Liputan6.com, Jakarta Sebagai Rumah Sakit Rujukan Nasional, RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta banyak menerima pasien Gangguan Ginjal Akut Atipikal Progresif (GgGAPA) anak dalam kondisi tidak ada air kencing. Dalam hal ini, pasien yang didominasi balita, tidak mengeluarkan urine sama sekali.
Direktur Utama RSCM Jakarta Lies Dina Liastuti mengungkapkan penanganan kondisi tidak ada kencing pada pasien gagal ginjal akut. Tim dokter RSCM berupaya optimal menangani pasien, dari pemeriksaan sampai pengobatan.
Baca Juga
Walau begitu, Lies mengakui, kondisi tidak ada air kencing termasuk yang sudah sulit diatasi. Pemberian obat yang dapat memberikan reaksi positif tubuh menuju kondisi baik terus dilakukan dengan pemantauan ketat dari tim dokter.
Advertisement
"Masalahnya, pada saat datang, sudah lanjut (kondisi akut) semua. Mereka sudah dalam kondisi tidak ada kencing ya. Jadi dari tipe rumah sakit C dan B sebelum kami (rujukan ke RSCM) sudah dicoba (penanganan) tapi gagal, kemudian pindah (dirujuk) ke kami dalam kondisi memang sudah sulit diatasi," ungkap Lies saat konferensi pers di Gedung Kiara, RSCM Jakarta pada Kamis, 20 Oktober 2022.
"Akhirnya, kami melakukan dua hal. Satu, pengobatannya semaksimal mungkin dicoba atas dasar pemeriksaan macam-macam. Sehingga bukan penelitian di laboratorium saja, kami tetap meneliti seperti apa rontgennya, itu terus dikerjakan, kemudian sambil kita melihat reaksi-reaksi tubuhnya berdasarkan (obat) apa yang diberikan."
Berdasarkan data Perkembangan Jumlah Kasus RSCM Gangguan Ginjal Akut Misterius periode Januari sampai 20 Oktober 2022, terlihat kasus mulai meningkat pada Agustus 2022. Rinciannya, 2 kasus ginjal akut pada Januari, 1 kasus pada Maret, 3 kasus pada Mei, 2 kasus pada Juni, 1 kasus pada Juli, 8 kasus di bulan Agustus, 20 kasus pada September, dan 11 kasus pada Oktober 2022.
Obat Daya Tahan Tubuh Kurang Manjur
Penanganan Gangguan Ginjal Akut Atipikal Progresif (GgGAPA) di RSCM Jakarta, tim dokter turut memberikan obat untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Sayangnya, obat yang diberikan dengan nama Gammaraas ini kurang begitu manjur bagi sebagian besar pasien.
"Semua upaya dicoba, bahkan kami waktu itu sampai mencoba memberikan obat untuk meningkatkan daya tahan tubuh, namanya Gammaraas supaya kuat anaknya. Tapi ternyata itu juga kurang memberikan hasil yang maksimal," Lies Dina Liastuti melanjutkan.
"Sebagian pasien membaik, sebagian lagi tidak. Kemudian kami melakukan USG ginjalnya, tidak ada penyakit ginjal bawaan. Kami cari cara infeksi, tidak ada virus maupun kuman yang secara spesifik."
Sebagai informasi, Gammaraas adalah obat untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh atau biasa disebut sistem imun.
Selanjutnya, tim dokter mencari arah kemungkinan penyebab berkaitan dengan COVID-19, tidak ada. Pemeriksaan darah memang ada terinfeksi COVID-19, namun jumlahnya sangat kecil.
"Kami cari ke arah (penyebab) COVID-19, enggak ada, terus cari apakah efek vaksin COVID-19, enggak juga enggak ada. Tidak ada pengaruh dari vaksin COVID-19 kepada anak-anak kecil-kecil," terang Lies.
"Kemudian kami cek dulu darahnya, ada enggak sih dia terinfeksi COVID-19. Hasilnya, ada sedikit sekali sebagaian dari mereka tapi enggak semuanya dan itu kecil. Jadi kami mencari ke berbagai arah gitu ya."
Advertisement
Ambil Sampel Urine
Pemeriksaan dan penelitian pada awal-awal temuan kasus gagal ginjal akut misterius di RSCM Jakarta terus dilakukan. Tim dokter menyimak pemberitaan kasus serupa di Gambia, Afrika Barat. Bahwa di sana ada keberkaitan dengan penggunaan obat sirup parasetamol yang mengandung zat berbahaya.
"Akhirnya, dokter-dokter kami mendapatkan berita di Gambia. Dengan dasar itu, kami mulai langsung berpikir, jangan-jangan ada juga ke arah sana (penggunaan obat sirup parasetamol). Kenapa? Karena kita melihat perjalanannya memang tidak seperti penyakit gagal ginjal yang biasa," Lies Dina Liastuti menerangkan.
"Nah, kalau teman-teman nanya, apa yang dilakukan dibilang penelitian ya kami penelitian terus. Penelitiannya sekarang kita ke arah itu, benar atau enggak kita seperti di Gambia."
Selanjutnya, perlu diteliti, apakah ada faktor dalam tubuh yang merupakan zat toksin atau berbahaya dalam tubuh. Pihak RSCM mengambil darah dan urine --- kalau ada kencingnya -- kemudian mencari keluarga, apakah ada paparan-paparan.
"Ya mungkin dari hal-hal yang ada, kita tariklah obat-obat apa yang selama ini. Itu maksudnya sebelum anaknya dikirim (dirujuk) ke RSCM)," pungkas Lies.
Gejala Sebelum Gagal Ginjal Akut
Perkembangan Jumlah Kasus RSCM dengan Gangguan Ginjal Akut Misterius periode Januari sampai 20 Oktober 2022 rupanya banyak terjadi pada balita.
Lies Dina Liastuti mengatakan, kasus gagal ginjal akut terjadi pada sebagian besar balita, yakni anak-anak kecil usia 8 bulan sampai 8 tahun. Ia menyebut kondisi yang dialami anak sebelum terserang gagal ginjal akut.
"Menurut cerita orangtuanya bahwa mereka (anak-anak) sebelumnya enggak apa-apa, bukan anak yang dengan penyakitan berat lainnya. Kemudian mereka punya gejala rata-rata demam," katanya.
"Sebelum ada demam, ada gejala lain mungkin seperti diare, batuk pilek, penyakit saluran pernapasan dan ternyata semuanya mendapatkan sudah ke dokter sebelumnya."
Ditambahkan Lies, urine harus dikeluarkan. Sebab, pada kasus gagal ginjal akut, pasien dalam kondisi tidak kencing. Dampak yang dapat terjadi adalah penumpukan urine yang berujung ginjal menjadi rusak.
"Yang keluar dari pipis kita itu adalah hasil yang sebetulnya memang tidak boleh menumpuk dalam badan. Kalau gagal ginjal, artinya ginjalnya enggak bisa mengeluarkan urine, dengan level berbeda-beda," jelasnya.
"Mulai dari ringan, sedang sampai berat. Yang berat adalah kalau ginjalnya sama sekali tidak bisa mengeluarkan urine, enggak ada urine-nya. Bayangkan, kalau kita enggak bisa keluarkan urine, segala racun berada dalam tubuh kita."
Advertisement