelvir 150 mg dan Ritonavir 100 mg dengan indikasi untuk mengobati COVID-19 pada orang dewasa yang tidak memerlukan oksigen tambahan dan yang berisiko tinggi terjadi progresivitas menuju COVID-19 berat," ujar Kepala BPOM RI, Penny K Lukito melalui siaran pers pada Minggu, 17 Juli 2022.

Penny mengungkapkan bahwa terdapat anjuran dosis untuk penggunaan Paxlovid yang dapat dikonsumsi selama dua kali sehari dalam lima hari.

"Adapun dosis yang dianjurkan adalah 300 mg Nirmatrelvir (dua tablet 150 mg) dengan 100 mg Ritonavir (satu tablet 100 mg) yang diminum bersama-sama dua kali sehari selama 5 (lima) hari,” kata Penny.

Berdasarkan hasil kajian terkait keamanan, Paxlovid secara umum aman dan dapat ditoleransi. Efek samping yang berpotensi muncul juga masih dalam kategori ringan dan sedang.

Efek samping dengan kategori ringan dan sedang yang paling sering dilaporkan adalah dysgeusia atau gangguan indra perasa (5,6 persen), diare (3,1 persen), sakit kepala (1,4 persen), dan muntah (1,1 persen).

Cegah Rawat Inap dan Kematian

BPOM Beberkan Uji Klinis Obat Covid-19 Temuan UNAIR
Kepala BPOM Penny Lukito saat konferensi pers terkait hasil uji klinis obat untuk Covid-19 dari UNAIR di Kantor BPOM, Jakarta, Rabu (19/8/2020). Penny Lukito menyatakan hasil uji klinis tahap tiga obat Covid-19 dari Universitas Airlangga (UNAIR) belum valid. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sedangkan dari sisi efikasi, hasil uji klinik fase 2 dan 3 menunjukkan bahwa Paxlovid dapat menurunkan risiko hospitalisasi (rawat inap) atau kematian sebesar 89 persen pada pasien dewasa COVID-19 yang tidak dirawat di rumah sakit dengan komorbid (penyakit penyerta).

Komorbid yang berkaitan dengan peningkatan risiko ini seperti lansia, obesitas, perokok aktif, riwayat penyakit jantung, diabetes, atau gangguan ginjal.

Dalam kesempatan tersebut, Penny juga mengapresiasi kontribusi dan dukungan yang diberikan oleh pihak terkait seperti Tim Ahli Komite Nasional Penilai Obat serta asosiasi klinisi yang telah mengkaji secara intensif hingga disetujuinya EUA Obat Paxlovid tablet salut selaput.

Penggunaan Paxlovid di Indonesia juga akan terus dipantau oleh BPOM dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI kedepannya.

Badan POM juga melakukan pengawasan terhadap rantai pasokan Paxlovid agar keamanan, khasiat, dan mutu obat yang beredar dapat dipertahankan, serta mencegah penggunaannya secara ilegal.

Cegah Penjualan Paxlovid Ilegal

Pfizer Temukan Obat Covid-19, Diklaim Manjur 90 Persen
Pil antivirus Covid-19 besutan perusahaan farmasi dunia Pfizer digadang manjur hingga 90 persen. (Pexels/jeshootscom).

Demi mencegah peredaran Paxlovid secara ilegal, BPOM turut melakukan serangkaian kegiatan pengawasan dari hulu hingga hilir. Upaya tersebut dilakukan lewat beberapa cara berikut.

1. Penngawasan pemasukan Bahan Baku Obat (BBO)

2. Pengawasan sarana produksi obat melalui pemenuhan aspek Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)

3. Pengawasan di sarana distribusi obat melalui pemenuhan aspek Cara Distribusi Obat Yang Baik (CDOB)

4. Melakukan sampling dan pengujian terhadap produk obat yang beredar

5. Melakukan sosialisasi atau Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat tentang bahaya penggunaan obat ilegal.

"Kami mengimbau masyarakat untuk lebih waspada sebelum membeli atau mengonsumsi produk obat. Masyarakat harus menjadi konsumen cerdas dan hindari mengonsumsi obat-obat ilegal," ujar Penny.

Belilah Obat dengan Izin Edar

FOTO: Kepala BPOM Paparkan Terkait Vaksin COVID-19 Sinovac
Kepala BPOM Penny K Lukito menyampaikan keterangan terkait vaksin COVID-19 di Gedung BPOM, Jakarta, Kamis (19/11/2020). Penny mengatakan Emergency Use of Authorization (EUA) vaksin COVID-19 Sinovac diharapkan bisa keluar pada minggu ketiga/keempat Januari 2021. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Lebih lanjut Penny mengimbau masyarakat agar hanya membeli obat dengan nomor izin edar yang terdaftar dalam BPOM. Serta, masyarakat juga dapat membeli obat pada sarana yang memang resmi.

"Pastikan hanya membeli obat yang telah memiliki nomor izin edar. Belilah obat di sarana resmi, yaitu Apotek, Toko Obat, Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat atau secara online di apotek yang telah memiliki izin Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF). Untuk mendapatkan obat keras tentunya tetap harus berdasarkan resep dokter," kata Penny.

BPOM juga mengimbau masyarakat untuk tetap menerapkan protokol kesehatan sebagai upaya kunci dalam memutus rantai penyebaran COVID-19.

Masyarakat pun diminta untuk bijak dan berhati-hati dalam mengonsumsi obat, obat tradisional, maupun suplemen kesehatan yang digunakan dalam penanganan COVID-19.

Serta tidak mudah terpengaruh dengan promosi produk dengan klaim dapat mencegah atau mengobati COVID-19. 

Infografis Meroketnya Harga Obat dan Asupan Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Meroketnya Harga Obat dan Asupan Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya