Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menceritakan 'perburuan' mencari obat Fomepizole untuk pasien gagal ginjal akut atau Gangguan Ginjal Akut Atipikal Progresif (GgGAPA). Sebab, Indonesia tidak memproduksi obat tersebut.
Fomepizole untuk gagal ginjal akut merupakan jenis antidotum atau antidot (antidote) sebagai penawar racun. Obat yang diberikan melalui injeksi intravena ini pun termasuk cukup langka di dunia. Bahkan satu vial saja harganya mencapai Rp16 juta.
Baca Juga
Walau cukup langka, efektivitas Fomepizole untuk menangani keracunan, salah satunya cemaran senyawa Etilen Glikol (EG) dari bahan pelarut obat terbukti ampuh. Uji coba Fomepizole sudah dilakukan terhadap 10 pasien gagal ginjal akut yang dirawat di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.
Advertisement
Setelah menerima Fomepizole dalam bentuk injeksi, kondisi pasien yang didominasi anak di bawah 5 tahun tersebut membaik dan stabil.
"Kita sudah sampai kepada hipotesa bahwa penyebab dari penyakit ini adalah keracunan Etilen Glikol (EG), Dietilen Glikol (DEG), dan Etilen Glikol Butil Ether (EGBE). Kemudian kita mencari antidotnya dan sudah ada, namanya Fomepizole," tutur Budi Gunadi saat Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR di Gedung DPR RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu, 2 November 2022.
"Kita langsung mencari karena di Indonesia enggak ada obatnya ya. Kita lihat ada di Singapura akhirnya bisa beli 30 vial dari Singapura."
Obat Fomepizole dari Singapura ini sebenarnya stok darurat yang dimiliki. Dalam hal ini, Singapura mempunyai cadangan stok obat darurat nasional atau yang disebut National Emergency Stock.
"Saya telepon Menteri Kesehatan Singapura, rupanya Fomepizole ini termasuk obat cadangan mereka. Mereka memiliki obat-obat cadangan, National Emergency Stock. Jadi, kita harus ambil dari National Emergency Stock mereka," ucap Menkes Budi Gunadi.
"Karena saya punya hubungan pribadi (dengan Menkes Singapura), kita bisa telepon dan dikasih 30 vial, tapi mesti beli gitu ya."
Rencana Pembelian ke AS
Tak hanya dari Singapura, Budi Gunadi Sadikin juga menelepon Menteri Kesehatan Australia. Stok Fomepizole di sana ternyata cukup banyak sehingga Australia memberikan donasi.
"Kemudian telepon Menteri Kesehatan Australia, kita dikasih 16 vial ya, ini donasi. Yang terakhir, kebetulan minggu lalu ada Meeting G20, jadi bisa ketemu sama teman-teman dari Jepang dan Kanada," ucapnya.
"Akhirnya minta juga ke mereka, dikasih 200 vial (dari Jepang) dan cepat. Sekarang sudah datang juga itu. Karena pasien kita sekarang sudah menurun drastis, tinggal 34 pasien, mungkin sudah 30 pasien ya, turun drastis. Ya cukuplah, karena dibutuhkan satu sampai dua ampul per pasien."
Dari Australia, Indonesia mendapat donasi 16 vial Fomepizole. Obat ini juga sudah datang.
Untuk tambahan stok obat Fomepizole, Menkes Budi Gunadi pun melirik Amerika Serikat (AS). Di sana, stok obat sangat banyak dan merupakan sumber produksi Fomepizole.
Rencana Fomepizole yang akan dibeli dari AS sejumlah 70 vial. Perkiraan kedatangan pada minggu keempat November 2022.
"Kita sekarang juga sudah melihat sumbernya dari Amerika, mungkin kita beli lagi untuk mencapai (stok) ke level tertentu. Karena sudah terbukti, orang yang dikasih ini sembuh ya," imbuhnya.
Advertisement
Distribusi ke RS Rujukan
Distribusi obat Fomepizole menyasar ke RS Rujukan yang merawat pasien gagal ginjal akut anak. Pendistribusian sudah dilakukan sejak seminggu lalu.
"Kita sudah distribusikan seminggu yang lalu ya ke rumah sakit-rumah sakit di luar RSCM. Kita coba dulu di RSCM hasilnya seperti apa, ternyata hasil positif. Begitu kita sudah tahu positif, langsung obat-obatan ini kita distribusikan ke seluruh rumah sakit-rumah sakit yang merawat pasien," Budi Gunadi Sadikin menerangkan.
"Kami juga kirimkan tata laksananya, kita tulis dan kita lakukan video conference minggu lalu. Ini untuk memastikan para dokter-dokter anak di rumah sakit-rumah sakit ini tahu bagaimana melakukannya (penggunaan Fomepizole)."
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga melakukan monitoring terhadap rumah sakit penerima obat Fomepizole.
"Rumah sakit-rumah sakit ini yang sudah menerima dan berapa yang dipakai, lalu ada sisanya. Semua ini kita monitor per hari ya, disesuaikan dengan jumlah pasiennya," lanjut Menkes Budi Gunadi.
Sembuh Hampir 90 Persen
Menkes Budi Gunadi Sadikin kembali membeberkan, hasil riset klinik yang dilakukan di RSCM terhadap penggunaan obat Fomepizole.
"Uji klinik sekitar minggu kedua Oktober 2022. Begitu kita terima, kita tahu penyakitnya disebabkan oleh Etilen Glikol (EG), Dietilen Glikol (DEG), dan Etilen Glikol Butil Ether (EGBE), kita datangkan Fomepizole dari Singapura," ujarnya.
"Kita lakukan uji coba dan terbukti, memang dari 12 pasien yang biasanya meninggalnya 7 atau 8 pasien, ini yang meninggal satu pasien. Dia meninggalnya pun bukan karena ginjalnya, karena punya komorbid pneumonia."
Sementara itu, pasien gangguan ginjal akut lainnya sembuh hampir 90 persen.
"Tinggal satu saja yang masih belum ada tanda-tanda penyembuhan, tapi tidak memburuk. Begitu sudah lewat 5 hari, biasanya memburuknya cepat sekali dan wafat," sambung Budi Gunadi.
"Pas kita kasih obat ini (Fomepizole) sebagian besar membaik dan ada beberapa yang tidak memburuk. Ya ada satu yang meninggal tadi, sudah diberikan obatnya, tapi meninggalnya karena komorbid pneumonia."
Advertisement