Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Indonesia rupanya terbentur dengan ketersediaan dokter gigi yang sangat minim. Bahkan ada beberapa daerah yang dilaporkan hanya mempunyai satu atau dua dokter gigi, sementara puskesmas sudah terbilang cukup.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin lalu mempertanyakan bagaimana nasib pasien gigi bolong dan keluhan gigi lainnya yang terkendala berobat lantaran di fasilitas kesehatan terdekatnya malah minim dokter gigi.
Baca Juga
Menkes Budi juga akan mempertanyakan produksi dan persebaran dokter gigi kepada Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI). Utamanya, persebaran dokter gigi di Puskesmas yang ada di Indonesia.
Advertisement
"Saya ketemu bupati kan banyak banget, sekalian saya minta inilah, minta itu minta ini. Coba lihat (layanan) kesehatannya gimana. Ada yang dari Sulawesi, satu lagi dari Bengkulu, dia punya puskesmas 24 atau 22 puskesmas ya, ada dokter giginya tuh satu atau dua," kata Budi Gunadi Sadikin saat acara 'Public Hearing RUU Kesehatan Bersama dengan Organisasi Profesi' yang diikuti Health Liputan6.com di Gedung Kementerian Kesehatan RI Jakarta, Rabu (15/3/2023).
"Saya mau panggil tuh Persatuan Dokter Gigi Indonesia, ngapain aja selama ini? Hampir seluruh puskesmas yang ada dokter giginya mungkin cuma 20 persen," dia menambahkan.
Kalau Sakit Gigi dan Gigi Bolong tapi Dokter Gigi Tak Ada, Gimana?
Kekurangan dokter gigi menjadi permasalahan. Bagi Budi Gunadi, sungguh disayangkan masyarakat mungkin bingung, bagaimana cara mengakses dokter gigi karena minim dokter.
"And we bilang enggak ada problem, justru ini problem. Itu kan ya kita membawa diskusinya tataran elit (produksi dokter gigi), bukan tataran masyarakat," kata Menkes.
"Masyarakat datang, semua saya lihat enggak ada dokter gigi. Kasihan orang datang ke sana (puskesmas), mau bolong ini sakit, mau diapain, enggak ada gitu ya tenaga kesehatan," dia menekankan.
Percepatan Pendidikan Dokter Spesialis Gigi
Demi pemerataan dokter spesialis termasuk dokter gigi, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membuka program beasiswa dokter spesialis. Namun, ada juga tantangan karena jumlah dokter yang berminat untuk daftar tidak sampai kuota yang ditargetkan.
"Kami kan udah kasih beasiswa. Saya kasih daripada ribut-ribut, saya minta Ibu Sri Mulyani (Menteri Keuangan), sebenarnya ini dapat 2.500 beasiswa untuk dokter-dokter spesialis ke manapun dia pergi, mau ambil. Begitu saya minta 2.500, ini yang bisa spesialis cuma 20, mau nambah susah," kata Budi Gunadi Sadikin.
Jalan lain yang dipikirkan Menkes Budi Gunadi untuk percepatan dokter spesialis adalah mereplikasi beasiswa seperti yang diterapkan di luar negeri. Di luar negeri, pendidikan dokter spesialis tidak bayar dan dilakukan di rumah sakit.
"Nah, aku mau replicate (replikasi) pakai modelnya luar negeri. Luar negeri kan cuma spesialis dilakukannya di rumah sakit. Saya lihat kenapa bayar ya kan di sini, soalnya masih bayar uang sekolah ke fakultas kedokteran," katanya.
"Saya cek ke negara lain, (pendidikan dokter) spesialis enggak ada yang bayar, Amerika enggak ada, Jepang enggak ada, Inggris enggak ada, kecuali Indonesia. Makanya, jadi mahal (pendidikan dokter spesialis) karena masih bayar uang sekolah (ke fakultas kedokteran)," ujarnya.
Dokter Sulit Menempuh Pendidikan Spesialis
Menyoroti pendidikan dokter spesialis yang berbeda di dalam dan luar negeri, Menkes Budi mencemaskan pernyataannya dianggap menimbulkan polemik.
"Nanti saya bilang gini, dimarahin. Kita (Indonesia) kan unik. Unik atau aneh gitu kan lain sendiri di dunia. Balik lagi, bukannya saya mau menentang itu, tapi kasihan dokter-dokternya jadi susah (pendidikan) spesialisnya," katanya.
"I don't talk about (saya tidak bicara tentang) tataran elite di fakultas kedokteran. Enggak, saya juga jadi bingung kenapa sensitif kalau kita melihat sesuatu kekurangan di industri kita, kita perbaiki. Kalah sama Malaysia, enggak usah dilihat sebagai hal yang negatif, kita pakai itu untuk perbaikan diri," Menkes menambahkan.
Advertisement
31,6 Persen Puskesmas Tanpa Dokter Gigi
Pada saat memberikan Keynote Speech Peringatan Puncak Dies Natalis Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (FKG UI) di Makara Art Center, Depok pada Kamis (8/12/2023), Menkes Budi Gunadi menyentil soal Puskesmas tanpa dokter gigi.
"Saat ini, masih ada 3.285 atau 31.6 persen Puskesmas tanpa dokter gigi. Sebagian besar Puskesmas ini ada di daerah Indonesia timur, artinya kita masih sangat kekurangan," kata Menkes Budi dalam pernyataan resmi.
Salah satu penyebabnya, jumlah dokter gigi masih sangat minim. Jumlah dokter gigi di Indonesia hanya berkisar 40.000 orang. Jumlah ini masih kurang untuk memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan gigi bagi 270 juta penduduk Indonesia.
"Dengan perbandingan 1 banding 3.000 dokter gigi, yang mana setiap 1 dokter gigi menangani 3.000 pasien, maka setidaknya kita butuh sekitar 90 ribu dokter gigi untuk dapat melayani 270 juta penduduk Indonesia," ujar Budi Gunadi.
Indonesia Hanya Mampu Produksi 2.500 Dokter Gigi
Di tengah pencapaian target pemenuhan tersebut, Indonesia dihadapkan pada produksi dokter gigi yang sangat minim. Dalam satu tahun, 32 fakultas kedokteran gigi di Indonesia hanya mampu memproduksi 2.500 dokter gigi. Untuk memenuhi rasio ideal, setidaknya butuh waktu sekitar 20 tahun.
“Apa kita harus menunggu hingga 100 tahun sampai dokter giginya cukup," kata Menkes Budi Gunadi.
Persebaran Dokter Gigi Tak Merata
Menkes Budi Gunadi Sadikin berharap Fakultas Kedokteran Gigi UI sebagai tempat pendidikan kedokteran gigi tertua di Indonesia dapat terus menghasilkan tenaga profesional yang berkontribusi secara aktif dalam pembangunan kesehatan di Indonesia.
“Memiliki kemampuan adaptable terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dapat berkolaborasi antar profesi,” harapnya.
Tak hanya itu, Budi Gunadi juga mendorong agar para lulusan FKG UI untuk berpraktik, mengisi kekosongan tenaga dokter gigi di daerah-daerah. Sebab, selain jumlahnya yang minim, persebaran dokter gigi juga tidak merata.
Dokter Gigi Jarang di Indonesia Timur
Disebutkan bahwa kebanyakan dokter gigi berpraktik di rumah sakit yang berlokasi di kota-kota besar. Sementara di Puskesmas, utamanya di wilayah Indonesia Timur, dokter gigi masih sangat jarang.
“Para dokter gigi, masuklah ke Puskesmas, jangan hanya di kota-kota besar saja,” lanjut Budi Gunadi.
Advertisement