Liputan6.com, Jakarta - Jika setiap anak mendapat vaksin Polio lengkap, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia meyakini target Bebas Polio atau Eradikasi Polio Global tahun 2026 dapat tercapai. Target menuju eradikasi Polio Global ini sudah dinyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia Maxi Rein Rondonuwu menyampaikan, pemberian vaksin Polio lengkap yang dimaksud berupa Polio Tetes (Bivalent Oral Polio Vaccine/bOPV) dan Polio Suntik (Inactivated Polio Vaccine/IPV).
Baca Juga
Pemberian bOPV biasanya ditujukan pada bayi usia 1 - 4 bulan, sedangkan IPV pada usia 4 bulan. Pemberian vaksin Polio demi upaya pencegahan dari virus Polio yang bisa mengakibatkan kelumpuhan.
Advertisement
"Pencegahan Polio sudah pasti satu-satunya ya vaksin Polio. Kalau semua anak-anak kita divaksin dan mendapat vaksin Polio lengkap, itu bOPV-nya dapat 4 kali dan dua kali suntik IPV-nya," ucap Maxi saat 'Press Conference: Kejadian Luar Biasa Polio di Indonesia' pada Sabtu, 19 November 2022.
"Saya sangat yakin, kita tahun 2026 itu eradikasi, enggak ada virus Polio liar lagi -- bebas polio global. Kalau anak-anak juga semua sudah punya kekebalan ya walau virus Polio liar itu masuk ke tubuh, dia (tubuh) bisa lawan."
Maxi mengingatkan, apabila anak tidak mendapat vaksin Polio, virus Polio bisa mudah menginfeksi tubuh. Terlebih, kondisi lingkungan yang buruk seperti perilaku Buang Air Besar (BAB) sembarangan, sungai atau air kotor tempat bermain anak, dapat membawa virus Polio masuk ke tubuh.
Imunisasi Itu Investasi yang Murah
Ditegaskan kembali oleh Maxi Rein Rondonuwu, manfaat vaksin Polio juga dapat melawan virus Polio yang berkembang pada saluran pencernaan. Penularan virus terutama melalui faecal- oral, yakni lingkungan atau air yang terkontaminasi oleh tinja yang mengandung virus Polio.
"Dampaknya (vaksin Polio) besar sekali, kita dulu cakupan imunisasi Polio masih tinggi. Apalagi tahun 2014, kita dinyatakan Eradikasi atau Bebas Polio tahun 2014," jelasnya.
"Tapi dapat satu kasus di Papua (tahun 2018) dan sekarang di Aceh. Kita harus bilang yang di Aceh ini jadi Kejadian Luar Biasa (KLB), ternyata masih ada virus Polio."
Demi kebersihan diri agar tidak tertular virus Polio, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus diterapkan.
"Virus Polio kan di pencernaan. Begitu keluar melalui feses. Kita intervensi lingkungan, lingkungan harus bersih, terus sering-seringlah cuci tangan," imbuh Maxi.
"Kembali lagi, cakupan imunisasi itu sangat menentukan. Cakupan imunisasi kita itu investasi buat anak-anak ke depan. Sebenarnya investasi yang murah, intinya bagaimana mendapatkan anak-anak kita sehat dan jadi generasi penerus bangsa."
Advertisement
Deteksi Virus Polio dengan Cepat
Sejalan dengan Strategi Pemberantasan Polio Global 2022–2026, European Regional Commission for Certification of Poliomyelitis Eradication (RCC) menekankan, pentingnya pengawasan tinggi yang mampu mendeteksi virus Polio dengan cepat di semua negara.
Ini termasuk memastikan bahwa sampel feses dan/atau lingkungan yang relevan dikumpulkan dan dikirim tepat waktu ke laboratorium Polio nasional terakreditasi WHO atau laboratorium rujukan regional yang ditunjuk untuk Polio yang melayani negara, tulis pernyataan RCC dalam sesi '36th Meeting' pada 19 – 20 Oktober 2022.
RCC menyatakan, keprihatinan bahwa beberapa laboratorium Polio nasional tidak berpartisipasi atau tidak lulus uji deteksi isolasi virus tahunan pada tahun 2021.
Implementasi persyaratan deteksi virus Polio internasional sangat penting untuk meminimalkan risiko terkait Polio bagi populasi di setiap negara. Risiko penyebaran sangat tinggi di daerah dengan cakupan imunisasi yang lebih rendah. Ini berujung kekebalan penduduk terhadap virus Polio rendah.
Seiring dengan rekomendasi terkait penanggulangan virus Polio, RCC mencatat, beberapa negara belum menunjuk Koordinator Poliovirus Nasional (National Poliovirus Coordinator).
Dengan virus Polio liar Tipe 2 dan 3 yang tidak lagi beredar di mana pun di dunia, RCC mengingatkan negara-negara untuk terus menilai kembali kapasitas nasional dan waspada terhadap potensi menular virus Polio liar Tipe 2 dan 3, serta virus Polio yang berasal dari vaksin.
Hentikan Wabah Virus Polio
Dalam pernyataan resmi RCC berjudul, European Region’s 20th year of polio-free status confirmed – but there is no room for complacency yang terbit pada 16 November 2022, RCC mencatat, cakupan imunisasi Polio di Eropa secara keseluruhan menurun sebesar 94 persen tahun 2020, sebelumnya 95 persen tahun 2019.
Namun, beberapa negara mengalami penurunan cakupan yang signifikan selama periode ini, dan ribuan anak yang tidak divaksinasi dalam beberapa tahun terakhir tetap rentan. Kesenjangan dalam kekebalan populasi telah memungkinkan penyebaran virus, dengan virus Polio di beberapa negara di Eropa pada tahun 2021 dan 2022.
Peredaran virus Polio dimungkinkan terjadi karena kesenjangan kekebalan tetap ada, dan oleh karena itu semua negara didorong untuk mempertahankan cakupan (imunisasi) yang tinggi di setiap tingkat subnasional dan melakukan kampanye jika diperlukan, tulis RCC.
RCC juga merekomendasikan agar semua negara Eropa memperkuat kesiapsiagaan untuk kemungkinan virus Polio dari luar kawasan Eropa dan mendesak negara-negara tertentu yang berisiko lebih tinggi terhadap virus Polio serta penyebaran virus berikutnya untuk memperkuat rencana tanggap wabah, program imunisasi, dan sistem pengawasan penyakit.
Di sisi lain, RCC memuji Tajikistan karena mengambil tindakan segera dan komprehensif pada tahun 2021 untuk menghentikan wabah virus Polio Tipe 2 yang berasal dari vaksin, sehingga berhasil menghentikan peredaran virus dalam periode 12 bulan.
Demikian pula, deteksi virus di Israel, Ukraina, dan Inggris Raya pada tahun 2022 ditangani dengan komprehensif, meskipun respons di Ukraina terhalang oleh perang yang sedang berlangsung di sana. RCC akan meninjau kekuatan dan hasil dari tindakan ini dalam pertemuan tahunan 2023.
Advertisement