Liputan6.com, Jakarta - Komika Bintang Emon beri komentar soal tindakan anak pejabat Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta Selatan, Â Mario Dandy Satrio.
Baru-baru ini, video Mario Dandy anak pejabat pajak aniaya David Latumahina viral di media sosial.
Baca Juga
Menurut Bintang, tindakan kekerasan itu menggambarkan bahwa Mario Dandy anak pejabat pajak adalah orang yang arogan dan tidak mengerti rasa hormat.
Advertisement
"Bapaknya kan sudah kaya ya, kenapa enggak bisa anteng aja sih hidupnya? Begitu tuh orang kalau enggak tahu kerasnya hidup mah. Orang yang enggak pernah cari respect begitu tuh," kata Bintang Emon tanpa menyebut nama Mario Dandy dalam unggahan video di akun Instagram pribadinya.
"Ya kalau kita nyari respect ya, hormat ke orang lain, ngikutin etika yang berlaku, menghargai orang lain, itu cara nyari respect jadi skill manusianya ada,"Â dia menambahkan.
Soal Video Mario Dandy Aniaya David Latumahina
Bintang juga membahas soal kekerasan membabi buta yang dilakukan Mario Dandy kepada David Latumahina anak pengurus GP Ansor.
"Yang dipukulin udah jatuh itu, lu kalau suka lihat bela diri ini (leher bagian belakang) itu enggak boleh diserang karena banyak sarafnya. Bisa bikin mati atau cacat permanen," katanya.
Bintang pun memastikan bahwa sepatu yang dikenakan Mario Dandy untuk mendendang David bukanlah sepatu ringan yang empuk, melainkan sepatu yang keras sehingga bisa fatal bagi David.
"Habis itu dia nendang mukanya, pake ancang-ancang terus selebrasi. Itu bukan tindakan yang dilandasi emosi, itu arogan. Menindas manusia, itu jahat," Bintang melanjutkan.
Tanggapan Kriminolog
Komika itu pun mengatakan, tindakan yang dilandasi emosi biasanya ditunjukkan dengan serangan yang sporadis dan serangan itu akan berhenti ketika emosinya sudah dilampiaskan.
"Ini malah selebrasi, gila, sakit jiwa nih orang," katanya.
Kecaman Terhadap Mario Dandy Datang dari Kriminolog
Tak hanya Bintang Emon, tindakan Mario juga dikecam oleh kriminolog Haniva Hasna.
"Saya sih mengecam segala bentuk kekerasan apalagi yang dilakukan kepada seorang anak, karena korbannya masih berusia 17 tahun. Dengan permasalahan yang belum jelas kebenarannya serta dilakukan secara impulsif dan membabi buta oleh pelaku," ujar perempuan yang juga pemerhati anak dan keluarga itu kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara pada Jumat (24/2/2023).
Advertisement
Harus Tanggung Jawab
Kriminolog yang karib disapa Iva ini juga menyinggung bahwa Mario Dandy sudah berusia 20, artinya sudah masuk kategori dewasa. Di usia ini, pelaku perlu mempertanggungjawabkan perbuatannya terlepas dia anak siapa.
"Pelaku masuk usia dewasa, sudah selayaknya untuk mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya terlepas dia anak siapa. Jadi, anak pejabat sekali pun kalau melakukan kejahatan, ada saksi, ada bukti ya dia harus menjalani proses hukum yang sudah ditentukan," ujar Iva.
Secara psikologi, sebetulnya Mario Dandy sudah masuk usia dewasa awal. Namun, nyatanya usia tidak berbanding lurus dengan kemampuan dalam pengendalian diri.
Soal Pengendalian Diri
Iva melanjutkan bahwa pengendalian diri ini merupakan aspek eksekutif yang berfungsi untuk membuat rencana, memantau, dan mencapai tujuan tertentu.
"Sehingga, ketika mendapatkan informasi tertentu yaitu dari Agnes, pelaku harusnya bisa mengelola informasi itu terkait kebenarannya, maupun sikap yang akan diambil dalam upaya mencari solusi," katanya.
Agnes sendiri adalah kekasih Mario yang juga mantan pacar David. Dalam kasus ini, perempuan usia 15 itu diduga memiliki peran besar.
Warganet ramai membicarakan, Agnes mengadu kepada Mario bahwa dirinya mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari David.
"Kalau si Agnes ini berdalih bahwa dia diraba-raba korban," kata pengguna Twitter @WagimanDeep212_.
Advertisement
Arogan, Angkuh, dan Sombong
Senada dengan Bintang Emon, Iva juga menilai bahwa tindak kekerasan yang dilakukan Mario menunjukkan sifat arogansi, angkuh, dan sombong.
Sebab, Mario dengan sangat percaya diri menganggap dirinya dapat melakukan tindakan apapun termasuk kejahatan.
"Dia pikir dapat lepas dari jeratan apapun, mungkin karena orangtuanya sebagai pejabat, jadi sifat arogansi ini biasanya membuat seseorang mampu atau merasa bebas melakukan kecurangan, kekerasan, atau kejahatan, dan dia merasa enggak akan ketahuan dan bisa bebas dari hukuman," pungkas Iva.