Liputan6.com, Jakarta - Di masa pandemi COVID-19 banyak masyarakat enggan datang ke fasilitas kesehatan lantaran takut tertular virus atau bakteri.
Risiko infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan biasa dikenal dengan Healthcare Associated Infections (HAIs) atau infeksi nosokomial.
Baca Juga
Dalam studi yang dilakukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), frekuensi infeksi nosokomial tertinggi dilaporkan dari rumah sakit-rumah sakit di wilayah Mediterania Timur (11,8 persen). Diikuti oleh Asia Tenggara termasuk Indonesia sebesar 10 persen.
Advertisement
Paparan infeksi di fasilitas kesehatan tak hanya bisa terjadi pada pasien rawat inap, staf, dan praktisi kesehatan. Namun juga berisiko pada pengunjung seperti pasien rawat jalan, keluarga, atau teman yang mengantar.
Ada banyak komponen di lingkungan rumah sakit yang berpotensi langsung atas risiko terhadap HAIs. Ini termasuk desain fasilitas bangsal perawatan dan ruang operasi, kualitas udara, pasokan air, makanan, penanganan limbah medis, dan jasa cuci (laundry).
Infeksi-infeksi ini paling sering disebabkan oleh bakteri, virus, dan mikroorganisme yang diperoleh dari kunjungan ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Upaya pencegahan dan pengendalian HAIs telah dilakukan sebagai bagian dari protokol kesehatan dan standar operasional prosedur di rumah sakit sebagai penyedia layanan kesehatan yang beroperasi 24/7.
Kualitas udara yang bersirkulasi, terutama di ruang tertutup atau ruang yang tidak memiliki ventilasi udara yang memadai penting untuk diperhatikan. Seperti di gedung-gedung tinggi rumah sakit. Saat ini, banyak rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan dibangun mirip dengan gedung perkantoran bertingkat tinggi yang tertutup. Serta mengandalkan sistem sirkulasi udara dan pendingin udara.
Butuh Ventilasi Tepat
Di gedung-gedung rumah sakit seperti ini, dibutuhkan ventilasi yang tepat agar udara dapat bersirkulasi dengan baik untuk mengurangi transmisi virus dan bakteri.
Selain itu, kualitas udara yang baik dapat dibantu dengan alat seperti UV-C air disinfection. Penggunaan teknologi UV-C air disinfection dapat berperan penting dalam meningkatkan kualitas udara di fasilitas pelayanan kesehatan.
Dokter spesialis mikrobiologi klinik dari Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia (PERDALIN) Cahyarini Dwiatmo mengatakan bahwa ada beberapa penyakit yang bisa ditularkan lewat udara. Seperti tuberkulosis hingga COVID-19. Maka dari itu, kualitas udara di dalam ruangan terutama ruangan fasilitas kesehatan perlu diperhatikan.
Pasalnya, kuman yang berterbangan di udara tidak terlihat tapi membahayakan kesehatan.
“Kalau saya nyebutnya makhluk halus karena sangat halus dan kecil sekali sehingga tak kasat mata,” ujar dokter yang akrab disapa Rini dalam Signify Thought Leadership Forum di Jakarta, Selasa (25/10/2022).
Senada dengan Rini, Country Leader Signify Indonesia, Dedy Bagus Pramono menyampaikan, kualitas udara yang dihirup setiap hari memainkan peranan penting dalam kesehatan tubuh.
“Banyak orang yang tidak menyangka bahwa udara dapat membawa virus, bakteri, dan mikroorganisme lainnya karena tidak terlihat oleh mata,” katanya.
Advertisement
Disinfeksi dengan Sinar UV-C
Sinar UV-C sudah terbukti sebagai metode disinfeksi yang dapat digunakan untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran penyakit dengan mendisinfeksi udara, air, dan permukaan.
Pada panjang gelombang 254 nanometer, sinar UV-C dapat memecah DNA atau RNA mikroorganisme termasuk virus dan bakteri, dan melumpuhkannya.
Penelitian terbaru oleh Innovative Bioanalysis telah membuktikan efektivitas alat disinfeksi udara bernama Luminer Philips UV-C disinfeksi upper air yang dipasang di dinding.
Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa perangkat tersebut menonaktifkan 99,99 persen virus SARS-CoV-2 di udara ruangan dalam waktu 10 menit, sementara pada menit ke 20, virus berada di bawah tingkat yang dapat dideteksi.
Alat ini dapat dipasang pada ketinggian minimal 2,3 meter, dikombinasikan dengan pelindung dan optik, memastikan orang dapat terus bekerja di bagian bawah ruangan sementara perangkat mendisinfeksi udara di sana.
Di bagian dalam, lampu UV-C secara efektif menonaktifkan virus, bakteri, dan mikroorganisme, yang dilengkapi dengan material pelindung untuk mengunci sinar UV-C di dalam perangkat. Sinar UV-C dapat terkontrol dengan baik karena terbuat dari bahan plastik anti-UV.
Kuman Ada di Berbagai Tempat
Sebelumnya, rini menjelaskan bahwa udara bisa dicemari kuman dengan jumlah yang tak sedikit. Kuman terdiri dari bakteri, virus, dan jamur. Ketiga makhluk ini tidak terlihat oleh mata telanjang dan perlu menggunakan alat khusus untuk melihatnya.
Rini menambahkan, bentuk kuman bermacam-macam. Bakteri sendiri ada yang bulat ada pula yang spiral dan sebagainya. Virus juga memiliki bentuk yang bermacam-macam dan ukuran yang sangat kecil.
“Kalau sekarang virus yang terkenal itu SARS-Cov2 penyebab COVID-19 yang bentuknya seperti bola dengan tonjolan atau spike di sekeliling tubuhnya.”
Sedangkan jamur, bentuknya tidak seperti jamur yang biasa diolah menjadi hidangan makanan melainkan tak terlihat oleh mata biasa.
Sejatinya, kuman adalah makhluk yang paling primitif. Tempat hidupnya adalah di seluruh tempat yang kita tempati juga. Namun, tidak semua kuman perlu dimusnahkan, karena sebagian kuman adalah penjaga tubuh.
“Tempat tinggal kuman yang paling baik adalah di tubuh kita. Kenapa? Karena tubuh kita hangat. Sama seperti kita, kuman juga butuh kehangatan, butuh air, butuh udara, dan butuh kasih sayang.”
Advertisement