Liputan6.com, Jakarta Setiap individu memiliki masalah masing-masing. Hal yang nampak sepele bagi A belum tentu dirasa sama oleh B. Namun, satu yang pasti masalah yang muncul harus diselesaikan agar tak menimbulkan stres yang berlarut-larut.
Psikolog klinis Anna Surti Ariani menjelaskan bahwa ketika sebuah peristiwa dianggap sebagai masalah, individu tersebut bakal melakukan penilaian dan interpretasi terhadap peristiwa itu apakah membahayakan atau tidak, bisa jadi masalah besar atau tidak. Langkah selanjutnya, melakukan respons dan strategi coping.
Baca Juga
Ia menjelaskan bahwa coping terdiri dari tiga jenis yaitu proactive coping, approach or avoidance coping, dan problem-focused or emotion-focused coping. Seperti apa itu?
Advertisement
Proactive coping adalah saat seseorang melakukan antisipasi terhadap masalah tertentu yang mungkin terjadi. Sementara approach or avoidance coping adalah saat seseorang memilih untuk menghadapi atau menghindari sumber stres atau permasalahan.Baik menghadapi maupun menghindari masalah, keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan.
"Contoh, kalau kita melakukan approach coping. Misalnya saya mengalami kesulitan dengan orang kantor saya, lalu saya mendekati dia untuk berdiskusi. Seperti itu bisa menyelesaikan masalah dan dalam jangka panjang akan memperbaiki kehidupan kita. Namun, kita mengalami kesulitan dalam mengatasi masalah tersebut," kata wanita yang karib disapa Nina dalam peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia yang digelar daring oleh Puskesmas Ciracas Jakarta Timur secara daring.
Sementara itu, pada avoidance coping, misalnya pada masalah yang sama, dalam jangka pendek merasa lega karena tidak harus berhadapan dengan orang tersebut. Namun dalam jangka panjang, enggak akan selesai-selesai masalahnya.\
Nina melanjutkan bahwa approach coping seringkali dinilai lebih memberikan bantuan dalam menyelesaikan masalah dibandingkan melakukan avoidance coping seperti mengutip Antara.
Problem-focused coping
Sedangkan problem-focused or emotion-focused coping, kata Nina, adalah saat seseorang memilih untuk mengatasi masalah atau mengatasi ketidaknyamanan emosional.
"Problem-focused coping ini contohnya tadi, permasalahan yang kita hadapi itu dibicarakan. Sementara emotion-focused coping ini adalah kan saya enggak nyaman nih sama orang kantor, bagaimana caranya saya mengembalikan emosi saya," kata Nina.
Ia menjelaskan bahwa kedua hal ini harus dilakukan secara bersamaan. Dalam penelitian-penelitian menunjukkan metode coping tersebut memberikan manfaat lebih untuk berelasi dengan orang-orang atau menyelesaikan masalah.
Ninamenambahkan, strategi-strategi coping tersebut dapat sangat efektif jika disertai hal lain seperti dukungan sosial dan kepribadian yang optimis, tangguh, serta menghargai diri sendiri.
"Untuk itu kita perlu mengelilingi diri dengan orang-orang baik. Jangan menarik diri, cari bantuan orang lain jika merasa perlu, dan saling membantu," ujar wanita yang praktik di Klinik Terpadu UI-Depok itu.
Adapun langkah lain yang bisa dilakukan, kata Nina, di antaranya menuliskan apa yang sedang dirasakan, manajemen stres yang baik, latihan relaksasi, serta latihan membuat kalimat-kalimat baik yang ditujukan untuk diri sendiri.
Advertisement
Coping Disertai Kepribadian Tangguh
Nina menambahkan, strategi-strategi coping tersebut dapat sangat efektif jika disertai hal lain seperti dukungan sosial dan kepribadian yang optimis, tangguh, serta menghargai diri sendiri.
"Untuk itu kita perlu mengelilingi diri dengan orang-orang baik. Jangan menarik diri, cari bantuan orang lain jika merasa perlu, dan saling membantu," ujar wanita yang praktik di Klinik Terpadu UI-Depok itu.
Adapun langkah lain yang bisa dilakukan, kata Nina, di antaranya menuliskan apa yang sedang dirasakan, manajemen stres yang baik, latihan relaksasi, serta latihan membuat kalimat-kalimat baik yang ditujukan untuk diri sendiri.