Liputan6.com, Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) tengah menjalankan intensifikasi pengawasan produk pangan jelang Lebaran.
Intensifikasi dimulai sejak 24 Februari 2025 atau sebelum Ramadan dan akan berakhir pada 26 Maret 2025. Pelaksanaan intensifikasi pengawasan terfokus pada pangan olahan di sarana peredaran seperti importir, distributor, ritel, dan gudang e-commerce dengan prioritas pada pengawasan pangan tanpa izin edar (TIE), kedaluwarsa, dan rusak.
Advertisement
Hasilnya, dari 1.190 sarana, 31,6 persennya tidak memenuhi ketentuan dan 68,4 persennya memenuhi ketentuan.
Advertisement
Menurut Kepala BPOM, Taruna Ikrar, pemantauan juga dilakukan pada para penjual takjil. Lantas, apakah intensifikasi juga menyasar pedagang asongan yang menawarkan makanan di lampu merah dari mobil ke mobil?
“Yang akan kita garap sebetulnya bukan hanya yang ada di pasar-pasar tapi termasuk tentu juga pedagang asongan. Yang di pinggir jalan juga sebagian (diperiksa) karena kan metode kita lakukan secara sampling,” kata Taruna kepada Health Liputan6.com dalam temu media di gedung BPOM, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).
Dia menambahkan, pemeriksaan tidak dilakukan di seluruh daerah melainkan hanya di beberapa daerah yang terbilang rawan seperti Jakarta dan Batam.
“Kita juga lakukan pemeriksaan di daerah-daerah, pada pedagang asongan khususnya yang berhubungan dengan takjil atau makanan siap saji untuk berbuka puasa,” terang Taruna.
Periksa Pasar Takjil Mappanyukki Makassar
Salah satu lokasi yang diperiksa oleh BPOM adalah Pasar Takjil Mappanyukki di Makassar.
“Sebagai contoh kami lakukan hal ini (pemeriksaan) di Mappanyukki, salah satu tempat dagang asongan yang sangat besar, ada yang jual di samping-samping mobil, ada yang jual di lampu merah. Itu sebagian kita lakukan sampling pengawasan.”
“Tapi syukurnya pada saat kita lakukan sampling itu, pedagang-pedagang asongan ini justru yang kita dapatkan negatif, jadi tidak mengandung zat-zat yang berbahaya. Tidak mengandung formalin, tidak mengandung boraks,” jelas Taruna.
Advertisement
Hasil Intensifikasi Pengawasan Produk Pangan
Hingga 19 Maret 2025, hasil pengawasan produk pangan olahan yang ditemukan terdiri dalam tiga kategori yakni tanpa izin edar (TIE), kedaluwarsa, dan rusak. Produk TIE mendominasi, diikuti oleh produk kedaluwarsa, yang menunjukkan perlunya pengawasan lebih ketat terhadap distribusi dan kepatuhan regulasi.
Meski jumlah produk rusak lebih sedikit, tetap diperlukan perhatian untuk menjaga kualitas dan keamanan pangan.
“Temuan ini menegaskan pentingnya regulasi dan pengawasan yang lebih intensif, termasuk kampanye Cek Klik/Cek Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa, guna memastikan keamanan, mutu, dan gizi pangan bagi masyarakat,” ujar Taruna.
Rincian Produk Pangan yang Diamankan
Taruna juga merinci produk pangan yang berhasil diamankan sebagai berikut:
- Pangan TIE: 19.795 (55,7 persen).
- Kedaluwarsa: 14.300 (40,2 persen).
- Rusak: 1.439 (4,2 persen).
- Total: 35.534 produk.
Sementara, total nilai ekonomi dari temuan ini adalah Rp16,5 Miliar.
Pangan tanpa izin edar setidaknya ditemukan di lima wilayah yakni:
- Jakarta 9.195 pcs (46,45 persen).
- Balikpapan 1.185 pcs (5,99 persen).
- Tarakan 2.044 pcs (10,33 persen).
- Pontianak 487 pcs (2,46 persen).
- Batam 2.982 pcs (15,06 persen).
Patroli Siber Pengawasan Pangan yang Dijual Daring
Badan POM juga menjalankan Pengawasan Patroli Siber untuk memantau peredaran produk pangan olahan yang tidak memenuhi ketentuan di berbagai platform digital, termasuk e-commerce.
Dalam pengawasan ini, BPOM menemukan 4.374 tautan yang menjual produk pangan Tanpa Izin Edar (TIE), dengan mayoritas produk berasal dari Malaysia, Jepang, Nigeria, Singapura, Australia, dan Belgia.
Temuan ini menunjukkan bahwa produk impor ilegal masih banyak beredar secara daring, berpotensi membahayakan konsumen.
Sebagai tindak lanjut, Badan POM berkoordinasi dengan Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) guna melakukan penurunan konten (takedown) terhadap tautan yang teridentifikasi, serta terus meningkatkan efektivitas pengawasan siber demi melindungi konsumen.
Advertisement
