Liputan6.com, Jakarta Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dr. Rohadi Hendra Setya Wibawa menyampaikan soal temuan kasus polio di Purwakarta.
Menurutnya, kasus polio ini ditemukan pada anak umur empat tahun. Sejak usia dua, anak ini mengalami gangguan perkembangan.
Baca Juga
“Anak itu usianya empat tahun, dari usia dua tahun itu ada gangguan perkembangan kata orangtuanya. Harusnya kan dua tahun sudah bisa jalan, jadi keluhan orangtuanya itu kenapa dua tahun belum bisa jalan,” kata Hadi saat ditemui di acara Novo Nordisk, Jakarta Selatan, Senin (20/3/2023).
Advertisement
Kasus polio ini ditemukan dari hasil sekuensing yang dilakukan pihak Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Hadi menemukan, kuman penyebab polio itu sudah berada pada tubuh anak sejak usianya satu tahun.
“Gejalanya sudah ada di umur dua tahun tapi karena ketidakpahaman keluarga jadi dianggapnya hal biasa, gangguan perkembangan saja. Di umur empat tahun muncul lah gejala yang lebih berat,” tambah Hadi.
Akibat polio yang disandang, kini anak tersebut mengalami kelemahan otot kaki.
Setelah hasil temuan ini diumumkan, pihak Hadi bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan pengambilan sampel di area sekitar tempat tinggal anak tersebut.
“Awalnya 30 sampel yang kita ambil, (setelah temuan kasus) jadi kita ambil 200 sampel dari tinja di area sekitar karena penularan (polio) kan biasanya dari tinja,” ujar Hadi.
Penularan dari Mana?
Sejauh ini, Hadi belum mengetahui asal muasal penularan polio tersebut. Yang pasti, tipe polio yang ditemukan tidak sama dengan yang sebelumnya terjadi di Aceh.
“Itu belum tahu juga, karena hasil sekuensing ini menunjukkan bahwa tipenya beda dengan yang di Aceh. Jadi kita juga enggak tahu dari mana, masih dilakukan penelitian lah.”
Pencegahan Polio
Dalam rangka mitigasi atau pencegahan terjadinya kasus polio yang lain, pihak Hadi berencana melakukan pekan imunisasi nasional di empat kabupaten/kota terdekat.
“Ini pekan imunisasi nasional tapi tidak nasional, hanya di wilayah kabupaten/kota, itu mungkin pencegahannya.”
Advertisement
Kabar Difteri Garut
Dalam kesempatan yang sama, Hadi juga sempat menyampaikan soal kasus difteri yang sempat ditemukan di garut.
“Difteri masih kita coba lakukan Outbreak Response Immunization (ORI) atau imunisasi lanjutan sampai nanti mendekati bulan puasa. Dinas kesehatan Kabupaten Garut tetap mengejar ke sekolah-sekolah yang belum tercapai imunisasinya,” ujar Hadi.
Ia pun mengimbau untuk semua masyarakat terutama yang memiliki anak untuk tetap menjalankan imunisasi. Tidak hanya untuk melindungi dari difteri tapi juga penyakit lainnya.
“Jadi harapannya masyarakat yang punya anak ya tetap imunisasi harus lengkap. Dari kasus-kasus kemarin, baik polio maupun difteri itu masalahnya karena imunisasi tidak lengkap. Ya karena mungkin kemarin ada COVID-19, Posyandu banyak yang tutup juga, imunisasi juga terhenti,” kata Hadi.
Usai Penemuan Kasus Difteri dan Polio
Hadi menambahkan, usai pandemi mereda seharusnya anak-anak mulai imunisasi kembali dilengkapi. Pasalnya, difteri dan polio adalah penyakit yang sebetulnya bisa dicegah dan bisa hilang dengan imunisasi.
Kabar baiknya, usai kasus difteri ditemukan di Garut, imunisasi di kota tersebut pun kini mulai naik.
“Imunisasi di Garut naik, bahkan ada satu wilayah yang tadinya enggak mau diimunisasi ternyata kemarin saat kita lakukan ORI di kecamatan itu banyak sekali pesertanya. Karena mereka tahu kasusnya ada di ‘kantong’ yang menolak imunisasi kan.”
Kenaikan minat imunisasi salah satunya juga dipengaruhi oleh daya tarik penyelenggaraan imunisasi.
“Kebetulan pada saat kita lakukan ORI di satu wilayah, Ibu Athalia istrinya Pak Ridwan Kamil (Gubernur Jawa Barat) hadir, jadi masyarakat pun berbondong-bondong untuk mengimunisasi anaknya. Jadi mungkin peran kepala daerah untuk mengajak masyarakat itu sangat luar biasa,” pungkas Hadi.
Advertisement