Menkes Budi: Kita Kurang Ribuan Dokter Spesialis di Luar Jawa

Jumlah dokter spesialis masih kurang ribuan, terutama di luar Pulau Jawa.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 17 Des 2022, 09:00 WIB
Diterbitkan 17 Des 2022, 09:00 WIB
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menghadiri Dies Natalis Ke-62 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (FKG UI) di Makara Art Center, Depok, Jawa Barat pada Kamis, 8 Desember 2022. (Dok Kementerian Kesehatan RI)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, jumlah dokter spesialis masih kurang, terutama di luar Pulau Jawa. Jumlah dokter spesialis yang kurang sekitar ribuan sehingga belum mampu mengampu secara ideal pelayanan kesehatan masyarakat.

"Dokter spesialis kita kurangnya masih ribuan, terutama dokter-dokter di daerah-daerah di luar Jawa," ungkapnya usai 'Penandatanganan MoU Penanganan Stunting antara Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI' di Gedung PBNU Jakarta baru-baru ini.

Per 30 Agustus 2022, data Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) mencatat, jumlah dokter spesialis di Indonesia yang mempunyai Surat Tanda Registrasi (STR) sebanyak 48.167. Sebaran terbanyak berada di DKI Jakarta (8.704), Jawa Timur (6.586), dan Jawa Barat (5.349).

Merujuk data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rasio kebutuhan dokter untuk Warga Negara Indonesia secara umum adalah 1 banding 1.000 penduduk. Rasio untuk negara maju ada di angka 3 banding 1.000 penduduk, bahkan beberapa negara berupaya mencapai rasio sebanyak 5 berbanding 1.000 penduduk.

Demi upaya percepatan produksi dan pemerataan dokter spesialis, Kemenkes berupaya mengakselerasi jumlah dokter tersebut. Akselerasi bisa berupa penawaran dalam bidang pendidikan seperti beasiswa.

"Kami akan lakukan akselerasi mulai dari bentuk pendidikan, biar lebih murah, bisa lebih diakses oleh seluruh masyarakat," terang Budi Gunadi.

"Kemudian juga bisa lebih banyak masuk (calon dokter spesialis) lagi, karena yang berminat sebenarnya banyak sekali."

Program Beasiswa dan Pembayaran Gaji

Tingkatkan Kualitas Hidup Penyandang Strabismus, JEC Beri Operasi Mata Juling Gratis
Tim dokter bedah mata RS Mata JEC Kedoya melakukan tindakan operasi mata juling kepada pasien di sela Bakti Sosial Operasi Mata Juling JEC di Jakarta (12/11/2022). (Liputan6.com)

Diterangkan Menkes Budi Gunadi Sadikin, Kemenkes juga menggelontorkan program beasiswa untuk dokter spesialis. Selain itu, ada kepastian supaya mereka mendapatkan gaji atau insentif.

"Kami ada program beasiswa, baru saja diluncurkan buat 1.500 untuk dokter spesialis. Jadi, mudah-mudahan itu bisa membantu mereka," imbuhnya.

"Kita akan kerja sama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan pemerintah daerah (pemda) untuk memastikan gaji mereka dibayar dengan cukup."

Kemenkes dan Kemenkeu terus berupaya meningkatkan jumlah penerima beasiswa pendidikan dokter spesialis. Dari yang semula 300 menjadi 600 di tahun 2022, lalu naik 1.600 di tahun 2023.

Selanjutnya, pada tahun 2024 akan disediakan sebanyak 2.500 beasiswa untuk dokter spesialis, subspesialis, termasuk fellowship lulusan luar negeri.

Upaya di atas merupakan implementasi dari transformasi sistem kesehatan pilar kelima Kemenkes, yakni transformasi Sumber Daya Manusia Kesehatan. Adanya beasiswa pendidikan ini dapat mempercepat pemenuhan jumlah tenaga kesehatan, khususnya dokter spesialis yang nanti dapat tersebar secara merata di seluruh pelosok Tanah Air.

Tak Cukup Layani Kesehatan

Tingkatkan Kualitas Hidup Penyandang Strabismus, JEC Beri Operasi Mata Juling Gratis
(Ki-Ka) Direktur Medik RS Mata JEC Kedoya, sekaligus Ketua Bakti Sosial Operasi Mata Juling JEC dan Dokter Subspesialis Konsultan Strabismus JEC Eye Hospitals & Clinics, Gusti G. Suardana berbincang dengan Direktur Utama RS Mata JEC Kedoya, Setiyo Budi Riyanto dan Co-Founder PT NSD/JEC Eye Hospitals and Clinics, Darwan M. Purba saat mengunjungi pasien pascaoperasi mata juling di Jakarta (12/11/2022). (Liputan6.com)

Krisis ketersediaan dokter spesialis, menurut Budi Gunadi Sadikin, disebabkan oleh kurangnya angka produksi dan tidak meratanya distribusi dokter spesialis ke seluruh fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) di Indonesia.

“Krisis dokter spesialis ini tidak cukup mampu untuk melayani kebutuhan layanan kesehatan seluruh masyarakat Indonesia,” ungkapnya dalam 'Dialog Pertemuan Koordinasi dan Evaluasi Pendayagunaan Dokter Spesialis' di Jakarta, Selasa (13/12/2022).

"Maka dari itu, kita butuh melakukan pembaharuan sistem untuk meningkatkan jumlah produksi serta upaya pemerataan dokter spesialis di seluruh kabupaten/kota di Indonesia."

Upaya pemenuhan dokter spesialis juga dilakukan melalui Academic Health System (AHS). Tujuannya, memastikan lebih banyak dokter yang terfasilitasi untuk bisa mengenyam pendidikan dokter spesialis berbasis universitas (university based).

Selain itu, didukung pula melalui sistem baru yang sedang dibangun, yakni pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit (hospital based).

Pembentukan konsep pendidikan dokter spesialis melalui hospital based dapat memungkinkan adanya sistem pembayaran gaji bagi calon dokter spesialis atau peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) untuk mendukung upaya produksi dan pemerataan dokter spesialis.

Kekurangan Dokter Spesialis Jantung

Penyakit Jantung
Ilustrasi Penyakit Jantung Credit: pexels.com/pixabay

Menkes Budi Gunadi Sadikin pun mendorong perguruan tinggi memproduksi lebih banyak dokter spesialis. Sebab, jumlah dokter spesialis yang ada saat ini masih sangat kurang dan belum merata di seluruh Indonesia.

“Saat ini, kita kekurangan banyak dokter spesialis. Karenanya saya membutuhkan bantuan dari universitas untuk memperbanyak dan mengakselerasi produksi dokter spesialis,” katanya dalam 'Sidang Terbuka Dies Natalia ke-68 Universitas Airlangga' di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (9/11/2022).

Salah satu layanan yang masih kekurangan banyak dokter spesialis, lanjut Budi Gunadi adalah layanan kesehatan jantung. Saat ini, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah hanya berjumlah 1.485 orang. Jumlah ini masih jauh dari kebutuhan.

"Idealnya, satu dokter jantung melayani 100.000 orang. Namun, saat ini, satu dokter jantung harus melayani sebanyak 250.000 orang," ucap Budi Gunadi.

Kekurangan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah berdampak terhadap pelayanan pasien jantung di fasilitas pelayanan kesehatan menjadi tidak maksimal. Akibatnya, banyak pasien yang meninggal.

Pada kesempatan yang sama, Rektor Universitas Airlangga, Prof. Dr. Mohammad Nasih mengaku siap mendukung pemerintah untuk mengatasi masalah kesehatan di Indonesia. Khususnya terkait dengan pemenuhan dokter spesialis.

“Kami siap mendukung berbagai kebijakan termasuk pengembangan spesialis-spesialis yang belum ada di Universitas Airlangga, dan tentu juga menambah daya tampung dari spesialis-spesialis yang sudah ada, yang datanya memang sangat luar biasa kurangnya,” ujarnya.

Infografis 4 Tips Pakai Hand Sanitizer untuk Jaga Kebersihan Tangan Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 4 Tips Pakai Hand Sanitizer untuk Jaga Kebersihan Tangan Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya