Liputan6.com, Jakarta - Beberapa orang menyukai tidur dengan lampu dimatikan, sementara yang lainnya lebih memilih tidur dalam keadaan terang. Ternyata, dari dua tipe ini, ditemukan bahwa tidur dalam keadaan gelap lebih baik.
Melansir dari Washington Post, dalam sebuah studi tahun 2022, ahli saraf dan direktur Center for Circadian and Sleep Medicine di Northwestern University Feinberg School of Medicine Phyllis Zee bersama dengan rekan-rekannya menguji bagaimana paparan cahaya memengaruhi kondisi biologis 20 orang dewasa muda yang sehat saat tidur.
Baca Juga
Makan Tempe dan Kurma Bisa Naikkan Kadar Asam Urat? Simak Penjelasan Dokter Zaidul Akbar
7 Eks Pemain Real Madrid yang Bersinar Usai Pindah Klub, Ada yang Jadi Kapten Tim Raksasa Liga Inggris
Gaya Mahal Cucu Jokowi Jalan-Jalan ke Solo Safari Saat Libur Natal, Anak Kahiyang Pakai Kaus Branded Rp7 Jutaan
Sekelompok orang menghabiskan sebuah malam tidur dalam cahaya redup, mirip dengan cahaya di waktu senja, diikuti oleh satu malam lainnya tidur dengan lampu menyala.
Advertisement
Lampu ini memancarkan cahaya setara dengan pencahayaan lorong hotel—terang, tetapi tidak cukup untuk membaca dengan nyaman, kata Zee. Sementara itu, sebuah kelompok kontrol menghabiskan kedua malam tidur dalam cahaya redup.
Dampak Tidur dengan Lampu Menyala
Partisipan yang tidur dengan lampu menyala melaporkan bahwa mereka tidur nyenyak, tetapi rekaman otak menunjukkan bahwa mereka menghabiskan lebih sedikit waktu dalam gelombang lambat dan tidur gerakan mata yang cepat, yang merupakan tahap yang lebih tenang dan penting untuk fungsi kognitif.
Efek pada metabolisme dan jantungnya bahkan lebih mencolok. Sampel darah menunjukkan bahwa tidur satu malam di kamar dengan lampu menyala meningkatkan resistensi insulin peserta, yang penting untuk mengontrol gula darah keesokan paginya.
Akan tetapi, yang paling mengejutkan bagi para peneliti adalah bagaimana paparan cahaya mempengaruhi detak jantung. "(Detak jantungnya) tinggi sepanjang malam," kata Zee. "Itulah yang aneh."
Pencahayaan saat Tidur Pengaruhi Sistem Fight-or-Flight Otak
Hasil ini menunjukkan bahwa, bahkan dengan mata tertutup, otak sadar cahaya yang relatif rendah, yang dapat menyebabkan sistem "fight-or-flight" otak menjadi lebih aktif," kata Zee. "Ini hampir seperti dalam persiapan untuk berlari atau harus bangun."
Meskipun penelitian ini dilakukan dalam skala kecil, penelitian lainnya menunjukkan bahwa paparan cahaya selama tidur mungkin bahkan lebih merugikan individu yang lebih tua.
Lewat sebuah studi lain tahun 2022 yang melibatkan lebih dari 550 orang dewasa berusia 63 tahun ke atas, Zee dan rekan-rekannya menemukan bahwa paparan cahaya apa pun selama tidur dikaitkan dengan prevalensi obesitas, diabetes, dan hipertensi yang lebih tinggi.
Penelitian lain menunjukkan bahwa tidur dengan sedikit cahaya di dalam ruangan menurunkan kualitas tidur.
Kenji Obayashi, seorang peneliti yang mempelajari epidemiologi ritme sirkadian di Nara Medical University di Jepang, melakukan studi di tahun 2019 yang melibatkan lebih dari 1.100 orang dewasa dan menemukan paparan cahaya pada jam-jam sebelum bangun dikaitkan dengan lebih banyak gangguan tidur.
"Kami tahu bahwa bahkan tingkat cahaya sedang di malam hari, seperti yang mungkin Anda lihat masuk dari jendela di luar atau cahaya malam atau cahaya dari lorong, tampaknya memengaruhi otak Anda," kata Zee.
Advertisement
Meredupkan Cahaya Jelang Istirahat Baik bagi Ibu Hamil
Sebuah penelitian baru dari Northwestern Medicine juga memberikan kabar gembira bagi para ibu hamil. Dikutip dari New York Post, penelitian ini menunjukkan bahwa meredupkan lampu dihubungkan dengan kehamilan yang lebih aman.
Calon ibu yang menghabiskan waktu di kamar dengan pencahayaan rendah—termasuk pencahayaan layar ponsel dan komputer yang tidak terlalu terang—selama beberapa jam sebelum tidur terbukti memiliki risiko yang lebih rendah mengalami diabetes mellitus gestasional, EurekAlert! melaporkan.
Para peneliti menemukan bahwa wanita yang mengembangkan diabetes jenis ini terpapar cahaya yang lebih tinggi selama tiga jam sebelum tidur.
"Kita tidak memikirkan potensi bahaya menjaga ruangan tetap cerah dari saat bangun sampai pergi tidur," ucap penulis utama studi dan ahli saraf Northwestern Medicine Dr. Minjee Kim.
"Akan tetapi, seharusnya (cahaya) diredupkan selama beberapa jam sebelum tidur. Kita mungkin tidak membutuhkan banyak cahaya untuk apa pun yang dilakukan secara rutin di malam hari."
Dampak Paparan Cahaya saat Malam
Hasil penelitian ini tentunya menjadi temuan yang membahagiakan mengingat jumlah kasus diabetes gestasional meningkat dengan cepat.
"Diabetes gestasional diketahui dapat meningkatkan komplikasi kelahiran, serta risiko ibu terkena diabetes, penyakit jantung, dan demensia. Keturunannya juga lebih mungkin mengalami obesitas dan hipertensi saat tumbuh dewasa," tambah Kim.
Paparan cahaya malam hari menyebabkan aktivitas berlebihan yang dapat memengaruhi metabolisme glukosa seseorang, jelas Kim.
"Tampaknya ada aktivasi respons fight-or-flight yang tidak tepat ketika tiba waktunya untuk beristirahat," kata Kim.
Meskipun masih belum jelas sumber pencahayaan terang mana yang menjadi penyebab terburuk dari semuanya, Kim percaya bahwa kombinasi berbagai macam pencahayaan dapat menyebabkan dampak secara keseluruhan.
Oleh sebab itu, mematikan fitur blue-light pada ponsel dan menggunakan lampu malam adalah pilihan yang baik, jelas ahli saraf.
"Mematikan lampu adalah modifikasi mudah yang bisa Anda lakukan," kata Kim. "Yang terbaik adalah tidak menggunakan komputer atau ponsel selama periode ini. Akan tetapi, jika Anda harus menggunakannya, jaga layar seredup mungkin."
Â
(Adelina Wahyu Martanti)
Advertisement