Liputan6.com, Jakarta Semakin bertambah usia, kondisi seperti aterosklerosis atau penyempitan pembuluh darah arteri akibat timbunan plak bisa terjadi hingga menyebabkan penyakit jantung koroner.
Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Konsultan Kardiologi Intervensi RS Pondok Indah - Pondok Indah Wishnu Aditya Widodo mengatakan, masalah penyempitan pembuluh arteri ini sebenarnya berisiko terjadi pada pria di atas 40 tahun. Namun kini, usia 30-40 pun bisa mengalaminya juga.
Advertisement
Baca Juga
5 Cara Mengonsumsi Alpukat untuk Menurunkan Kolesterol dan Mendapatkan 3 Manfaat untuk Jantung Anda
Daftar Pemain Timnas Indonesia VS Filipina di Piala AFF 2024, Lino Kembali, Trio Bek Tetap Bertahan
Timnas Indonesia Berhasil Keluar dari Persaingan Ketat Grup B Piala AFF 2024, Jika Sukses Kalahkan Filipina
"Sejumlah faktor dapat menjadi penyebabnya seperti gaya hidup, konsumsi fast food, merokok, jarang olahraga, suka rebahan. Hingga faktor khusus seperti genetik, hipertensi dan diabetes jadi pemicu sumbatan di arteri jantung," katanya dalam webinar Diagnosis Faktor Risiko Penyakit Jantung, ditulis Jumat (5/8/2022).
Advertisement
Lebih lanjut, Wishnu menjelaskan, arteri koroner bertugas memberi suplai nutrisi dan oksigen ke jantung. Sehingga jika mengalami penyumbatan dapat menimbulkan komplikasi kerusakan otot jantung.
"Kalau arteri tersumbat, ketidakcukupan suplai oksigen dan nutrisi akan menyebabkan kerusakan otot (iskemia). Jika ini terjadi maka seseorang bisa mengalami infark (serangan jantung)," ujarnya.
Wishnu menerangkan, ada dua tipe sumbatan jantung yaitu:
1. Stabil, jika nyeri dada terjadi saat aktivitas dan membaik jika istirahat.
2. Pipa (pembuluh darah) tersumbat tiba-tiba, yang mengakibatkan serangan jantung. Nyeri dada tidak hilang dengan istirahat.
"Dua hal ini meningkatkan risiko kematian. Penyakit jantung koroner masih menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia baik di era pre-COVID-19 maupun era COVID-19," ujarnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Optical Coherence Tomography (OCT).
Untuk memeriksa apakah di arteri koroner ini ada penyumbatan, kata Wishnu, ada beberapa cara yang biasanya dokter lakukan seperti treadmill test, rekam jantung, kateterisasi jantung, CT Scan cardiac, atau pun cardiac MRI.
Salah satu prosedur yang umum dilakukan adalah katerisasi yang dilakukan biasanya untuk memasang stent jantung atau ring untuk membuka sumbatan.
"Kateterisasi dilakukan di ruangan steril. Pasien tidak dibius. Kemudian selang akan dimasukkan ke pembuluh darah kecil --biasanya di paha atau tangan, diikuti terus hingga ke pembuluh darah jantung. Selang kecil ini akan membawa 'balon' yang jika masuk area penyempitan, stent/ring akan mengembang. balon pun dilepas. Nanti setelah 1-3 bulan, harapan kita akan tumbuh pembuluh darah normal lagi," jelasnya.
Namun menurut Wishnu, prosedur ini telah dilakukan sejak 45 tahun lalu dan prinsipnya masih sama.
Kini dengan teknologi kedokteran semakin maju, dokter bisa melihat lebih detail pembuluh darah dari luar dengan Optical Coherence Tomography (OCT).
"Sekarang dokter bisa melihat lebih detail langsung pembuluh darah dengan pencitraan intrakoroner (intravascular imaging) atau OCT. Jadi kita bisa melihat bayangan dari luar (secara komputerisasi)," katanya.
OCT merupakan pencitraan gambar 3D Flythrough yang membuat dokter seakan-akan melihat pembuluh darah. "Kalau dipasang alat OCT, pas lewat penyumbatan nanti ada cahaya. Dalam satu kali pengambilan gambar 2-3 detik, bisa 540 gambar dengan resolusi dan framered tinggi."
Advertisement
Kelebihan dan kelemahan OCT
Menurut Wishnu, OCT memiliki beberapa kelebihan dalam pemeriksaan jantung karena bisa dipasang sebelum atau sesudah pemasangan stent.
"Sebelum pemasangan stent, kita bisa lihat ukuran asli pembuluh darah sehingga pemasangan stent jadi lebih baik," katanya.
Namun beberapa masalah lain yang paling sering terjadi sewaktu evaluasi pembuluh darah sebelum pemasangan stent, adalah terjadi perkapuran dan diseksi/robekan.
"Pasien yang sudah dipasang stent kemudian stent bermasalah. Mungkin waktu pemasangan stent, dindingnya ngga sempurna. Atau dulu dipasang stent namun ada stent yang patah atau rusak, jelasnya lagi.
Meski demikian, OCT juga memiliki kelemahan. Seperti misalnya waktu tindakan lebih panjang, menggunakan lebih banyak zat kontras--tekanan tinggi ke arteri koroner saat pengambilan gambar sehingga biaya tambahan cukup signifikan.
Cara menjaga jantung tetap sehat
Selain menjaga kesehatan, Wishnu merekomendasikan pemeriksaan jantung 1 tahun sekali jika usianya di atas 40 tahun. Sebab menurutnya, penyakit jantung terjadi karena multifaktor.
Meskipun ada banyak spekulasi bahwa pria lebih banyak mengalami jantung koroner karena secara statistik, prevalensi pria merokok, obesitas, lebih banyak. Namun Wishnu mengingatkan bahwa wanita juga bisa mengalami penyakit jantung.
"Wanita memang lebih jarang mengalami sakit jantung tapi kalau terkena maka angka kematiannya lebih tinggi. Maka itu penting sekali wanita tidak terkena jantung," pungkasnya.
Advertisement